Share

SEBUT AKU KSATRIA SILUMAN ANJING
SEBUT AKU KSATRIA SILUMAN ANJING
Author: Novi Farnandes

Perebutan Mutiara Suci

Bab 1

"Hia!"

Teriakan perkelahian terdengar dari dalam hutan larangan di pagi itu.

Srekkk ...

Rojer melayangkan pedangnya ke arah Trisno. Mereka saling beradu kemampuan.

Srekkk ...

"Akh!" pedang Trisno mengenai wajah Rojer.

"Rasakan akibatnya kau, Rojer," ucap Trisno lelaki bertubuh ideal dan berwajah tampan itu.

"Cih!" Rojer berdecak sambil menyentuh pipinya karena luka tebasan milik pedang Trisno.

"Sekarang kembalikan mutiara itu, siluman anj*ng!" perintah Trisno kepada lelaki yang bukan manusia itu.

"Aku tidak akan pernah mengembalikannya padamu, karena dengan mutiara ini aku bisa menjadi penguasa," ungkap lelaki berambut emas dan berwajah layaknya artis barat ini.

"Sial*n, jika begitu mati saja, kau!" ujar Trisno.

Sret!

Trisno lari ke arah Rojer dan beradu pedang.

DOR ...

Suara tembakan berada tepat di belakang mereka.

Untuk sementara pertarungan mereka hentikan.

Mereka menoleh ke arah belakang dan mendapat seorang wanita berpakaian pendeta dengan penampilan yang berantakan dan tubuh di penuhi darah, tapi wajahnya tetap terlihat cantik.

"Hentikan semua ini, Rojer!" perintah Karent dengan mengacungkan pistol padanya.

"Sial*n kau pendeta, biad*p!" maki Rojer mengarahkan pedang padanya.

"Lelaki iblis, penghianat kau, seharusnya aku tidak menolong binat*ng seperti dirimu!" teriak Karent frustasi.

"Ha ha ha!" tawa Rojer pecah dan dia berkata, "Siapa suruh kau mempercayai ku?"

"Biad*p!" teriak Karent memakinya.

Karent menarik pelatuk dan...

DOR ...

Peluru di lepaskan dan mengarah pada Rojer, namun karena Rojer adalah siluman setengah anjing, dia bisa menghindari serangan peluru itu dengan mudah.

"Siluman kepar*t!" maki Karent.

"Percuma saja Karent, dia bisa menghindari peluru itu. Akan tetapi dia tidak akan bisa menghindari pedangku, karena aku telah melukai wajahnya!" Trisno beralih pada Rojer dan melihat wajahnya yang telah ia lukai.

Tetapi dia terkejut karena goresan luka pada wajah Rojer hilang dengan sendirinya.

"Bukan kah tadi aku melukai wajahmu, tapi kenapa sekarang lukanya tidak ada dan bekasnya pun, hilang?" tanya Trisno dengan keheranan.

"Ck ... Ck ..." Rojer berdecak. "Dasar manusia beg*, kau lupa siapa aku?"

"Kepar*t, puk*!" maki Trisno.

DOR ...

Peluru di lepaskan kembali oleh Karent, rupanya dia mengambil kesempatan saat Rojer tidak memperhatikan gerak-geriknya.

Tembakan Karent tepat mengenai dada Rojer membuat dirinya terlempar ke pohon beringin yang berada tepat di belakang mereka.

"Ugh, k-k-kau..." ucapnya terbata menahan sakit.

Karent tersenyum, namun hatinya hancur.

Dia begitu mencintai Rojer tapi laki-laki itu hanya memanfaatkannya.

Karent mendekat dan menatap wajah Rojer.

"Seharusnya, kau tidak melakukan hal bodoh," ucapnya.

Peluru itu berisi sebuah biji murni yang berfungsi untuk menyegel setengah siluman seperti Rojer.

Selama peluru itu masih tertancap, Rojer tidak akan pernah bisa terlepas dari pohon beringin itu.

