Share

SARGIO. 5

Jangan biarkan hatimu berlarut-larut dalam

Kesedihan atas masalalu, atau kamu

Tidak akan pernah siap untuk menghadapi

apa yang akan terjadi.

~Giorgio Edward Robertson~

Yang akan terjadi, terjadilah

Sepasrah itu aku sekarang.

~Salsabila Aurelia Dierja~

✧;──0_0──; ✧

Kringg!!

Bel istirahat pun berbunyi, Salsa kembali ke kelasnya yang diantar oleh Gio karena Salsa bosan jika terus-menerus berada di UKS dan rasa sakitnya pun sudah berkurang jadi memutuskan untuk kembali ke kelas, saat keluar dari UKS Salsa menemuka Gio yang tengah duduk di salah satu kursi yang berada di depan UKS. Gio pun berniat mengantar Salsa sampai kelasnya.

Sesampainya di ambang pintu kelas, mereka melihat teman-temannya sedang berkumpul di dalam termasuk Darren, dan juga Ethan.

Akhir-akhir ini Ethan dan Darren memang lebih sering bergabung di kelas IPS walau nyatanya IPA dan IPS memiliki sebuah problem yang membuat kelas mereka tidak pernah akur, tapi bagi mereka semua itu tidak berlaku karna pertemanan mereka sudah terjalin cukup lama.

"Wahh ... pantesan nggak ada di kelas taunya ada bau-bau khem! nii," tegur Darren saat Salsa dan Gio memasuki kelas dengan tangan Gio yang menuntun Salsa, mereka yang melihat hal tersebut semakin menatap curiga Gio. Gio yang sadar akan tatapan teman-temannya yang tertuju pada tangannya pun langsung melepaskan Salsa dan sedikit minggir menciptakan jarak diantara keduanya.

"Ini lagi pada ngapain sih?" tanya Salsa dikala melihat teman-temannya itu sedang berkumpul lesehan di lantai kelas dengan handphone

di tengah-tengah mereka, lalu ikut duduk nyempil di tengah-tengah Thania dan Audrey.

"Tahlilan!" jawab Galih asal.

"Iya, lo calon jenazahnya," balas Revan.

"Yaiyalah, namanya juga manusia bakalan mati," ucap Darren.

"Nah good." Galih memberi jempol pada Darren yang dibalas uluran jari tengah oleh Darren.

"Anjim lo!" umpat Galih.

"Kantin yuk, kita kuras dompet yang baru balikan!" intrupsi Darren pada teman-temannya.

"Siapa yang putus emang?" tanya Salsa bingung. Pasalnya dia pingsan tidak ada satu jam, namun bagaimana bisa dia ketinggalan informasi ini.

"Noh dua setan," celetuk Darren menunjuk Thania dan Ethan. Sebuah buku melayang mengenai kepala Darren, yang dilayangkan oleh Ethan.

"Ehh, serius? Nggak bosen apa kalian putus nyambung, putus nyambung terus?" tanya Salsa pasalnya setiap ada masalah Ethan dan Thania selalu saja putus padahal hanya masalah tentang game dan w*****d.

"Anjirr lo semua gue punya nama ya!" geram Thania, mentang-mentang namanya diawali dengan Than mereka dengan seenaknya memanggilnya sethan.

"Itu panggilan kesayangan dari kita Than, lagian nama kalian kan mengandung unsur Than-Than gitu sama kayak sethan!" jelas Audrey, yang disetujui oleh semuanya. Sedangkan Thania tidak terima, tapi jika protes sekali pun mereka mungkin tetap memanggilnya begitu, jadi biarkan saja Ethan pun tidak protes.

"Udah ah! Gue laper banget!" ujar Revan, cacing-cacing di perutnya ini sudah pada demo meminta makan, rasanya ingin cepat-cepat pergi ke kantin saja.

"Laper? Inget kata Doraemon," ucap Galih sengaja menggantungkan ucapannya.

"Katakan peta, katakan peta!" lanjut Darren.

"Baling-baling bambu lah bego!" seru Revan mengoreksi.

"Salah!!" ucap Galih menyangkal jawaban mereka.

"Terus apaan anjirr?" kesal Lily.

"Kalo laper inget kata Doraemon, maling-maling jambu! Maling-maling jambu!" Galih, merongoh saku celananya dan mengeluarkan satu buah jambu yang dia petik dari halaman belakang sekolah.

"Astagaa tobat lo, tobat!!" ucap Darren geleng-geleng kepala.

