Share

Part 03

Zenobex Corporation

            “Tuan muda, waktunya makan siang,” ucap Matias.

            “Iya, sebentar lagi selesai,” ucap Sean sambil tetap memeriksa berkas-berkas yang ada di mejanya. Matias menyiapkan makanan yang akan di makan oleh Sean di meja. Makanan yang khusus di buatkan Chef cafe milik Naraya. Semenjak Sean tinggal berjauhan dengan Naraya, Naraya sering sekali mengingatkan masalah makan yang dimakan oleh Sean. Sampai-sampai Naraya menyuruh chef yang bekerja dengannya membuatkan makan siang untuk Sean setiap hari. Matias sering kali kena tegur karena Sean telat makan dan akhirnya jatuh sakit.

            Setelah sedikit lama menunggu Sean selesai memeriksa berkas-berkas yang ada di mejanya, akhirnya waktu makan siang pun tiba. Matias dan Sean makan bersama. Karena setiap Sean dikirim makanan dari resto Mamanya, selalu di kirim dua porsi makanan.

            “Apa habis makan siang ini kita rapat seluruh divisi perusahaan?” tanya Sean pada Matias yang masih menghabiskan makanannya

            “Iya Tuan muda, habis selesai jam makan siang rapatnya,” jawab Matias.

            “Oh, ya sudah kalau begitu. Minggu depan kosongkan waktuku selama tiga hari, karena aku ingin menjenguk Mama di San Fransisco,” ucap Sean. Sean berdiri dari tempat duduknya dan kembali ke meja kerjanya.

            “Baik Tuan muda, akan saya bicarakan dengan Livedor tentang pengosongan jadwal anda untuk akhir pekan,” ucap Matias dengan sopan. Meskipun Matias lebih tua dari Sean, Matias sangat menghormati Sean.

            ****

            “Udahlah Grey, berhenti sajalah kuliah. Semakin kesini biaya kuliah semakin mahal,” ucap Keren, teman kuliah Greysie.

            “Kalau gue mau berhenti, udah dari dulu Ker, sayangnya gue pingin kuliah gue tamat, dan bisa lulus dengan hasil yang memuaskan. Paling engga, gue bisa punya kehidupan yang lebih baik lagi,” ucap Greysie penuh dengan semangat.

            “Lo serius Grey?” tanya Keren tak percaya dengan jalan pikir Greysie.

            “Ya serius lha Ker, ditambah lagi gue hidup sendiri. Kalau bukan gue sendiri yang mikirin hidup gue, terus siapa lagi,” ucap Greysie dengan santai.

            “Lo hebat Grey, masih muda udah punya pikiran kayak gitu. Belum kesibukan kuliah, belum kesibukan kerja lo yang nuntut lo harus profesional.” Keren berdecak kagum dengan Greysie yang mau bekerja keras demi bisa kuliah dan mencukupi kehidupannya sehari-hari.

            “Oh iya Grey, nanti magang rencananya lo mau magang dimana?” tanya Keren pada Greysie.

            “Entahlah Ker, gue masih belum kepikiran soal hal itu, padahal sudah minggu depan harus di kumpulin permohonannya.” Greysie masih belum ada pandangan perusahaan sama sekali.

            “Lo sendiri mau ngajuin di perusahaan mana , Ker?” tanya Greysie pada Keren.

            “Paling ke perusahaan Om gue, Grey,” jawab Keren.

            Greysie menatap nanar ke depan, dengan pikiran-pikiran yang bersarang di benaknya. Ia tidak mempunyai kenalan sama sekali. Yang ia kenal cuma orang-orang cafe tempatnya bekerja dan teman-temannya kuliah. Kalau kampus yang mencarikan tempat magang masih mending, Greysie tak akan pusing seperti sekarang ini.

            ***

            Setelah jam makan siang telah usai, Sean bersiap-siap untuk rapat seluruh divisi perusahaan. Dengan gayanya yang santai dan tetap berwibawa, Sean berjalan menuju ruang meeting diikuti oleh Livedor dan Matias di belakangnya. Livedor membukakan pintu ruang meeting, dan Sean berjalan menuju ke dalam ruangan. Seluruh kepala divisi berdiri untuk menyambut Sean. Sean tersenyum hangat sangat ia duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.

            “Siang semuanya,” ucap Sean.

            “Siang Pak,” ucap para kepala divisi serentak. Meeting pun di mulai dengan laporan bulanan setiap divisi. Sean mendengarkan setiap laporan dengan sangat teliti. Setelah semuanya melaporkan hasil kerjanya selama satu bulan, Sean mulai mengambil alih meeting. Sean memberikan banyak terobosan-terobosan terbaru untuk meningkatkan kwalitas perusahaan. Semua kepala divisi berdecak kagum akan jalan pikir Sean yang sangat modern dan mengikuti trand teknologi sekarang. Dengan inovasi-inovasinya yang baru. Setelah mengemukakan gagasannya, Sean menutup acara meetingnya kali ini dengan hasil yang sangat memuaskan. Sean berdiri dari tempatnya dan berjalan keluar meninggalkan ruang meeting yang di ikuti oleh Livedor dan Matias di belakangnya.

            “Setelah ini aku ada jadwal lagi gak?” tanya Sean pada Livedor.

            “Tidak ada lagi Bos, cuma nanti sore ada pertemuan dengan Tuan Edward di cafe milik Nyonya Naraya,” ucap Livedor. Sean menganggukkan kepalanya.

            “Baiklah, aku pergi dulu kalau begitu,” ucap Sean meninggalkan Matias dan Livedor yang terheran-heran dengan tingkah Sean yang tidak seperti biasanya.

