Share

BAYANGAN MASA LALU

Sudah lama aku menunggu hasil dari interviewku tapi belum juga ada kabar sama sekali. Mungkin aku harus melanjutkan studiku saja di perguruan tinggi dan mungkin jurusan yang cocok buatku adalah psikologi. Entah mengapa aku sangat suka tentang psikologi manusia. Mungkin jurusan ini berguna untkku kedepannya.

Aku harus menyusun segala keperluanku untuk mendaftarkan diri di perguruan tinggi, semoga saja aku dapat diterima.

Sebelumnya aku harus cari tau tentang universitas yang akan masuki untuk mengetahui apakah aku dapat nyaman di universitas tersebut atau tidak, karena menurutku kenyamanan adalah hal yang penting agar aku betah untuk belajar di tempat itu.

*****

Malam ini senja kembali menyapaku penuh hangat, seolah senja itu akan memberiku kabar yang membuat aku senang atau malah sebaliknya. Tapi aku harap senja itu memngantarkan kabar baik untukku walau hanya sekali saja.

Aku menikmati keindahan senja itu dengan menyerupun teh jahe merah hangat agar badanku bisa sedikit hangat dari dinginnya cuaca ini.

Tak lama kemudian, aku teringat kembali oleh masa kelamku saat aku masih kecil. Spontan rasa sakitku kembali memuncak yang hingga pada akhirnya aku merasa ingin membalas mereka karena sudah membuangku ke jalanan hingga aku nyaris mati.

Aku tak peduli apapun alasannya yang penting mereka harus merasakan apa yang selama ini aku rasakan.

Mereka berfikir aku adalah anak pembawa sial dalam keluarga menurut mereka, tapi sangat jauh berbeda dengan seorang perawat yang aku panggil dengan panggilan ibu yang berfikir aku adalah seorang anak pembawa keberuntungan.

Bukannya aku membeda- bedakan mereka, tapi itulah perbedaan yang sangat nyata yang aku alami. Walaupun ia hanya seorang perawat yang pernah menolongku tapi paling tidak ia benar- benar memperlakukan ku layaknya anak sendiri.

Senja perlahan tenggelam dan kegelapan mulai datang menemaniku seperti biasanya. Kegelapan yang sangat begitu setia terhadapku saat pertama kali ibu meninggalkanku selama- lamanya untuk menghadap sang ilahi.

Aku duduk di sofa teras kamar ibuku dan melampiaskan kesedihan yang bercampur aduk dengan kepedihan dan amarahku selama ini dengan cara menangis. Mungkin saat ini hanya itu yang bisa aku lakukan. Sedih karena ibu meninggalkanku selama- lamanya, pedih dan marah ketika keluargaku sendiri yang membuangku ke jalanan hingga aku nyaris mati.

Aku menangis semampuku dan berbicara pada kegelapan berharap ada angina yang akan menyampaikan semua ini pada ibu. Aku butuh pelukan ibu saat hatiku sedang tak karuan agar aku bisa tenang. Tapi kini ibu sudah taka da di sampingku yang setiap saat ada untukku. Entah apa yang harus aku lakukan saat sendiri seperti ini aku seakan sangat lemah dan tak berdaya. apakah semua ini akan menguatkanku agar aku mampu berdiri di atas kaki ku sendiri atau aku harus menyerah pada kenyataan ini!

Tidak, aku tak boleh seperti ini, aku harus kuat. Itu amanah ibu kepadaku. Aku tak boleh menjadi wanita yang sangat lemah hanya karena masa lalu. Dari masa lalu mungkin aku dapat belajar untuk dapat tegar menghadapi segala yang aku hadapi dan jalani. Semua ini hanyalah sebuah hal yang akan membuatku bisa lebih dewasa jika aku dapat belajar dari rasa sakit, pedih dan amarahku. Aku harus bangkit dan berusaha menganggap semua ini adalah sebuah lelucon kehidupan.

