"Kenapa kamu bertanya padaku dengan pertanyaan yang mungkin kamu sudah tahu jawabannya?"
Perempuan itu pun terlihat jutek dan memalingkan pandangannya pada Rafri yang sudah menyelematkan nyawanya. Tidak. Dia tidak ingin diselamatkan. Mungkin karena itu dia terlihat jutek pada Rafri."Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi padamu. Aku akan mengantarmu pulang. Di mana rumahmu?"Rafri akan bersiap menjalankan mobilnya. Namun jawaban gadis itu membuat Rafri kebingungan."Aku tidak punya rumah.""Maksud kamu?""Aku sudah tidak punya tujuan lagi. Maka dari itu buat apa aku hidup.""Astaga..! Nyebut neng, bunuh diri itu dosa. Seberapa besar masalah kamu jangan pernah mati bunuh diri."Gadis itu terdiam melihat jalanan yang mulai sepi dari kaca mobil. Rafri pun juga terdiam melihat gadis yang ada di sampingnya.Entah dia mendengarkannya atau tidak, dia sudah menyelamatkan seseorang dari siksa api neraka.Baginya, gadis itu lebih cantik dari mantan kekasihnya Ayu. Gadis itu juga tinggi. Rambutnya lurus sebahu. Ketika tersadar, Rafri kembali melihat ke arah depan dan menggelengkan kepalanya tidak ingin tertarik lagi dengan seorang gadis, setelah apa yang dialaminya tadi malam."Lalu, aku akan mengantarmu ke mana?"Gadis itu tetap terdiam masih dengan posisi yang sama.Rafri mengembuskan nafasnya. Dia juga tidak tentu arah. Tidak mungkin gadis ini akan dibawanya pulang ke rumah."Siapa namamu?""Harum."Kali ini gadis itu mengeluarkan sepatah kata. Mungkin memang benar apa yang dialami gadis ini tidak sebanding apa yang sedang dialami oleh Rafri. Tapi memang semua masalah ada porsinya masing-masing, tergantung bagaimana seseorang menyikapi masalah itu.Tiba-tiba saja perempuan itu mengendus-endus seperti mencium sesuatu. Dia mengendus sampai ke samping badan Rafri. Perbuatan gadis itu membuat Rafri bingung dan sedikit risih."Ada apa?""Kamu minum alkohol ya?"Rafri pun dibuat kaget dengan perempuan itu. Penciumannya benar-benar sangat tajam."Bagaimana kamu tahu?""Kamu minum berapa botol? Baunya sangat menyengat."Perempuan itu membuka setengah jendela mobil."Kenapa kamu ingin tahu? Bukannya itu bukan urusan kamu?"Rafri pun membalas perlakuan gadis tadi. Dia juga terlihat jutek pada gadis tersebut."Memang ini bukan urusanku. Tapi kamu bilang tadi kamu juga sedang hancur kan? Jadi ini alasan kamu minum alkohol?""Ya.""Kamu...?"Gadis itu melihat Rafri dengan sedikit takut. Dia takut jika Rafri tiba-tiba melecehkannya dengan keadaan mabuk."Kamu tenang saja. Aku tidak benar-benar mabuk kok. Aku hanya ingin menenangkan diri saja. Lagian kadar alkohol hanya 1-5 persen."Rafri seperti mengetahui apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Gadis yang awalnya ketakutan, kini berubah menjadi gadis yang menyenangkan."Memangnya kamu ada masalah apa? Apakah masalahmu juga sangat berat sepertiku?"Gadis itu melihat Rafri dengan tatapan matanya yang juga merasakan kehancuran Rafri."Mungkin."Rafri pun juga melihat gadis itu. Lagi-lagi mereka berpandangan. Namun kali ini mereka saling bertatap-tatapan.Setelah keduanya sadar, mereka saling memalingkan wajah.***Sudah 30 menit dan waktu menunjukkan pukul 02.30 mereka masih berada di dalam mobil tidak tahu ke mana arah tujuan mereka."Jika kamu ingin, kamu bisa bercerita padaku tentang masalahmu. Aku akan menjadi pendengarmu."Gadis itu menawarkan diri untuk mendengarkan cerita Rafri."Kamu yakin mau berbagi cerita denganku?"Rafri takut jika gadis itu terlihat risih dengannya."Sudahlah, ceritakan saja. Jika tidak, aku akan pergi ke tengah jalan lagi."Gadis itu sudah bersiap membuka pintu mobil.Rafri pun langsung bergegas memegang tangan gadis itu jangan sampai dia nekat bunuh diri lagi."Iya. Iya... Aku akan menceritakan padamu!""Sebenarnya