"Gue mau ngantin ni duluan ya." Galih bangun dari duduknya, belum sampai para ambang pintu teman-temannya berseru menghentikan langkahnya.

"Ehh, sekalian dong gue nitip air mineral," pinta Salsa. Memberikan secarik uang lima ribuan.

"Gue juga dong, sekalian sama batagor ya." Audrey memberikan uangnya pada Galih, dan pada akhirnya semuanya pun jadi menitip Pada Galih, tidak sering kok mereka melakukan hal tersebut pada Galih, mereka hanya meminta tolong bukan menjadikan Galih sebagai orang suruhan mereka, karena mereka sudah berteman baik.  Setelah mereka memberikan uang serta menyebutkan pesanan mereka, Galih lebih dulu menuju kantin.

"Kalo setan sama setan jadi satu anaknya apaan ya?" celetuk Audrey menatap Thania dan Ethan bergantian sambil menahan tawanya dikala melihat wajah kesal mereka berdua.

"Jangan dibuli terus yang baru balikan, kasian tuh pipi Thania udah merah gitu," tunjuk Lily pada Thania sambil terkekeh pelan. Thania yang mendengar ucapan Lily tersebut lantas menyembunyikan wajahnya dibalik dada bidang Ethan, melihat itu mereka bersorak tak terima dasar bucin tidak tahu tempat.

"Dia emang suka malu-malu gitu, masa ngajak balikan lewat DMan. Ck!" ujar Ethan mengusap pelan rambut Thania.

"Heh, sembarangan! Lo juga yang main kode-kode gitu." Thania yang tak tak terima pun menarik jambul rambut Ethan membuatnya menjadi berantakan, ntah mengapa Thania sangat suka jika rambut Ethan berantakan karena dia lebih tampan saat rambutnya berantakan.

"Lo aja yang kegeeran siapa juga yang ngode lo," cibir Ethan sambil membenarkan tatanan rambutnya.

Sudah biasa seperti ini Thania dan Ethan yang selalu putus nyambung tapi ada lagi yang bikin pangling lihatlah Revan dan Audrey mereka saling selingkuh namun tidak ada di antara mereka yang mengucapkan kata putus tersebut.

Biarpun gebetan di mana-mana yang penting pacar cuman satu begitulah Revan dan Audrey.

"Eh, nanti malem gue di ajak jalan dong sama Kak Raga. Aaa ... Seneng banget sih gue!" jerit Audrey.

"Lebay amat diajak jalan doang, paling juga diajak makan di warteg," cibir Revan sepertinya api cemburu memasuki ulu hatinya.

"Katanya kemarin mau sama si Toni," komentar Salsa.

"Eh, kagak njir bukan Toni dia bilang ke gue sama Adrian!" ucap Lily.

"Siapa lagi tu Adrian sama Tono, anak mana?" tanya Revan.

"Toni anjirr!" koreksi Audrey. " Mereka gebetan gue lah," tambah Audrey menaik turunkan alisnya menatap Revan.

"Dasar fuck girls jahanam," cibir Thania.

"Tobat lo Drey!" Salsa mengingatkan.

"Banyak amat gebetan lo! tobat lo tobat!" Satu jitakan dari Revan mendarat pada kepala Audrey, dia yang menyuruhnya tobat tetapi sendirinya pun melakukan hal yang sama.

"Lo pikir gue doang yang gebetannya banyak? Lebih parah juga lo satu sekolah lo pacarin semua!" omel Audrey.

"Emang dasar kaliannya aja yang aneh," komentar Ethan, apa yang diucapkan Ethan ada benarnya juga mereka berdua memang aneh, disaat orang-orang tidak ingin pasangannya memiliki hubungan dengan seseorang di belakang. Mereka berdua malah terang-terangan menjalin hubungan dengan yang lainnya di hadapan sang pacar. Tapi, mereka pernah bilang jika mereka tidak begitu serius dengan hubungan mereka sekarang, karna sampenkaoan pun mereka tetap tidak akan bisa bersatu.

"Makanan datang!!" Galih datang dengan dua keresek di tangannya.

"Ck! lama." Gio langsung mengambil satu botol air mineral lalu meneguknya sampai setengah.

"Sory-sory tadi ada yang minta foto sama tanda tangan gue makanya lama," ucap Galih sombong, yang tak ditanggapi oleh yang lainnya.

Makan di kelas? Sungguh dilarang namun, lihatlah kelas ini kelas Sebelas IPS 1. sudah biasa mereka melakukannya jika sedang malas untuk pergi ke kantin.