            “Apa perlu saya ikut Tuan muda,” ucap Matias.

            “Gak usah, aku pergi sendiri saja,” ucap Sean sambil berlalu masuk ke lift yang membawanya ke lantai bawah. Tak berselang lama, lift pun terbuka, Sean keluar dari lift dan berjalan menuju ke parkiran pribadinya. Sean membuka kunci mobilnya dan masuk ke bangku kemudi. Setelah menutup pintu mobilnya, Sean mulai melajukan mobilnya keluar dari pelataran perusahaan miliknya.

            Mobil melaju dengan kecepatan standar menuju ke jalanan saat ia bertemu dengan Greysie. Entah kenapa saat berada di dekat gadis yang ia temui tadi pagi, Sean merasa senang. Terlebih lagi saat mendengarnya bicara ketus padanya. Terdengar lucu dan menggemaskan, wajahnya yang cantik dan iris matanya yang berwarna hijau, membuat wajah Greysie semakin bersinar meskipun tanpa polesan di wajahnya.

            “Dia tadi bilang kalau dia kuliah di dekat sini,” ucap Sean sendiri. Sean mencari kampus yang dekat diwilayah itu. Sambil meilihat kiri kanan. Apa yang dicari Sean akhirnya ketemu. Gadis yang mencuri perhatiannya, sedang berjalan keluar dari kampusnya. Sean melihat dari dalam mobilnya. Ia merasa gadisnya sedang dirundung masalah. Karena ekspresi wajahnya yang tidak terlihat baik-baik saja. Sean mengerutkan dahi saat Greysie memasuki cafe milik sang Mama. Setelah agak lama menunggu Greysie masih belum keluar, Sean sedikit penasaran. Sean memarkirkan mobilnya di parkiran pengunjung, dan memasuki cafe dari pintu samping, mencari keberadaan Greysie. Sean saat berada di depan dapur, Sean mendengar obrolan Greysie dengan salah satu karyawan cafe.

            “Kenapa lo kelihatan murung Grey?” tanya Rav pada Greysie.

            “Lagi pusing mikirin tempat magang buat persyaratan aku wisuda, minggu depan surat permohonannya harus sudah jadi, dan dikirim ke perusahaan,” tutur Greysie dengan tetap memasang wajah murung.

            “Grey, bukannya Nyonya Naraya mempunyai cabang perusahaan disini, putranya juga, kenapa lo gak minta bantuan saja sama Nyonya Naraya,” ucap Rav memberi saran. Greysie menghela nafas kasar, karena tak semudah itu bisa masuk ke perusahaan besar, meskipun dia bekerja di cafe milik Miss. Naraya sendiri.

            “Tak semudah itu mendapatkan tempat magang, kalau tidak ada yang merekomendasikan. Mau minta tolong ke Miss. Naraya, seperti gue ini orang penting saja yang harus di bantu Miss. Naraya, aku saja cuma seorang Chef part time yang bekerja di cafe milik Miss. Naraya,” ucap Greysie dengan lemah. Sean yang mendengar obrolan Greysie, menyunggingkan senyum, karena paling tidak dia tahu kalau gadis yang mencuri perhatiannya bekerja di cafe milik sang Mama. Untuk membantu Greysie, Sean sudah memikirkan apa yang akan dia perbuat untuk mengatasi masalah Greysie. Paling tidak mengembalikan keceriaan Greysie kembali.

            Sean berjalan menuju ruangan pemilik cafe, ruangan kecil yang khusus di buat sang Mama untuk memeriksa laporan keuangan cafe dan beristirahat. Sean membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan yang di dominasi cat berwarna hijau muda, Sean duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut sambil memainkan Macbook miliknya. Mencoba mencari tahu nama panjang Greysie dari data pekerja di cafe milik sang Mama. Tak menunggu lama, Sean mendapatkan semua informasi yang ia butuhkan. Sean tersenyum menang akan hasil kerjanya.

            Nama: Greysie Natalie, lahir di Sattel, umur 21 tahun, bekerja di cafe Fidelidade no amor mulai umur 15 tahun saat masih bersekolah di tingkat atas, Greysie hidup sebatang kara. Mempunyai cerita tragis dalam hidupnya. Di buang keluarga sang ayah setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil saat di Whasington. Greysie kecil hidup sebatang kara di Manhattan. Nasib masih menolongnya, Greysie bertemu dengan Naraya saat ia sedang kelaparan. Berdiri tepat di depan cafe Fidelidade no amor. Karena rasa kasihan, Naraya menghampiri Greysie, mengajaknya ke dalam untuk makan. Sejak saat itu, Naraya membantu Greysie mencari kosan untuk tinggal dan menyekolahkan Greysie di tingkat atas. Greysie kecil tak ingin mempunyai hutang budi, jadi ia menawarkan diri untuk bekerja di cafe milik Naraya. Naraya menyetujui apa yang menjadi keputusan Greysie, yang terpenting untuk Naraya, Greysie bisa melanjutkan sekolah dan mendapatkan tempat tinggal yang layak. Sampai sekarang, Greysie bekerja pada Naraya, buat Greysie, Naraya adalah malaikat penolong untuknya.”

            Sean merasa sesak saat mengetahui kisah hidup Greysie, hatinya terketuk untuk bisa membantunya. Meskipun dia ada kesan yang kurang baik saat pertama bertemu dengan gadis yang sudah mencuri perhatiannya. Sean semakin penasaran dengan sosok Greysie. Ingin mengenalnya lebih dekat lagi.

            ****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status