________ "Apa yang kamu katakan itu benar, Sayang?" Mas Haris mengelus rambut Mikhaila yang pastinya lembut itu. "Bundamu telponan?""Iya, Ayah." Jawab Mikhaila cepat."Mungkin kamu salah dengar, Sayang! Bunda memang tidak tidur. Tapi, bunda itu sibuk memomong adikmu yang rewel terus," Aku segera menyela, membuat anak sulungku menoleh dan memiringkan kepalanya."Kok bunda senyum-senyum?""Ya, biar Syahdan anteng, sayang." Belaku sambil segera menekan hidung mancungnya. "Khaila juga masih bayi seperti itu. Khaila tidak ingat, Ya?"Nampak wajah putri sulungku yang memang darah daging Mas Haris, berubah pias. Rupanya ia kalah telak. Heran, anak bau kencur sudah ikut campur urusan orang tua."Bundamu benar, Sayang. Mungkin karena semalam Khaila mimpi!"Penuturan Mas Haris membuat aku bisa menarik napas sebab merasa lega, ternyata Mas Haris tidak percaya dengan oc
"Nenek, Mikhaila mau bakso ikan!""Bukankah cucu nenek sudah makan cilok_""Mikhaila kasihan sama abang-abang penjualnya. Dari tadi teriak-teriak tapi tidak ada yang beli!" Rengeknya sambil menengadah.Huft! Kira ada apa, ternyata cuma mau beli dagangan laki-laki tua yang selalu mangkal disana. Mikhaila memang memiliki kebiasaan unik, yang mungkin turun dari ayahnya_Mas Haris. Terlalu berlebihan mengasihi orang, kadang-kadang ia memborong dagangannya tapi tidak di makan. Tapi, tidak apa-apa. Aku tidak susah cari uang sebab mengalir dari dua tempat. Suamiku dan dari selingkuhanku."Ya, sudah! Cucu nenek yang cantik, langsung pesan sama abang-abangnya ya, nenek ambil uang dulu!" Ibu mengusap pucuk kepala putriku, kemudian mendaratkan kecupan singkat di keningnya.Ah, kentara sekali dia pilih kasih pada kedua cucunya. Padahal Mikhaila dan Syahdan terlahir dari rahim yang sama meksipun dari benih yang berbed
______"Apa maksud mengembalikan Aline pada ibu, Nak Haris?" Ibu menatap menantunya dengan nanar. Dilepaskannya sendok yang sempat digunakan untuk menyuap.Dasar memang, ibu itu memang tidak tahu apa pura-pura saja ? Padahal jelas, kalau dikembalikan pada ibunya berati aku ditalak."Aline Marline Binti Kusnaidi, detik ini aku jatuhkan talak satu padamu," Dengan lantang kalimat itu terucap dari mulut Mas Haris. Tanpa, mengindahkan pertanyaan ibu sebelumnya. "Setelah ini, haram bagiku akan tubuhmu!""Astaghfirullah!"Ibu membekap mulutnya dengan refleks menggelengkan kepala. Sedangkan Mas Haris masih menunduk setelah lepas kalimat sehingga tak bisa kulihat bagaimana ekspresi wajahnya. "Apa yang membuat kamu melakukan ini, Nak?" Disela terisak, ibu masih berkenan berucap."Aku bukan laki-laki yang baik, Bu. Maka, aku lepaskan Aline agar ia mendapatkan laki-laki yang lebih pantas!"Ibu menengadah dan nampak cairan bening yang sudah berlinang di pipi itu terkena cahaya lampu. "Apa kamu su
_____________"Ayah?""Mikhaila?" Ibu berteriak keras dan menarik tubuh putriku yang sudah berdiri di depan mobil. Sebelumnya, putriku nekad mengigit lengan neneknya untuk menyusul Mas Haris karena telah masuk mobil yang nampak mengkilap."Ayah, jangan tinggalkan Khaila!" Putriku memukul-mukul jendela kendaraan roda empat itu, dan terus memanggil nama ayahnya yang tak satupun mendapatkan sahutan."Ayah?"Bukan menjawab atau setidaknya keluar dulu dan menenangkan buah hatinya. Kendaraan yang membawa Mas Haris Justru melaju dengan kecepatan sedang. Tanpa peduli pada sosok gadis kecil yang meraung di bawah cahaya lampu temaram.Aku hanya bisa menatap nanar pada mobil yang mulai hilang dari pandangan. Tanpa tahu apa yang harus aku lakukan. Mulut ini terasa Kelu dan mata pun tak bisa dicegah untuk tak menitikkan air mata. Mas Haris, selama ini ia nampak cuek dan seperti tidak tahu