0_0

Bel masuk sudah berbunyi dari sepuluh menit yang lalu, tetapi guru mata pelajaran belum memasuki kelas biarpun begitu kelas ini tetap kondusif karena penghuni kelas ini memilih untuk tidur. Kelas XI IPA 1, kelas ini sering kali disebut sebagai kelas unggulan walaupun nyatanya tidak seperti itu karena penghuni kelasnya pun tidak semua memiliki kepintaran yang setara tetapi memang beberapa murid yang mendapat banyak prestasi berada di kelas ini, seperti Gio misalnya dan beberapa murid yang mendapatkan beasiswa.

"Tumben banget ni guru ngaret," ucap Darren, duduk di tempat duduknya, tepatnya sebelah Gio.

"Ada guru baru katanya," ucap Bayu sang ketua kelas.

"Ehh, emang iya Than?" tanya Darren pada Ethan yang sibuk dengan game di hanphonnya. Ethan yang tidak tahu pun hanya mengangkat bahu acuh.

"Emang bener Gi?" tanyanya berganti pada Gio yang dijawab gelengan kepala oleh Gio.

"Bener apa nggak?" tanya Darren lagi.

"Gak tau!" ucap Gio, lalu menelungkupkan kepalanya pada tumpukan tasnya, yang sudah ditumpuk dengan tas milik Darren.

"Tas gue jangan lo ilerin!" peringat Darren. Yang tak disahuti oleh sahabatnya itu.

"Gue pengen pindah kelas aja dah rasanya, kuatkan hamba mu ini yaallah buat menghadapi mahluk-mahluk seperti mereka," ucap Darren mendramatis.

Darren memilih ikut bermain game pada ponselnya, Mabar bersama Ethan kebetulan ada WiFi sekolah jadi tidak perlu takut kuota habis. Sambil menunggu guru masuk mereka sibuk dengan masing-masing kegiatan.

"Assalamualaikum," ucap Pak Dedi selaku kepala sekolah SMA Erlangga, saat memasuki kelas. Membuat penghuni kelas langsung memposisikan diri serapih mungkin, dengan duduk tegak menatap ke depan serta tangan yang berada di atas meja, seperti anak SD yang harus duduk rapih ketika pulang agar bisa cepat-cepat ditunjuk untuk pulang.

"Waalaikumsalam!!" jawab penghuni kelas XI IPA 1 serempak.

"Maaf sebelumnya, Bapak kesini mau ngasih pengumuman," ucap Pak Dedi berdiri di depan kelas menatap seluruh penghuni kelas, dan menelisik keadaan kelas serta kebersihan kelas tersebut, jika ada sesuatu yang rusak siap-siap saja mereka kena hukuman dari Pak Dedi.

"Pengumuman apa Pak?" tanya salah satu murid kelas.

"Maaf, pengumumannya adalah kita bakalan kedatangan guru baru," jawab pak Dedi.

"Maaf Pak, berati bener gosip pagi ini Pak?" tanya Darren, mengikuti gaya bicara pak Dedi yang selalu menyelipkan kata maaf di awal kalimatnya. Sepertinya Pak Dedi terlalu banyak dosa sampai-sampai minta maaf tak pernah berhenti, tetapi itu cukup bagus juga karena Pak Dedi pernah berkata 'seseorang tidak pernah sadar ketika melakukan sebuah kesalahan' mungkin karena itu dia selalu menyelipkan kata maaf disetiap kalimat yang akan dia ucapkan.

"Maaf sebelumnya, iya benar. silakan Bu," ucap Pak Dedi mempersilakan guru yang berada di depan kelas untuk masuk.

Terlihat seorang wanita berseragam guru memasuki ruangan, jalannya begitu anggun dengan membawa buku di tangannya. Dengan rambut sebahunya serta kaca mata minus yang tertengar di hidungnya. Terlihat begitu masih muda, dan sangat cantik pantas saja Pak Dedi tidak mengedipkan matanya saat melihat guru tersebut.

"Halo, perkenalkan nama saya Dewi Puspita. Kalian bisa panggil saya Bu Dewi, saya di sini akan menggantikan Bu Agun guru kimia kelas sebelas." Jelas Bu Dewi memperkenalkan diri dengan senyum manisnya.

Melihat senyuman itu Gio merasa tidak asing, seakan dia pernah melihat senyum tersebut ntah mirip dengan siapa.

"Halo Bu!!" sapa semuanya, yang dibalas senyuman oleh Bu Dewi.

