Share

SKBUS-7

PoV Lastri

Sungguh aku geram dengan kelakuan Mas Joko. Bisa-bisanya dia mengancamku agar menyembunyikan kelakukannya di depan ibuku sendiri. Terlihat sekali kalau dia sangat takut jika ibuku itu murka, sampai-sampai dia tega mencubit pinggangku diam-diam.

Oke, kali ini aku akan menurut. Tapi, kita lihat saja kedepannya. Siapa yang lebih pintar di antara kita, Mas!

Aku hanya ingin melihat sejauh mana kamu akan memperlakukan aku seperti ini. Jika memang semua pengorbanan dan kesabaranku selama ini tak ada hasilnya, maka aku akan pastikan bahwa semua akan berakhir dengan semestinya.

"Permisiii ...." Suara seseorang terdengar memanggil dari depan rumah. Bergegas aku ke depan. Tapi, Mas Joko tiba-tiba di tahan oleh ibukku untuk membetulkan keran air yang tadi bocor saat di pakainya di toilet.

Saat berjalan ke depan, netraku tertuju pada kantong kresek yang masih teronggok di lantai.

'Duh, pake lupa nyimpen segala ini belanjaan dari Ibu. Mas Joko tadi ngintip dalemnya gak, ya? Gawat kalau dia ngintip! Ah, mending sekarang aku sembunyiin dulu, keburu Mas Joko liat.'

Aku mengambil kantong kresek besar tersebut lalu memasukkannya ke bawah kolong tempat tidur. Beruntung sekali ranjang yang Ibuku belikan ini sangat besar dan ada kolongnya, jadi aku bisa menyembunyikan makanan di bawah sana. Mudah-mudahan gak ada tikus yang masuk ke rumah dan Mas Joko juga gak tahu soal kantong kresek ini.

Selesai menyembunyikan makanan, aku langsung ke depan, karena sedari tadi tamu itu tak berhenti memanggil.

"Eh, Mbak Surti, ada apa, ya?" tanyaku ketika melihat seorang perempuan berdiri di depan rumahku sambil celingukan. Mbak Surti adalah seorang janda kembang. Kabarnya, dia itu sama-sama baru pindah ke kampung ini. Kalau aku lihat-lihat, umurnya sepertinya sama dengan Mas Joko. Kata Mas Joko, sih, dia mengontrak dipinggir jalan dekat bengkel Mas Joko sambil jualan seblak.

"Em ... anu, Mas Jokonya ada gak, Dek Lastri?"

Aku mengernyit heran. Mau apa Mbak Surti ini cari suamiku.

"Ada, Mbak. Kalau boleh tau, ada perlu apa, ya?" tanyaku penuh selidik. Rasanya radar anti pelakorku mulai mendeteksi sinyal yang tak baik dari perempuan di hadapanku ini.

"Eh, anu. Itu motor Mbak mogok, mau minta Mas Joko benerin."

Motor mogok sampe cari Mas Joko ke rumah? Hmmm ... Dia sangat mencurigakan. Padahal di bengkel Mas Joko pasti sudah ada pegawai yang menangani kerusakan motor. Tapi ini? Dia malah sengaja jauh-jauh ke sini untuk mencari suamiku. Maksudnya apa coba?

"Maaf, Mbak. Bukannya di bengkel udah ada Mas Toni sama Mas Deni, ya? Kok, Mbak pake repot-repot nyusulin ke sini segala?" tanyaku penuh selidik. Wajah Mbak Surti langsung terlihat tak enak. Sepertinya memang ada bibit-bibit ulat bulu di diri Mbak Surti ini.

"Itu, anu, em ... katanya pegawai Mas Joko gak bisa benerinnya, yang bisa benerin itu katanya cuma Mas Joko. Jadi, aku ke sini nyusulin."

Anehnya, perasaanku tetap merasa tak percaya dengan ucapan janda satu ini. Seperti mengada-ada.

Kalau memang mereka tak bisa membetulkan motornya, kenapa pakai suruh menyusul ke sini segala? Bukannya mereka ada ponsel. Kan, mereka bisa menghubungi Mas Joko langsung. Tak perlu lah janda satu ini datang ke rumah segala. Mana bajunya ketat sekali seperti bungkus kulit sosis. Sampai-sampai lekuk tubuhnya yang bohay itu terlihat sangat menonjol.

"Kenapa Mas Toni gak--"

"Eh, Dek Surti. Ada apa, kok sampe nyusulin ke sini segala? Motornya mogok lagi?" Belum juga selesai aku bicara, ternyata Mas Joko sudah menyusul bersama Ibu. Dan ... Mas Joko panggil dia apa? Dek? Dia panggil Mbak Lastri, Dek? Kurang asem! Kayaknya aku memang harus hati-hati. Jangan-jangan mereka ... Ah, aku takkan banyak bicara tapi akan kucari buktinya.

"Iya, Mas. Tolong benerin lagi, ya? Soalnya mau Surti pake nanti sore," ucapnya sambil membenarkan anak rambutnya ke belakang telinga dan tersenyum ke arah Mas Joko. Kecentilan sekali dia, pikirku.

"Siapa, Jok?" tanya Ibu penuh selidik.

"Ini, pelangganku di bengkel, Bu. Motornya langganan mogok, dan sering Joko benerin. Ya, udah ayo kita ke bengkel, Dek. Emm ... Bu, Joko pamit mau lanjut kerja lagi ke depan, ya? Ibu gak apa di tinggal dulu sama Lastri, kan?" pamit Mas Joko.

"Oh, ya, udah. Awas hati-hati kena ulat bulu kamu, Jok. Nanti gatel, " sindir Ibu pada Mbak Surti sambil mendelik.

Ibu kemudian mengajakku kembali ke dalam, "hati-hati kamu, Neng. Cewek tadi kayaknya ada niat gak bener sama suamimu," ucap Ibu sambil sedikit memperingatkan.

"Ck! Tenang aja, Bu. Kalo Mas Joko macem-macem, tinggal aku sunat aja itu burungnya dua kali. Biar tau rasa! Kalo suami pelit, sih, aku masih tahan. Tapi kalau suami selingkuh, aku gak bakalan kasih ampun!" ucapku berapi-api.

"Loh, emangnya Joko pelit gitu, sama kamu, Neng?"

Aku langsung menepuk jidatku pelan, "bu-bukan gitu maksudnya, Bu. Kan, Lastri bilang kalau itu. Emm ... Seandainya gitu maksud Lastri. Mas Joko baik, kok."

"Bener? Kamu gak lagi nyembunyiin sesuatu dari Ibu, kan?"

"Iya, Bu. Bener," ucapku meyakinkan.

"Oh, syukur kalo gitu. Eh, ngomong-ngomong, ini keresek isi belanjaan dari Ibu tadi kemana, Neng? Kok, gak ada?"

"Oh, emm ... itu ... tadi udah Lastri simpen, Bu." Bingung juga aku harus menjawab apa.

"Udah di simpen? Emang kamu simpen di mana? Kok, Ibu gak liat kamu ke dapur lagi dari tadi juga?"

"Aduuuhh ... itu, Bu. Em ... Aku ... Aku simpen di kolong ranjang," cicitku tak bisa berbohong lagi.

"Kolong ranjang? Loh? Kok, kamu simpen di kolong ranjang segala, Neng? Nanti ada tikus loh! Kenapa gak kamu simpen di bufet?"

Aduuuhhhh ... aku mesti jawab apa?? Gak mungkin kan kubilang sama ibu kalau di simpen di sana biar gak ketahuan sama Mas Joko? Bisa langsung di seret pulang ke rumah, aku!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status