Hari ini aku berencana untuk mencari sebuah lowongan pekerjaan di salah satu situs internet. Selang beberapa saat aku mencari lowongan kerja, akhirnya aku mendapatkan nya.
Aku mencoba untuk membuat persyaratan yang telah di tentukan oleh perusahaan tersebut dan kemudian mengantarkannya.
Saat hendak di interview, dari kejauhan aku melihat sosok lelaki yang sangat mirip dengan ayahku.
Aku melihat ayah yang sedang bergandengan tangan dengan seorang wanita muda.
Aku memutuskan untuk menghampiri nya dan bertanya mana ibu. Tapi, berhubung aku telah di panggil oleh resepsionis untuk di interview maka kesempatan untuk berkomunikasi setelah sekian lama dengan ayah gagal. Sepertinya ada sesuatu besar yang telah terjadi antara ayah dan ibu.
Ah sudahlah, aku harus konsen dengan interview ku yang pertama kali, aku tidak boleh membebankan pikiranku dengan hal lain. Bukankah mereka telah membuang ku ke jalanan waktu itu! Itu berarti mereka tak menganggap ku sama sekali, jadi untuk apa aku peduli terhadap mereka yang telah membuang ku.
*****
Ini kali pertama aku interview di salah satu perusahaan. Meski yang di butuhkan hanyalah seorang resepsionis tapi tak apa, sesuai dengan tamatan ku SMA.
Perasaanku sangat gugup dan nerfous. Tapi aku berusaha mengatasi kegugupanku. Semoga saja aku di terima bekerja di perusahaan ini. Jika tidak, mungkin aku akan melanjutkan studiku di perguruan tinggi sesuai keinginan ibu.
Setelah di interview, aku di suruh menunggu beberapa hari kedepan untuk hasil pertimbangan perusahaan. Apakah aku di terima untuk bekerja atau tidak.
Setelah urusan interview pekerjaan selesai, aku tidak peduli lagi dengan apa yang tadi ku lihat. Aku tetap fokus pada jalanku sendiri dan aku tak ingin ada hal lain yang menghalangi jalanku.
Aku harus tetap fokus untuk tetap berdiri tegar di atas kaki ku sendiri demi ibu. Karena ketulusan ibu yang telah mengantarkan ku hingga di titik ini. Aku harus bermasa bodoh dengan apa 6ang pernah menyakiti perasaan ku hingga hampir merenggut nyawaku sendiri.
*****
Ketika aku tiba di rumah, rasanya sungguh sangat berbeda. Dulu ketika ibu masih ada, saat aku pulang sekolah ibu selalu menyambut ku di depan pintu utama rumah. Namun kini hanya bayangan kenangan ibu yang menyambutku ketika aku baru saja masuk ke dalam rumah.
Hatiku mulai kembali sedih, tapi aku mengingat pesan ibu di dalam mimpiku. Aku tak boleh terpuruk terlalu dalam, aku harus tetap bangkit untuk mendapatkan apa yang aku inginkan dan di inginkan ibuku. Ibu tak suka melihat bersedih dalam keterpurukan. Ibu ingin aku bisa tetap tegar dan berdiri di atas kaki ku sendiri meski itu sulit tapi aku aku harus menghadapi nya karena ibu yakin aku pasti bisa melakukannya.
Karena pesan ibu itulah yang membuatku kembali tersadar. Jika bukan karena ketulusan ibu, mungkin aku tidak akan sampai di titik ini. Perjuangannya sangat luar biasa untukku dan aku akan membalasnya dengan membuatnya bangga padaku.
*****
Memang setiap apa yang aku lakukan semua bayangan tentang kenangan ibu masih sangat jelas kurasakan, tapi aku tak boleh kembali bersedih hanya karena kerinduan ku yang sangat mendalam.
Bagaimana pun caranya aku harus mengikhlaskan ibu. Mungkin Tuhan ingin melihat ku menjadi pribadi yang tetap tegar dan ikhlas dengan apa yang selama ini aku lalui.
Secara tidak langsung ibu mengajari ku tentang arti kehidupan yang sebenarnya. Walaupun mungkin awal aku sulit untuk menerima nya. Tapi seperti itulah yang memang harus di hadapi dan di jalani.
Karena memang kehidupan itu untuk di jalani bukan di ratapi.
Hari ini aku lebih memilih untuk seharian di dalam rumah saja sambil untuk mengumpulkan semangat yang sempat hilang.
Aku masuk di dalam kamar ibuku yang masih sangat kental dengan aroma parfum ibu. Setiap masuk di kamar ibu, rasanya air mata ini sulit di bendung. Tapi aku berusaha untuk menahan nya, aku tak ingin bersedih lagi karena ibu selalu bersamaku.