"Sial*n," maki Rojer. "Akh!" teriaknya lalu setelah itu dirinya pingsan.

Karent tidak bisa menahan kesedihannya dan menangis sejadi-jadinya, lalu dia memeluk Rojer.

Trisno yang dapat merasakan kesedihan Karent turut prihatin.

"Tidak usah kau menangisi siluman jahan*m itu, Karent," ucapnya memaki Rojer.

"Aku begitu mencintainya, tapi kenapa di mengkhianati ku?" ucap Karent dengan air mata masih membasahi pipinya.

"Sudah lah! oh iya apa dia, mati?" tanya Trisno pada Karent tentang kondisi Rojer.

"Dia tidak mati, hanya saja dia telah tersegel di pohon beringin ini," jawabnya menjelaskan.

"Berarti dia akan hidup lagi, begitukah?" tanyanya lagi.

"Begitu lah, jika ada yang berhasil melepaskan peluru yang berisi biji murni ini, maka Rojer bisa hidup kembali," ungkapnya menjelaskan.

"Bod*h, kenapa tidak kau bunuh saja dia, Karent?" tanya Trisno setengah mengejek.

"Aku tidak sanggup untuk membunuhnya," katanya, "Lagi pula hanya seorang suci saja yang dapat membuka penyegelan ini,"

"Cih, rupanya kau masih menyimpan rasa padanya." Trisno berkata dengan sinis.

Karent tidak menanggapi perkataannya, dia hanya menoleh.

Karent ingin bergegas pergi, tapi sebelumnya dia memeluk dan mencium pipi Rojer untuk tanda perpisahan.

Lalu dia mengambil mutiara suci yang masih di genggam oleh Rojer.

"Kau yakin tidak ada yang tahu tentang penyegelan Rojer di sini?" tanya Trisno memastikan.

"Iya, karena selain kau dan aku tidak akan ada lagi yang berani masuk ke dalam hutan larangan ini," Karent berlalu dengan pundaknya yang terasa semakin sakit.

Trisno melirik sekilas ke arah Rojer dan setelah itu ia menyusul Karent.

"Lalu, kita mau ke mana?" Trisno bertanya dengan serius.

"Kita harus menemui adikku dan memintanya untuk mengamankan mutiara suci ini. Akan tetapi, jika aku mati, maka aku akan memintanya untuk membawa mutiara ini, bersamaku." Karent menjelaskan.

...

Dalam Ingatan Karent ...

Pagi itu Karent sedang membersihkan kuil yang sudah ia tempati sedari kecil.

Tok ... Tok ...

Terdengar ketukan pintu dari ruang depan kuil, lalu Karent menghentikan pekerjaannya dan berlalu menuju pintu depan.

Saat dia membuka pintu tampak Rojer sedang berdiri di dekat teras.

"Rojer?" Karent memanggil nama lelaki yang sudah ia kenal.

Rojer menoleh dan ia tersenyum, "Karent,"

"Silahkan masuk," ucap Karent mempersilahkan tamunya.

Rojer masuk dan Karent mempersilahkannya untuk duduk.

"Kau ingin minum apa? Es jeruk atau kopi?" tanya Karent menawari Rojer.

"Aku mau es jeruk saja," jawabnya.

"Ok sebentar yah." Karent berlalu menuju dapur untuk membuatkan minuman.

Rojer yang melihat Karent telah pergi mulai melakukan aksi dan niatannya.

Dia menggeledah semua laci, lemari, hingga kolong kursi dan meja untuk mencari suatu benda yang sudah lama ia incar.

Semua tempat dalam ruang tamu sudah dia cari, namun hasilnya nihil, dia tidak menemukan benda yang dia cari.

Rojer melihat ke arah Karent berjalan tadi menuju dapur.

"Hmm, sepertinya dia masih lama di dapur," gumamnya.

Dia kembali menjalankan aksinya, Rojer menuju kamar Karent.

KREK!

Suara pintu terdengar begitu jelas ketika Rojer membukanya, membuat dirinya was-was, takut saat tiba-tiba Karent muncul.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status