Share

4. PERTEMUAN

"Kenapa kamu bertanya padaku dengan pertanyaan yang mungkin kamu sudah tahu jawabannya?"

Perempuan itu pun terlihat jutek dan memalingkan pandangannya pada Rafri yang sudah menyelematkan nyawanya. Tidak. Dia tidak ingin diselamatkan. Mungkin karena itu dia terlihat jutek pada Rafri.

"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi padamu. Aku akan mengantarmu pulang. Di mana rumahmu?"

Rafri akan bersiap menjalankan mobilnya. Namun jawaban gadis itu membuat Rafri kebingungan.

"Aku tidak punya rumah."

"Maksud kamu?"

"Aku sudah tidak punya tujuan lagi. Maka dari itu buat apa aku hidup."

"Astaga..! Nyebut neng, bunuh diri itu dosa. Seberapa besar masalah kamu jangan pernah mati bunuh diri."

Gadis itu terdiam melihat jalanan yang mulai sepi dari kaca mobil. Rafri pun juga terdiam melihat gadis yang ada di sampingnya.

Entah dia mendengarkannya atau tidak, dia sudah menyelamatkan seseorang dari siksa api neraka.

Baginya, gadis itu lebih cantik dari mantan kekasihnya Ayu. Gadis itu juga tinggi. Rambutnya lurus sebahu. Ketika tersadar, Rafri kembali melihat ke arah depan dan menggelengkan kepalanya tidak ingin tertarik lagi dengan seorang gadis, setelah apa yang dialaminya tadi malam.

"Lalu, aku akan mengantarmu ke mana?"

Gadis itu tetap terdiam masih dengan posisi yang sama.

Rafri mengembuskan nafasnya. Dia juga tidak tentu arah. Tidak mungkin gadis ini akan dibawanya pulang ke rumah.

"Siapa namamu?"

"Harum."

Kali ini gadis itu mengeluarkan sepatah kata. Mungkin memang benar apa yang dialami gadis ini tidak sebanding apa yang sedang dialami oleh Rafri. Tapi memang semua masalah ada porsinya masing-masing, tergantung bagaimana seseorang menyikapi masalah itu.

Tiba-tiba saja perempuan itu mengendus-endus seperti mencium sesuatu. Dia mengendus sampai ke samping badan Rafri. Perbuatan gadis itu membuat Rafri bingung dan sedikit risih.

"Ada apa?"

"Kamu minum alkohol ya?"

Rafri pun dibuat kaget dengan perempuan itu. Penciumannya benar-benar sangat tajam.

"Bagaimana kamu tahu?"

"Kamu minum berapa botol? Baunya sangat menyengat."

Perempuan itu membuka setengah jendela mobil.

"Kenapa kamu ingin tahu? Bukannya itu bukan urusan kamu?"

Rafri pun membalas perlakuan gadis tadi. Dia juga terlihat jutek pada gadis tersebut.

"Memang ini bukan urusanku. Tapi kamu bilang tadi kamu juga sedang hancur kan? Jadi ini alasan kamu minum alkohol?"

"Ya."

"Kamu...?"

Gadis itu melihat Rafri dengan sedikit takut. Dia takut jika Rafri tiba-tiba melecehkannya dengan keadaan mabuk.

"Kamu tenang saja. Aku tidak benar-benar mabuk kok. Aku hanya ingin menenangkan diri saja. Lagian kadar alkohol hanya 1-5 persen."

Rafri seperti mengetahui apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Gadis yang awalnya ketakutan, kini berubah menjadi gadis yang menyenangkan.

"Memangnya kamu ada masalah apa? Apakah masalahmu juga sangat berat sepertiku?"

Gadis itu melihat Rafri dengan tatapan matanya yang juga merasakan kehancuran Rafri.

"Mungkin."

Rafri pun juga melihat gadis itu. Lagi-lagi mereka berpandangan. Namun kali ini mereka saling bertatap-tatapan.

Setelah keduanya sadar, mereka saling memalingkan wajah.

***

Sudah 30 menit dan waktu menunjukkan pukul 02.30 mereka masih berada di dalam mobil tidak tahu ke mana arah tujuan mereka.

"Jika kamu ingin, kamu bisa bercerita padaku tentang masalahmu. Aku akan menjadi pendengarmu."

Gadis itu menawarkan diri untuk mendengarkan cerita Rafri.

"Kamu yakin mau berbagi cerita denganku?"

Rafri takut jika gadis itu terlihat risih dengannya.