Aku berbaring di tempat tidur ibuku dan merasa seolah ibu berada di sampingku. Aku berusaha melawan kesedihan ku, aku harus membiasakan diriku tanpa sosok ibu. Aku harus yakin bahwa ibu masih selalu bersamaku meski aku tak melihatnya karena kini aku dan ibu berbeda alam.
Perlahan mataku sudah mulai terpejam seolah kepalaku di elus-elus oleh ibu. Aku tetap harus membiasakannya untuk melawan kesedihan yang ku rasa.
Hingga akhirnya aku benar-benar tertidur lelap. Dan kembali ibu terlihat di dalam mimpiku. Aku melihat diriku sedang tidur di pangkuan ibu dan ia terus menasehati ku agar aku benar-benar bisa menjadi orang yang hebat.
Tapi di saat aku terbangun tiba-tiba aku di kagetkan dengan masa laluku ketika keluarga ku sendiri membuangku di jalanan, rasa dendam ku terhadap mereka spontan memuncak. Dan aku berjanji pada diriku sendiri, suatu saat aku akan membalas penderitaan yang telah mereka berikan kepadaku. Pembalasan yang sangat kejam dan mereka tak akan pernah menduganya jika aku adalah anak yang telah mereka buang ke jalanan seperti sampah sehingga nyawaku sendiri hampir lenyap karena kedinginan dan kelaparan.
Suatu saat hal itu akan terjadi pada mereka, karena aku tak akan membiarkan nya hidup bahagia di atas penderitaan ku dulu.
Aku tak dapat melupakan semua itu, aku sebenarnya tidak ingin menyiksa mereka seperti mereka menyiksa ku dulu. Aku hanya ingin memberi pelajaran berharga untuk mereka, bahwa apa yang kau tanam itu pula yang akan kau petik hasilnya. Jadi bersiaplah jika bertemu denganku karena mereka tak akan menyangka dan menduga bahwa aku adalah Tere yang pernah mereka buang ke jalanan seperti sampah.
Sekarang aku benar-benar harus fokus dan menyiapkan segalanya. Karena sebentar lagi Tere bukanlah Tere yang lemah seperti dulu. Apapun akan aku hadapi dengan segenap keberanian yang ada padaku.
Aku harus mengubah hidupku sesuai yang di inginkan ibu. Dan aku harus menjadi seorang wanita yang pemberani dan tetap memiliki prinsip. Tanpa prinsip seorang wanita akan mudah menjadi permainan kehidupan apa lagi di mata seorang lelaki.
Karena seorang wanita akan memiliki nilai jika ia berani melawan dan berprinsip. Memiliki prinsip tidaklah muda apa lagi di usiaku yang masih sangat labil ini. Tapi aku berusaha semampu ku untuk yakin bahwa aku bisa melakukan semua itu dan aku tak boleh goyah karena sesuatu hal yang tak jelas. Hidup ini memang sulit jika kita mempersulit nya, dan hidup ini akan mudah jika kita tak memikirkan banyak hal yang tidak penting untuk masa depan diri kita. Karena hidup adalah sebuah permainan, kamu ingin menjadi pemain atau mainan.
Disisi lain Romi tak memiliki anak dari selingkuhan yang ia nikahi secara siri, dan kehidupannya pun kini semakin merosot. Romi dan selingkuhan nya kini hidup semakin sulit, di tambah lagi selingkuhan yang ia nikahi itu memiliki pria lain.Usaha mantan mertuakupun kian merosot dan orang kepercayaan Romi telah menggelapkan dana perusahaan lalu menghilang. Romi seakan gila akibat tak memiliki aset lagi sama sekali.Oleh sebab itu selingkuhan Romi yang ia nikahi kini berpaling karena Romi tak memiliki apa-apa lagi. Dan itu semua aku ketahui dari salah satu mantan karyawan Romi yang di pecat saat aku tak sengaja bertemu di sebuah swalayan ketika hendak berbelanja untuk kebutuhan putriku.Namu berbanding terbalik denganku, saat ini masalah materi bukan menjadi masalah utama dalam kehidupanku karena putriku memiliki rezeki yang bagus. Tapi yang menjadi masalah utamaku dalam kehidupanku adalah aku hanya takut putriku kecewa ter