Tapi, biar bagaimana pun juga saat ini aku benar- benar merasakan yang namanya keterpurukan. Orang yang selama ini menganggapku seperti anak kandungnya sendiri sudah tiada. Tak dapat kupungkiri setelah kematian ibu hanya kegelapan, kesunyian dan kehampaan yang setia menemaniku hingga saat ini.

Rasanya sangat sulit tapi itulah yang aku hadapi. Apapun itu aku sangat terpuruk dan ntah sampai kapan aku harus menikmatinya, akupun tak tau. Sebab aku mungkin sudah dinyamankan dengan apa yang selama ini menjadi ritualku, duduk di teras kamar ibu sambil berbicara dengan kegelapan dan berharap angin datang membawa rintihan hatiku untuk di sampaikan kepada ibu apa yang sedang aku rasakan dan alami tanpanya.

Kedengarannya memang aku sangat manja jika sama ibu, itulah aku. Dan memang ibu sangat memanjakan ku lebih dari seorang anak kandungnya sendiri. Oleh karena itu tanpa ibu aku sangat terpuruk seperti saat ini.

Aku terkadang berusaha untuk bangkit dari keterpurukan ku tapi ketika aku mengingat tentang masa laluku kembali aku mulai seperti ini lagi. Karena kekuatan ku terletak pada ibu yang selama ini menyelamatkan dan merawatku dengan sangat baik.

Angina malam yang begitu dingin dan malam yang dihiasi cahaya bintang di langit membuatku merenungkan tentang masa depanku, agar apa yang aku inginkan dengan mudah kudapatkan.

Tak terasa malam semakin larut, akupun masih di betahkan dengan suasana mala mini. Entah mengapa setiap malam tiba aku seperti ini, betah menatap langit malam dan menikmati hembusan demi hembusan angin yang hanya sekejap lewat untuk memastikanku baik- baik saja.

Aku memang tak punya teman, sebab aku tak suka berteman. Malampun ku anggap musuh ketika ia datang pertama kalinya. Dan memang aku tak pernah membuka diri untuk bergaul dengan siapa saja. Karena sejak ibi mengangkatku sebagai anaknya, ibu benar- benar menjagaku agar tak satupun ada orang yang bisa menyakitiku. Hingga sekarang aku sendiri tanpa teman, hanya kegelapan, kesunyian dan kehampaan yang setia datang menemaniku.

Akupun tak sadar jika tertidur menikmati malam ini. Ibu kembali datang mengelus kepalaku lalu tersenyum. Ibu memelukku begitu erat seakan ia tau aku sangat merindukan pelukan hangatnya yang penuh dengan ketulusan. Ibu tak berkata apapun kepadaku, ibu datang kedalam mimpiku hanya untuk tersenyum sambil memelukku sangat erat. Ketika aku terbangun, aku tak sanggup membendung air mataku yang keluar sangat deras membasahi pipiku ini. Semua seakan nyata, dan pelukan ibu sekan nyata kurasa. Bahkan aku masih merasakan sisa pelukan erat ibu di tubuhku ini. Mengapa ini sangat sulit untuk ku terima. Inilah alasan mengapa setiap malam aku merasa seperti ini.

Situasi ini menuntunku untuk terbiasa dalam kesendirian. Tanpa teman, keluarga dan tanpa ibu. Aku benar- benar sendiri. Apa yang harus aku lakukan? Sangat sulit rasanya ketika aku ingin bangkit, tapi keterpurukan selalu datang meyapaku. Jika aku seperti ini terus kapan aku bisa untuk bersikap dewasa!

Terkadang fikiran warasku datang membantuku untuk berfikir jernih tapi lebih banyak keterpurukan yang datang menyapaku untuk kembali merasakan hal- hal yang dapat membuatku sedih.

“Hufff… nyamuk ini sangat menggangku yang sedang bersedih.

Sebenarnya hidup ini sangat lucu, ibarat kata seperti seorang actor yang akan berganti peran apa saja dan kapan saja. ”Harusnya jika aku sangat muda untuk mengeluarkan air mata mengapa aku tak ikut main film saja untuk memerankan peran yang di berikan oleh sang sutradara.” Kataku dalam hati sambil menghibur diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status