malam ini adalah malam lamaranku dengan kekasihku. Bukan. Tepatnya mantan kekasihku. Kukira aku akan bahagia, karena tepat di hari jadian kami yang ke-3. Tapi nyatanya, Dia menolakku. Dia selingkuh dengan seseorang. Entah aku pun tidak tahu dengan siapa dia selingkuh."Rafri menceritakan pada gadis yang dia temui 30 menit lalu. Ada rasa lega di hati Rafri."Sungguh? Dia mencampakkan lelaki setampan kamu demi lelaki lain? Bodoh sekali sih dia. Setampan apa selingkuhannya sampai-sampai dia rela meninggalkan kamu?"Gadis itu mengumpat mantan kekasih Rafri. Ayu."Aku bahkan sudah menjaganya untuk tidak berbuat zina saat pacaran. Tapi kamu tahu? Dia menyerahkan seluruh badannya pada laki-laki lain. Bodohnya lagi aku terlalu percaya dengannya. Semua yang dia minta aku berikan. Tas mahal, perhiasan, uang. Semuanya. Bodoh kan?"Lagi-lagi Rafri menyalahkan dirinya sendiri di hadapan Harum sambil memukul-mukul setir mobilnya.Mata Harum kali ini melotot mendengar perkataan Rafri. Bahkan Harum menutup mulutnya dengan kedua tangannya.Dia tidak percaya jika ada wanita seburuk itu. Setelah itu Harum melepaskan tangannya dan berbicara."Baguslah kamu meninggalkannya. Dia memang tidak pantas untuk dirimu yang terlalu baik. Aku yakin, Allah pasti akan memberikan seseorang yang lebih baik dari dia sebagai gantinya."Harum menepuk bahu Rafri untuk menenangkannya."Pantas saja aku mencium aroma alkohol di dalam mobilmu. Jadi ini alasannya?"Harum mendekatkan wajahnya pada Rafri. Entah apa maksudnya, tapi Rafri segera memalingkan wajahnya ke samping jendela. Beberapa detik kemudian Harum sudah kembali ke posisi duduknya semula."Bisa jadi. Apa kamu bilang? Allah akan ganti seseorang yang lebih baik dari dia? Aku percaya dengan Allah. Tapi aku tidak bisa percaya dengan orang lain lagi. Maaf!""Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk percaya orang lain lagi sekarang, tapi nanti, suatu saat, pasti kamu akan percaya lagi pada seseorang dan tidak akan pernah kamu lepaskan lagi."Harum tersenyum menatap Rafri yang membuat matanya juga seakan ikut tersenyum membentuk bulan sabit.Rafri pun terkejut pada sosok harum yang seakan menggodanya."Apakah kamu menggodaku?"Harum terkejut dengan mata yang membulat."APPAA?""Ah tidak. Maafkan aku."Rafri pun menyesali perkataannya. Dia takut jika gadis itu tersinggung, keluar dari mobilnya dan nekat bunuh diri lagi."Kenapa kamu berpikir aku menggodamu?""Tidak. Maafkan aku. Lagi pula kenapa kamu tersenyum seperti itu padaku?""Memangnya aku salah hanya tersenyum?"Gadis itu pun bertingkah marah yang membuat Rafri salah tingkah."Astaga. Iya..Maaf nona!""Oh ya. Kita sudah lama berada di sini kenapa aku belum tahu nama kamu?"Tersadar belum mengetahui nama Rafri, Harum pun tidak segan untuk menanyakan identitas Rafri."Baiklah. Namaku Aditya Rafri."Dengan bangga Rafri mengenalkan dirinya pada Harum.Harum seperti berpikir sejenak. Namun Rafri berpikir mungkin saja dia belum mengetahui jika Aditya Rafri adalah pewaris utama keluarga Aditya."Oh ya, kamu belum cerita padaku soal masalahmu. Kenapa kamu ingin bunuh diri?""Apakah kamu???""Kenapa? Apakah kamu tahu tentangku?"Apakah Harum mengetahui keluarga Aditya? Apakah setelah ini dia akan menceritakan kisahnya pada Rafri?-Bersambung-Harum menatap Rafri penuh penasaran."Memangnya kamu siapa?"Rafri pun bernapas lega karena gadis ini tidak mengetahui identitasnya sebagai pewaris utama keluarga Aditya."Bukan. Aku bukan siapa-siapa kok. Aku menjadi penasaran dengan kisahmu sampai kamu nekat mau bunuh diri?""Oh soal itu, aku... Aku sebenarnya tidak tahu akan pergi ke mana. 1 tahun yang lalu aku mengalami kecelakaan tabrak lari yang membuatku amnesia dan tulang kakiku patah. Pada saat itu, dokter yang menanganiku membawaku ke rumahnya dan aku dirawat di sana sampai sembuh. Ketika aku sembuh dari amnesia, aku mencari orang tuaku. Tapi ternyata mereka sudah pindah rumah. Lalu aku kembali ke rumah dokter itu, ternyata istri dokter itu menuduhku menggoda suaminya. Sekarang aku tidak tahu lagi akan pergi ke mana."Rafri pun mendengarkan Harum dengan serius. Ternyata masalahnya begitu rumit yang jika di hadapi Rafri belum mungkin Rafri juga akan sekuat Harum."Pada saat itu apakah kamu tidak membawa identitas? Kenapa sampa