"Maaf, semoga Bu Dewi betah ya mengajar di sini," tutur Pak Dedi, dengan sedikit kedipan di matanya, genit.

"Iya Pak makasih," jawab Bu Dewi.

"Maaf, kalo begitu saya pamit Bu, maa-"

"Udah Pak saya bosen dengernya, kalo mau pergi mah pergi aja," ucap Darren memotong ucapan Pak Dedi. "Maa_"

"Udah Pak, lebaran masih lama nanti aja minta maafnya," ucap Darren lagi membuat semua penghuni kelas tertawa, lalu Pak Dedi keluar dari kelas melihat itu Bu Dewi hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya, sepertinya kelas ini cukup asik dan akan membuat siapa pun betah mengajar di kelas tersebut karena para muridnya yang friendly.

0_0

Sedangkan di kelas XI IPS 1 gelak tawa memenuhi kelas tersebut siapa lagi yang bertingkah kali ini? Ya siapa lagi jika bukan Galih si tukang buat ulah.

"M.Galih Razwardi," panggil Bu Nina, selaku guru sosiologi, guru yang terkenal kiler. Suaranya yang tegas membuat mereka terdiam seketika, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Sepertinya akan ada yang mendapatkan hukuman kali ini, memang setiap kali pelajaran Bu Nina pasti ada saja yang selalu mendapatkan hukuman, walau hanya disuruh untuk mengerjakan soal di depan tetapi tetap saja yang namanya hukuman tidak ada yang enak.

Duh ni guru ngapain sih manggil-manggil segala. Batin Galih, tangannya masih sibuk berkutat dengan bolpoin dan buku di hadapannya berusaha menghindari tatapan tajam Bu Nina.

"Hadirr Bu!" jawab Galih mengangkat tanganya tinggi-tinggi.

"Ngapain kamu?" tanya Bu Nina, mendekati meja Galih karena sedari tadi Galih terlihat sibuk dengan bukunya.

"Eh- anu Bu-," Galih gelagapan, dia pikir gurunya itu mageran dan tidak akan cape-cape untuk menghampiri mejanya.

"Anu-anu apa hah? Kamu ngerjain PR di sekolah lagi?!" tanya Bu Nina garang, melihat itu penghuni kelas langsung menepuk jidat masing-masing habislah sudah mereka. Biasanya jika satu orang melakukan kesalahan dan yang lain tidak menegur atau bahkan tidak mengetahui maka seluruh penghuni kelas ini yang akan kena imbasnya.

"Hehehe ...." Galih hanya cengengesan.

"Maju ke depan!" suruh Bu Nina tegas.

"Ya yang namanya maju mah ya ke depan kali," gerutu Revan yang duduk di sebelah Galih.

"Ngomong apa kamu barusan?" tanya Bu Nina garang, menunjuk Darren. "Hehe... Nggak Bu," jawab Darren cengengesan.

"Kenapa kamu mengerjakan PR di sekolah?" tanya Bu Nina pada Galih yang sudah berdiri di depan kelas.

"Anu, gimana yah Bu. Soalnya saya sudah menganggap sekolah ini sebagai rumah saya sendiri Bu," jawab Galih enteng. Membuat teman-temannya tertawa, Bu Nina hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak muridnya yang satu ini.

"Kamu kerjakan di depan, ambil buku kamu cepetan!" suruh Bu Nina. Galih langsung mengambil bukunya lalu mengerjakan di papan tulis, dalam waktu 10 menit Galih sudah selesai mengerjakannya Galih memang pintar hanya saja dia terlalu malas untuk mengerjakan tugas.

"Sudah Bu," ucap Galih.

"Baik, silakan kembali ke tempat kamu." Galih langsung menuju tempat duduknya. Untung saja kali ini Bu Nina sedang berbaik hati dan tidak menghukum seluruh murid kelas.

"Excuse me. May I go to the bathroom?" Salsa berdiri dari duduknya untuk meminta izin.

"Okay, don't be too long," jawab Bu Nina, Salsa langsung keluar kelas.

Di sekolah ini memang diwajibkan untuk menggunakan bahasa inggris disaat izin keluar kelas ntah tujuannya kemana itu harus menggunakan bahasa inggris, itung-itung melatih agar bahasa inggrisnya lebih lancar. Sudah menjadi peraturan sekolah seperti itu.

