Hampir saja Karan menabarak sesuatu di hadapannya, sejak tadi Eliza mengganggu Karan berkonsentrasi membawa mobil. Gadis ini beracau tidak karuan, saking terlalu sakit pendarahan yang terjadi kepadanya.Sepanjang perjalanan, dia terus meringis kesakitan. Dia terus menyalahkan Karan atas apa yang terjadi padanya. Rasa sakit akibat hubungan seksual yang tidak sehat dan sakit hatinya atas pengkhianatan yang dia lakukan.“Aku baik-baik saja, jangan bawa aku ke rumah sakit. Kita pulang saja, Karan.”“Tapi kamu pendarahan, jangan kamu...”Puk!Eliza melayangkan tangannya tepat di lengan kekar Karan. Sebelum Karan mengutarakan kalimat dan tuduhan gila, Eliza sudah memakinya lebih dulu.“Apa yang kamu pikirkan? Pendarahan karena keperawanan aku sudah berhasil kamu ambil? Dasar lelaki gila, tidak waras.”“Kenapa kamu terus mengatakan aku gila dan tidak waras. Jelas-jelas aku dalam keadaan warasa saat aku menikahimu, Eliza.”“Jika kamu lelaki yang sedang waras, tentu saja kamu tidak akan membia
Karan berbicara seolah dia tidak melakukan kasalahan apapun kepada Eliza. Dia tidak peduli meskipun istrinya akan marah terhadapnya atas kejujuran Karan tersebut. Dia juga sudah muak dengan kepalsuan hubungannya bersama Ryn.Meskipun Karan menyadari bahwa sebenarnya, dia akan menyakiti hari Eliza. Setelah Eliza mengetahui bahwa Karan memiliki hubungan denga Ryn, bukan hanya rekan kerja saja. Melainkan hubungan sepasang kekasih.Eliza mengagkat kepalanya, kali ini dia benar-benar memberanikan diri menghadap Karan dan menatapnya tajam. Dari sudut mata itu, Karan melihat kekecewaan dan kemarahan serta kepedihan yang ditunjukkan istrinya.“Karan, apa yang kamu katakan itu benar atau kamu hanya menguji perasaanku?”“Baiklah, El. Aku memang harus jujur padamu, bahwa aku dengan Ryn sudah menjalin hubungan satu bulan sebelum pernikahan kita. Aku menikah denganmu karena memang kita sudah menetapkan pernikahan. Jika aku membatalkannya, itu akan membuat reputasiku hancur, baik sebagai pengusaha
“Arrgghhhtttt!!!” pekik Eliza seraya menyentuh pelipisnya. Kepalanya terasa sakit setelah tertidur sejak sore tadi. Eliza tidak hentinya menangis, hingga dia tertidur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Karan belum juga kembali setelah pertikan dengannya tadi siang.Ingin sekali Eliza tidak peduli pada keadaan Karan saat ini. Akan tetapi, hati kecilnya masih terus mengkhawatirkan dirinya. Meskipun Karan meminta agar Eliza tidak peduli ke mana kepergiannya, tetap saja Eliza takut terjadi sesuatu dengannya.“Ke mana dia? Jam segini belum juga kembali. Apakah dia akan menghabiskan waktu hingga pagi seperti hari-hari sebelumnya? Sial. Kenapa aku begitu peduli pada lelaki yang jelas tidak peduli padaku.”Eliza menepis bayangan Karan, dia memilih untuk beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air minum ke lantai bawah. Eliza berjalan ke dapur perlahan, masih terasa begitu sakit luka dibagian organ intimnya itu.Saat Eliza sedang meneguk air segelas air minum, suara pintu diketuk
Hari-hari Eliza semakin tidak waras, dia bukan hanya harus menangis rasa sakit hati dan juga sakit akibat perbuatan Karan di atas ranjang. Kesehatan mental Eliza juga semakin terganggu. Dia harus menanggung banyak rasa yang tidak dipajami oleh orang lain.Setelah menikah, dunia Eliza hanyalah memenuhi hasrat suaminya tanpa penolakan. Namun, sejak malam itu Karan tidak lagi melampiaskan hasrat kepada Eliza. Entah apa yang terjadi, sehingga Karan membiarkan istrinya tanpa disentuh.“Apakah Karan masih melakukan tindakan seperti yang sering dia lakukan sebelumnya?” tanya Zoe siang itu saat keduanya menghabiskan waktu di sebuah kafe.Eliza mengangkat bahunya, “sudah lama dia tidak menyentuhku, entalah. Akan tetapi, itu sudah jauh lebih baik daripada aku menanggung rasa sakit akibat perbuatannya itu.”“Sudah kuduga, Eliza. Karan bukan lelaki baik, setiap ucapannya itu hanya sebuah kepalsuan untuk menarik simpatimu saja.”Zoe benar, Eliza sudah berhasil terpedaya oleh kebaikan Karan yang ny