Pria paruh baya yang mengenakan jas hitam itu pulang ke rumah dengan raut wajah yang terlihat sangat emosi. Dia mendorong pintu rumahnya sehingga pintu terbuka lebar.Nampak seorang wanita paruh baya yang berada di kamar lantai atas terkejut saat mendengar suara pintu terbuka. Dengan langkah yang tergesa-gesa, wanita itu berjalan menuju lantai bawah."Papa tumben sudah pulang?"Wanita itu tidak mengira jika yang membuka pintu adalah suaminya. "Mama sudah lihat kelakuan Rafri hari ini?"Sambil berdiri dan melonggarkan dasinya, alih-alih menjawab pertanyaan dari istrinya, suami wanita yang biasa disebut juga papa dari ahli waris Rafri Aditya justru mengatakan hal yang tidak dimengerti oleh istrinya.Seketika itu datang seorang lelaki dewasa tampan yang terlihat sangat berantakan dengan rambut yang acak-acakan."Siapa gadis itu?"Tanya papa Rafri pada pemuda tampan dengan sorot mata yang tajam. Mendesak agar putranya berkata jujur mengenai perempuan yang dilihatnya di video memalukan itu
Matahari sudah tenggelam beberapa jam yang lalu dan langit pun menggelap sepenuhnya. Rumah megah itu tampak sepi karena waktu sudah menunjukkan tengah malam. Semua lampu sudah dimatikan dan hanya menyisakan lampu ruang keluarga yang terlihat remang. Seorang pemuda yang tak lain adalah Rafri, mencoba memejamkan matanya untuk tidur dalam mimpi indah. Berbagai posisi tidur sudah dicobanya, namun dia tidak juga bisa tenang apalagi terlelap. Padahal tubuh dan jiwanya sudah sangat lelah menjalani hari ini.Rafri pun mencoba keluar kamar untuk menenangkan dirinya. Dalam suasana yang sunyi, dia berjalan pelan-pelan seperti pencuri di rumahnya sendiri. Seketika, Rafri melihat kunci motornya yang tergeletak di meja ruang tengah. Dengan hati-hati dia mengambilnya agar tidak terdengar oleh penghuni rumah yang sedang terlelap.Hingga tiba-tiba saja ada yang menyalakan lampu ruangan tengah. Ruangan yang tadinya gelap kini menjadi lebih terang, hingga menampilkan sosok wanita paruh baya yang berdiri
Darah dalam diri Rafri menjadi naik seakan ingin sekali menghajar preman jalanan yang sombong itu. Dia benar-benar membenci hari ini. Di saat mamanya sudah tidak percaya lagi dengan dirinya, membuatnya lupa dengan yang namanya sabar.Keempat preman jalanan malah menertawakan seperti mengejek Rafri yang masih tersungkur di aspal.Tidak terima dihina, Rafri pun bangkit dari posisinya. Kedua tangannya mengepal dengan sangat kuat yang siap akan menghabisi preman jalanan itu.Posisi Rafri dan keempat preman jalanan itu saling berhadapan dengan semua pasang sorot mata menatapnya tajam. Rafri ingin melihat sejauh mana kehebatan orang yang katanya raja jalanan itu.Angin malam yang dingin, membuat sekelebat bayangan pria yang bersama Ayu di kamar hotel. Rasa sakit yang belum terobati, ditambah lagi dengan masalah video amatir yang membuat keluarganya tidak percaya lagi dengannya.Tanpa peringatan apapun, Rafri langsung melangkah maju lalu menonjok wajah pria yang bertato perisai yang membuatn