"Sudahlah, ceritakan saja. Jika tidak, aku akan pergi ke tengah jalan lagi."

Gadis itu sudah bersiap membuka pintu mobil.

Rafri pun langsung bergegas memegang tangan gadis itu jangan sampai dia nekat bunuh diri lagi.

"Iya. Iya... Aku akan menceritakan padamu!"

"Sebenarnya malam ini adalah malam lamaranku dengan kekasihku. Bukan. Tepatnya mantan kekasihku. Kukira aku akan bahagia, karena tepat di hari jadian kami yang ke-3. Tapi nyatanya, Dia menolakku. Dia selingkuh dengan seseorang. Entah aku pun tidak tahu dengan siapa dia selingkuh."

Rafri menceritakan pada gadis yang dia temui 30 menit lalu. Ada rasa lega di hati Rafri.

"Sungguh? Dia mencampakkan lelaki setampan kamu demi lelaki lain? Bodoh sekali sih dia. Setampan apa selingkuhannya sampai-sampai dia rela meninggalkan kamu?"

Gadis itu mengumpat mantan kekasih Rafri. Ayu.

"Aku bahkan sudah menjaganya untuk tidak berbuat zina saat pacaran. Tapi kamu tahu? Dia menyerahkan seluruh badannya pada laki-laki lain. Bodohnya lagi aku terlalu percaya dengannya. Semua yang dia minta aku berikan. Tas mahal, perhiasan, uang. Semuanya. Bodoh kan?"

Lagi-lagi Rafri menyalahkan dirinya  sendiri di hadapan Harum sambil memukul-mukul setir mobilnya.

Mata Harum kali ini melotot mendengar perkataan Rafri. Bahkan Harum menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Dia tidak percaya jika ada wanita seburuk itu. Setelah itu Harum melepaskan tangannya dan berbicara.

"Baguslah kamu meninggalkannya. Dia memang tidak pantas untuk dirimu yang terlalu baik. Aku yakin, Allah pasti akan memberikan seseorang yang lebih baik dari dia sebagai gantinya."

Harum menepuk bahu Rafri untuk menenangkannya.

"Pantas saja aku mencium aroma alkohol di dalam mobilmu. Jadi ini alasannya?"

Harum mendekatkan wajahnya pada Rafri. Entah apa maksudnya, tapi Rafri segera memalingkan wajahnya ke samping jendela. Beberapa detik kemudian Harum sudah kembali ke posisi duduknya semula.

"Bisa jadi. Apa kamu bilang? Allah akan ganti seseorang yang lebih baik dari dia? Aku percaya dengan Allah. Tapi aku tidak bisa percaya dengan orang lain lagi. Maaf!"

"Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk percaya orang lain lagi sekarang, tapi nanti, suatu saat, pasti kamu akan percaya lagi pada seseorang dan tidak akan pernah kamu lepaskan lagi."

Harum tersenyum menatap Rafri yang membuat matanya juga seakan ikut tersenyum membentuk bulan sabit.

Rafri pun terkejut pada sosok harum yang seakan menggodanya.

"Apakah kamu menggodaku?"

Harum terkejut dengan mata yang membulat.

"APPAA?"

"Ah tidak. Maafkan aku."

Rafri pun menyesali perkataannya. Dia takut jika gadis itu tersinggung, keluar dari mobilnya dan nekat bunuh diri lagi.

"Kenapa kamu berpikir aku menggodamu?"

"Tidak. Maafkan aku. Lagi pula kenapa kamu tersenyum seperti itu padaku?"

"Memangnya aku salah hanya tersenyum?"

Gadis itu pun bertingkah marah yang membuat Rafri salah tingkah.

"Astaga. Iya..Maaf nona!"

"Oh ya. Kita sudah lama berada di sini kenapa aku belum tahu nama kamu?"

Tersadar belum mengetahui nama Rafri, Harum pun tidak segan untuk menanyakan identitas Rafri.

"Baiklah. Namaku Aditya Rafri."

Dengan bangga Rafri mengenalkan dirinya pada Harum.

Harum seperti berpikir sejenak. Namun Rafri berpikir mungkin saja dia belum mengetahui jika Aditya Rafri adalah pewaris utama keluarga Aditya.

"Oh ya, kamu belum cerita padaku soal masalahmu. Kenapa kamu ingin bunuh diri?"

"Apakah kamu???"

"Kenapa? Apakah kamu tahu tentangku?"

Apakah Harum mengetahui keluarga Aditya? Apakah setelah ini dia akan menceritakan kisahnya pada Rafri?

-Bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status