Karan mengangkat semua barang-barang milik Eliza dan memasukan ke bagasi mobilnya. Sudah tidak ada lagi toleransi untuk Eliza, pernikahan ini harus benar-benar hancur. Meskipun berat hatinya meninggalkan rumah sang suami, terutama meninggalkan kenangan bersamanya. Akan tetapi, Eliza juga tidak ingin memaksakan Karan untuk tetap menampungnya di rumah itu. Padahal sudah jelas, bahwa Karan tidak menginginkan lagi istrinya. “Haruskah dengan cara begini hancurnya pernikahan kita, Karan? Apakah kita tidak bisa menyelesaikannya dengan baik-baik, Karan?” “Sejak awal sudah kukatakan bahwa aku ini menikahimu hanya untuk memenuhi janjiku padamu. Jika kamu tidak bisa bertahan dengan sikapku sekarang, lebih baik kamu pergi saja. Itu lebih baik daripada aku harus mendengarkan banyak tuntutan darimu." “Apa selama ini aku tidak pernah mengurusi dirimu atau tidak memenuhi kebutuhanmu, Karan? Aku lakukan semuanya meskipun aku sendiri enggan melakukan hal itu." “Tapi kamu lebih sibuk dengan duniamu
Dering ponsel Eliza berbunyi, ada panggilan masuk dari dr. Sean yang sejak tadi berusaha menghubunginya. Memang sebelumnya, Eliza sudah membuat janji temu untuk membicarakan mengenai kondisi kesehatannya.“Argghhttt!!!” pekik Eliza saat terbangun akibat dering ponselnya.“Apa yang terjadi? Aku di mana? Apakah aku...” Eliza melihat kesekeliling kamarnya, “oh tidak, aku masih di tempat yang sama,” ujarnya seraya bangkit dari ranjang.Ini sebuah mimpi buruk yang benar-benar membuat Eliza ketakutan. Beruntung saja, Karan tidak benar-benar akan memulangkannya. Tapi ke mana Eliza akan pulang? Rumah ibu angkatnya sudah tidak di tempat yang sama.Eliza sudah lama tinggal sendiri semenjak ibunya meninggal. Lalu ayahnya, entah ke mana dia pergi setelah melarikan diri bersama wanita itu. Seketika, bayangan masa lalu yang terjadi di tahun 1998 itu terbesit dalam ingatannya.“Mimpi buruk itu, Tuhan... kenapa terasa nyata bagiku,” pekik Eliza seraya menyapukan kedua tangan di wajahnya.Jakarta, 199
BRAK!!!!Karan memukul meja kantornya dengan sekuat tenaga. Amarahnya semakin besar, dia naik pitam setelah mendapatkan laporan bulanan perusahaannya. Hampir 50% uang perusahaan lenyap begitu saja, bahkan Ryn sebagai sekretarisnya tidak memberikan penjelasan apa pun kepadanya.Karan mulai kalut, hampor seluruh uangnya hilang tidak tahu ke mana. Dia tidak mengerti bahwa perusahaan yang di bangun dari nol akan hancur dalam waktu sekejam mata. Bahkan dia tidak mengerti siapa dalang dari semua yang terjadi.Semua karyawan tidak menunjukkan kecurigaan apa pun, mereka terlihat bersih dan tidak mungkin melakukan kecurangan. Entah satu di antaranya menyembunyikan wajah pengkhianat atau memang bukan orang dalam dalang sebenarnya.“Bagaimana mungkin kamu tidak mengetahui ke mana uang itu hilang, Ryn? Kamu sekretaris pribadiku dan semua urusan kantor ini ada di tanganmu. Tidak mungkin uang itu lenyap begitu saja tanpa sebab.”“Kenapa kamu jadi marah kepadaku? Apa kamu menuduhku melakukan kecuran
Entah sudah berapa tegukan wine yang di habiskan, Karan akhirnya memilih mengambil satu botol wine kecil untuk dia minum di rumah. Setelah perdebatannya dengan Leon usai, dia meninggalkannya begitu saja.Belum usai masalahnya di kantor, Ryn juga sulit dihubungi dan kini pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan dan pernyataan Leon mengenai Eliza. Gadis yang dia nikahi saat ini, tetapi dia khianati bahkan sebelum pernikahan.“Persetan! Semua orang tidak berguna bagiku, mereka hanya membuat beban saja. Tak ada satu pun yang dapat membantu menyelesaikan masalahku ini,” pekik Karan seraya berjalan menuju mobilnya yang di parkirkan di halaman kafe.Kondisi Karan tidak begitu parah, sehingga dia masih dapat mengendarai kendaraannya. Karan tidak begitu mabuk, hanya sedikit pusing dengan masalah yang sedang dihadapinya.Sepanjang perjalanan, dia terus saja memikirkan ucapan Leon mengenai Eliza. Dia tidak tahu apa yang dilakukannya benar atau salah, Karan sama sekali tidak pernah merasa bersalah ata