"Dia mabuk bro. Kelihatannya sedang ada masalah."Andi dan Gilang menatap anggota geng motor yang mengetahui jika Rafri mempunyai masalah yang tidak bisa dia selesaikan sendiri. Mereka baru kali ini melihat Rafri berada di bar dengan wajah babak belur bersamaan dengan anggota geng motor."Stop Raf, jangan meminumnya lagi. Itu tidak baik. Kamu akan sakit nanti."Gilang menarik tangan Rafri untuk mengajaknya pergi dari tempat maksiat itu. Rafri menepis tangan gilang dan malah meneguk segelas wisky yang berada di hadapannya."Ayolah kak kita minum bersama dan bersenang-senang."Para anggota geng motor itu tertawa yang diikuti oleh Rafri, seakan sang ahli waris sudah tidak memiliki beban yang dirasakan lagi.Andi dan Gilang akhirnya duduk bersebelahan dengan Rafri yang berhadapan dengan anggota geng motor."Minumlah bro."Salah satu anggota geng motor itu menyodorkan sebuah gelas kecil yang berisi wisky pada Andi dan gilang. Namun mereka menolaknya dengan halus."Kalian siapa? kenapa bisa
"Raf? Apa yang kamu bicarakan!" Teriak Andi tidak mengerti maksud Rafri yang menyuruh geng motor mencari seseorang lewat cctv."Kak. Ayu selingkuh dengan pria itu!. Makanya aku pengen tahu siapa selingkuhannya dia." Tanpa sadar, Rafri meneriaki kedua pria tampan yang berada di hadapan wajahnya hanya karena Ayu.Gilang memicingkan matanya dan sedikit berpikir tentang hubungan Rafri dan Ayu. Dia tidak mengerti kenapa Rafri sangat bucin dengan seorang wanita yang bernama Ayu. "Apa kamu tidak curiga dengan Bayu, kakakmu sendiri?"Rafri yang mendengar kakaknya disebut, spontan saja membuka lebar matanya tidak percaya Gilang bisa menuduh kakaknya berselingkuh dengan Ayu. Namun kenyataan itulah yang sebenarnya terjadi."Maksud kak Gilang apa menuduh kak Bayu selingkuh dengan Ayu?""Jika kenyataan itu benar, apa yang akan kamu lakukan Raf?"Andi mencoba meyakinkan Rafri jika kebenaran terungkap apa yang akan dilakukan Rafri untuk kakak kandungnya yang telah tega mengkhianati dirinya.Andi d
Rafri dan bi Ijah menoleh bersama ke arah sumber suara. Mereka berdua mondar-mandir mencari dan memikirkan di mana Rafri akan bersembunyi. "Den.. Sembunyi den."Bi Ijah mendorong-dorong tubuh Rafri menyuruhnya untuk bersembunyi, tetapi dia sendiri tidak tahu di mana tempat yang aman untuk menyembunyikan majikannya di dapur.Rafri yang juga kebingungan melihat bi Ijah yang antusias terhadap dirinya. Rafri mengangkat tangan dan bahunya secara bersamaan bingung di mana dia akan bersembunyi."Den. Di sini den. Semoga aman."Bi Ijah langsung mendorong tubuh Rafri untuk bersembunyi di balik tembok yang tidak terlihat dari arah depan."Bi, ada apa?"Tiba-tiba saja mama Rafri sudah berada di dapur melihat bi Ijah yang sedang menyembunyikan Rafri."Tikus nyonya, ada tikus."Bi Ijah langsung berteriak ketika melihat mama Rafri masuk ke dalam dapur. Bi Ijah berpura-pura melihat ke arah bawah kompor dengan menggunakan pisaunya. Dia menunjukkan jika di bawah kompor ada tikus yang sedang berkeliar
Bibi berjalan perlahan menuju lantai atas. Setelah sampai di ujung tangga bagian atas, tatapan matanya lurus ke arah pintu bercat coklat yang di dalamnya ada seorang pria tampan sedang tertidur nyenyak.Took....took....took.....!Bibi mengetuk pintu dengan perlahan."Deen....! Den Rafri. Bangun den..!"Bibi berteriak memanggil Rafri, namun tidak ada jawaban dari dalam. Sekali lagi bibi mengetuk pintu dengan keras.Tookkk...tookk...tookk..!Bibi mencoba menempelkan telinganya di pintu berharap mendengar Rafri bangun dan membuka pintu. Namun lagi-lagi bibi tak mendengar suara dari dalam."Tookk....toookkk...!""Deeen...! Bangun deeen...!"Kini bibi sudah menyerah membangunkan pria tampan itu dengan cara mengetuk pintu. Akhirnya bibi memutar knop pintu dan membuka pintu kamar Rafri. Untung saja pintu kamar tidak dikunci.Bibi masuk kamar dan mendapati pria tampan itu sedang berbaring miring ke kanan di alam mimpinya dengan berselimut putih yang menutupi seluruh badannya. Hanya mata indah