Salsa menuju kamar mandi yang berada di lantai satu karena kamar mandi yang berada di lantai dua ini sedang ada renovasi ada satu kamar mandi yang berada di sebelah kelasnya namun sudah jarang sekali dipakai, jadi sekarang sudah tidak di pakai lagi. Saat sampai di dekat tangga menuju lantai tiga seseorang baru saja turun, Salsa yang sudah tidak tahan ingin menuju toilet pun sedikit berlari, dan tidak sengaja menabraknya karena Salsa tidak melihatnya membuat buku-buku yang dibawa seorang wanita dengan setelan Guru itu berantakan pada lantai, Salsa langsung membantu wanita tersebut membereskan buku-buku yang berserakan tersebut.

"Aduh ... maaf Bu, saya tidak sengaja," ucap Salsa tidak enak hati dengan tangan yang masih sibuk membereskan buku-buku tersebut.

"Tidak apa-apa." Merasa tidak asing dengan suara tersebut Salsa langsung mendongakkan kepalanya. Matanya langsung membulat tak percaya apakah ini mimpi?

"Mamah ...," gumam Salsa, matanya kini mulai berkaca-kaca menatap tak percaya seseorang yang berada di hadapannya.

"Mamah?" ulang guru tersebut, dia Bu Dewi guru baru yang baru saja selesai mengajar di kelas XI IPA 1.

"Ini beneran? Mamah masih hidup?" Salsa langsung memeluk Bu Dewi yang membuat Bu Dewi kaget tapi tak urung Bu Dewi pun membalas pelukan tersebut.

"Maaf kamu siapa ya? Panggil Saya Bu Dewi saya guru baru di sini," ucap Bu Dewi menatap Salsa kasihan.

"Ta- tapi Ibu.." ucap Salsa terjeda. Dilihatnya lagi seseorang di hadapannya dari suara memang sangat mirip sekali dengan mamahnya tapi, terlihat dari penampilannya tidak begitu mirip karena mamahnya itu memiliki mata coklat terang dengan rambut ikal panjang serta tidak pernah memakai high hils.

Sadar Salsa! Mamah udah nggak ada, lo harus sadar! batin Salsa. Salsa langsung berlari menuju kamar mandi tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Bu Dewi.

Sesampainya di kamar mandi ditaatapnya kaca besar yang berada di depannya, satu tetes air mata turun begitu saja seketika Salsa langsung mengusapnya, mencuci wajahnya dengan air mengalir berharap halusinasinya pun akan pergi, mengalir terbawa air tersebut.

Niatnya untuk menuju kelas Salsa urungkan, Salsa berlari menuju taman yang berada di sekolah ini, taman belakang tepatnya berada di belakang perpustakaan.

"Maaf kamu siapa yah? panggil Saya Bu Dewi saya guru baru di sini." ucapan Bu Dewi tadi masih terus terngiang-ngiang di kepala Salsa.

"Tidak mungkin." Salsa menggelengkan kepala tidak percaya.

"Maaf Mah, sampai sekarang Salsa masih gak percaya dengan semua ini karena semua yang Salsa alami dalam hidup Salsa itu berhubungan dengan Mamah." Sesaat Salsa terdiam sambil memikirkan sesuatu pada akhirnya Salsa teringat akan sesuatu membuat dirinya merogoh kantung kemejanya mengambil ponsel serta dua lembar kertas yang tertulis angka yang sama.

Salsa mulai mengetikan sesuatu pada ponselnya mencari tahu apa arti dari angka-angka tersebut. Tak butuh waktu lama akhirnya Salsa bisa menemukan kunci jawaban dari segala pertanyaan yang terus menghantui pikirannya, ternyata arti dari angka-angka tersebut adalah 'Mamah' itu artinya Mamahnya lah yang memberikan kotak kalung itu beserta bunga yang Salsa dapat waktu di UKS.

"Tunjukin Mah, tunjukin kalo Mamah itu masih hidup, Salsa tau Mah Salsa tau!" Air mata Salsa benar-benar turun begitu deras membasahi pipinya, ternyata Mamahnya itu masih hidup lantas kemana dia pergi dan mengapa tidak pernah menampakan diri?

"Arkan juga ngerasain itu semua Kak, tapi bagaimana bisa Mamah selamat dari kecelakaan itu." Arkan yang baru saja datang menghampiri Salsa dan langsung duduk di sampingnya.

"Gak ada yang nggak mungkin di Dunia ini selama Tuhan berkehendak," ucap Salsa mengusap air matanya.

"Kalo memang benar, mungkin ada sesuatu yang membuat Mamah ngelakuin itu semua," lanjutnya.

✨See You Next Part✨

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Heru Pratama
seru sih tp pake koin hadeh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status