apa-apa. Namun, det
________"Tidak,""Kamu pasti sedang bercanda kan, Yang?" Aku memukul dada bidangnya untuk menafikan. Ini pasti prank, Risma tidak mungkin hamil."Aline, aku sungguh-sungguh!" Mas Romli mengunci lenganku, sehingga gerakannya dipaksa berhenti."Kamu tahu kan aku pernah mengatakan kalau Risma tidak mau punya anak sebelum keinginannya mendirikan butik tercapai?""Dan kemarin, dia sudah bulat untuk mewujudkan impiannya!" Lanjutnya yang bagiku seperti hantaman palu godam yang menghancurkan semua mimpiku hingga tak ada sisa."Kenapa ini seperti direncanakan, Yang? Kamu sengaja kan?" Aku berusaha menganggap ini hanya mimpi buruk di waktu tidur. Menyangkal, bahwa Mas Romli bukan laki-laki pengecut.Mas Romli menggeleng mendengar intimidasiku yang bersuara serak dan berat ini. Menyadarkanku bahwa ini bukan mimpi, melainkan sebuah kenyataan yang tak pernah aku dugakan.Tak
___________"Aku dengar kamu sedang sakit, Ris!""Aku hanya sedikit kelelahan, Mbak Aline." Tuturnya merespon basa basiku."Sekarang, mungkin harus banyak istirahat total demi menjaga calon buah hatiku,"Risma mengelus perutnya yang masih rata, wajahnya nampak pucat bahkan bibirnya pecah-pecah. Ia terbaring di atas ranjangnya yang mungkin tidak murah ini. Sedangkan aku, masih duduk dikursi sofa yang diletakan khusus di kamarnya yang luas nan mewah ini sambil terus memomong Syahdan. Meskipun pundak ini sudah pegal, tapi aku tidak bisa menunda Syahdan di rumah. Tidak ada asisten yang bisa kumintai bantuannya, bahkan sosok suami pun aku tak punya.Ya, aku sendirian sekarang. Benar-benar sengsara duniaku."Apa kau tidak mencurigai sesuatu, Risma?" tanyaku memberanikan diri setelah beberapa menit mengumpulkan kekuatan."Sesuatu apa maksudmu, Aline?" Ia menatapku dengan intens.
__________"Bagaimana, Mas? Apa menurutmu sudah bagus dekorasinya?" Sosok wanita berpenampilan seksi, duduk di sisiku."Mas, Hey!"Aku yang tengah menekan-nekan tutup pulpen tersadar saat ada lambaian tangan didepan wajahku. Segera kuusap wajah dan menoleh ke arah sosok yang mungkin sedari tadi memanggil-manggil namaku. Meletakkan kembali, pulpen yang semua kugunakan untuk corat-coret anggaran.Kutatap sekeliling yang keadaannya kini telah berubah. Wallpaper bergambar yang menempel di dinding menambah kesan hangat di ruangan ini. Bunga-bunga buatan yang diletakan di setiap penjuru, semakin memanjakan Indra penglihatan. Belum lagi, daun-daun beruntun yang dipasang di langit-langit tempat makan, semakin menyegarkan pemandangan."Bagaimana, Mas? Cocok kan dekorasinya!" Yumna memperagakan kedua tangannya seperti sales yang tengah mempromosikan produk."Cukup," Jawabku sambil mengacungkan kedua
POV HARIS 2_____________[ Aku hamil dan belum bisa bercerai dengan Mas Romli, Mas. ]Pesan masuk yang diiringi tiga emoticon sedih, membuatku tertegun. Jika Risma hamil anaknya Romli, kemungkinan kecil mereka bercerai. Meskipun, tidak sulit bagi Risma jika ingin mengugatnya. Wanita itu selain cantik terawat, juga berkarir yang membuat laki-laki mana pun akan tunduk padanya. Kecuali Romli, laki-laki itu terlalu bo-doh, lebih tergoda oleh istri tetangga mentang-mentang Aline di rumah sendirian. Jadi, bukan perkara sulit bagi Risma jika berpisah. Karena, dari yang kulihat laki-laki itu hanya ongkang-ongkang kaki, bahkan untuk uang pun kadang minjam sama istrinya. Risma selalu mengatakan, bahkan Romli jarang masuk ke tempat dimana ia bekerja. Dengan kata lain, pria pemalas dan tidak bertanggung jawab.Itu berati, laki-laki itu tidak mungkin menikahi Aline. Padahal, itu yang diharapkan aku dan Risma. Jika memang tidak bercerai dengan istrinya. Lantas, bagaimana perasaan Aline sekarang?