Seiring berjalannya waktu tak terasa usia putriku sudah 5 tahun. Ia pun semakin menganggap bahwa dokter Pras adalah ayahnya, namun perasaan akan takut kekecewaan putriku terhadap ku semakin besar.Aku tak ingin putriku kecewa karena mengetahui bahwa dokter Pras sebenarnya hanyalah ayah angkatnya. Setelah Ki diskusikan kepada dokter Pras tentang hal ini, iapun menanggapi nya dengan santai. Entah apa yang ada di dalam pikiran dokter Pras ini.Hari demi hari telah terlewati, putriku begitu sangat manja terhadap dokter Pras yang ia anggap sebagai ayahnya yang sebenarnya.Aku tak ingin Karena hanya masalah ini justru putriku membenciku, aku tak ingin putriku menganggap bahwa aku telah membohongi nya. Bagaimana tidak putriku sangat pandai menjebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga.Di tambah lagi ketika putriku meminta untuk berfoto bersama dokter Pras dan denganku juga, memang sepeleh tapi itu
Hari demi hari aku kembali pulih dan dokter Pras tak pernah berubah sama sekali padaku meski aku tak lagi menjadi pasien nya. Dokter Pras makin intens berkunjung ke rumah untuk bermain sejenak bersama putriku. Bahkan dokter Pras memberi nama putriku dengan nama Ratu Wani. Aku tak menjadi masalah mengenai nama pemberian dokter Pras untuk putri ku, mungkin hal itu dapat mengobati kerinduan dokter Pras kepada sang istri yang di mana mereka berdua dulu sangat menginginkan anak. Dokter Pras memperlakukan Ratu layaknya sebagai anak sendiri, bahkan terkadang dokter Pras memenuhi segala keperluan Ratu meski akupun sudah menolaknya berkali-kali karena ketidak enakan ku pada dokter Pras, tapi tetap saja ia melakukannya dengan alasan itu adalah rejeki Ratu yang tak boleh di tolak. Dokter Pras tak ingin melewatkan tumbuh kembang Ratu sedikit pun, dokter Pras sudah sangat menyayangi Ratu layaknya anaknya
Setelah melewati perjuangan demi perjuangan, kini aku sudah menjadi seorang ibu. Rasa haru, bahagia, sedih bercampur jadi satu. Tepat tanggal 10 September pukul 05.00 pagi anak perempuan semata wayangku lahir dan ku beri nama ia Nur yang artinya cahaya, agar ia dapat menguatkan siapapun itu termasuk aku ibunya dengan cahaya yang ia miliki. Aku berharap dengan lahirnya Nur ke dunia yang kejam ini aku dapat kuat menghadapi ujian hidup yang silih berganti. Meski Romi saat ini benar-benar tak ada di sisiku lagi, paling tidak Nur adalah kekuatan ku saat ini. Aku berjuang dengan seorang diri untuk merawat dan membesarkan anak semata wayangku. Aku tak peduli lagi dengan apa yang di lakukan Romi terhadap ku. Penghianatan Romi yang selama ini ia berikan kepadaku, kini aku berusaha melupakan nya demi anakku. Aku tahu saat ini Romi sedang menikmati kebahagiaan nya bersama Desi, ta
Saat ini aku menunggu hari untuk melahirkan anak pertamaku dari Romi, aku harap dengan kesendirianku ini aku bisa tegar melewati proses persalinanku. Aku sudah tak tau lagi di mana keberadaan Romi, sepertinya ia sudah bahagia hidup bersama Desi dengan sebuah ikatan sakral.Aku pikir mungkin setelah aku melahirkan anakku aku akan mengurus gugatan cerai terhadap Romi agar aku tak merasakan kepedihan yang amat dalam lagi. Tak mengapa jika aku seorang diri membesarkan anakku, dan kelak ketika anakku dewasa ia akan tahu dengan sendirinya siapa ayahnya yang sebenarnya. Aku tak akan melarang Romi jika ia ingin menengok anak semata wayangku, karena biar bagaimanapun juga Romi tetap ayah kandungnya. Kecuali ia ingin mengambilnya dariku mungkin aku akan bertindak tegas, sebab aku akan mengurus hak asuh anakku.Semuan yang ku lalui tidaklah muda, banyak hal yang membuat air mataku jatuh berkali- kali meski aku berusaha untuk menahannya namun tetap juga
“Bu……. Ibu……… bangun bu…. Bangun……..”“Romiiiiii……………… ibu Rom…………….. ibu…………..”“Ibu meninggal…….. Rom…. Kamu di mana? cepat pulang…. Ibu meninggal…”Aku histeris melihat ibu meninggal ketika aku bersihkan badan ibu mertuaku. Aku menelpon Romi yang baru saja berangkat ke kantor, tapi Romi hanya membentakku di telpon. Ibu benar- benar meninggalkan aku dan meninggalkan kita semua.Romi benar- benar tak memiliki hati, hatinya sudah di butakan oleh Desi. Anak macam apa Romi ini, ibunya meninggal malah ia membentakku di telpon.Bukannya ia langsung pulang untuk mempersiapkan pemakaman ibunya, malah ia pergi bersama Desi dengan alasan ada pekerjaan penting