Share

9. Kenyamanan baru

Tak terasa Sari sudah menginap dua hari dirumah Wina, rencananya sore sekarang pulang kerumah, setelah berpamitan dengan kedua orangtua Wina, Sari bergegas untuk pulang diantar Wina sampai depan mobilnya, Sebenarnya Wina menahan Sari untuk pulang dulu, biar makan bareng keluarganya terlebih dahulu dan pulang nanti sehabis magrib saja, tapi Sari menolak karena Sari ingin segera pulang dan tidur sepuasnya.

Dua hari ini memang Sari dan Wina kurang tidur karena mengerjakan proposal sampai larut malam, fikirnya juga tidak enak sama kedua orangtua Wina kalau Sari ingin tidur seharian, tempat ternyaman, ya kamarnya sendiri.

Sari melajukan mobil toyota yarisnya menuju jalan besar, masih jauh untuk sampai rumahnya, mobilnya tiba - tiba  mogok, berkali - kali Sari menstarer mobilnya tapi tidak mau menyala, Sari mencari tas miliknya, untuk mengambil HP dan menelpon Wina, agar Wina menyusulnya, tapi yang Sari cari ternyata tidak ada dimobilnya, padahal dompet dan HP nya ada di tasnya, Sari mulai panik, akhirnya keluar dari mobil.

Fikirnya, biarlah mobil tinggal disini saja nanti orang bengkel yang mengambil dan dia naik mobil umum saja, ongkosnya bisa dibayar dirumah.

Sari sudah berdiri di samping mobilnya selama sepuluh menit tapi tidak ada mobil umum yang melintas didepannya.

Gumannya. "Sial, apes banget hari ini, tahu begini mending dengerin Wina untuk pulang habis magrib."

Sari berbicara sendiri, menyalahkan dirinya, yang tidak nurutin permintaan Wina untuk jangan pulang dulu, saking buru - burunya ingin sampai dirumah dan tidur sepuasnya, yang ada sekarang mobilnya mogok.

Sari kembali masuk kemobilnya dan mencoba menghidupkan lagi mobilnya, tapi tetap tidak mau menyala, karena kegerahan, Sari keluar dari mobilnya, siapa tahu mobil umum akan melintas, Sari menunduk dan menghela napas panjang terasa letih sekali, kenapa semua ini harus terjadi, fikirnya.

Motor yamaha Nmax melintas didepan sari yang sedang menunduk, merasa mengenal siapa yang menunduk pengendara motor tersebut putar balik menuju Sari.

"Sari...sedang apa disini." tanya Angkasa.

Mendengar namanya disebut, Sari menengadah dan melihat siapa yang menyebut namanya.

"Angkasa..." pekik Sari.

Angkasa memarkirkan motornya, tepat didepan mobil Sari, dan turun menghampiri Sari.

"Sedang apa disini sendirian," sapa Angkasa.

"Mobilku mogok, mana dompet dan HP ketinggalan dirumah Wina."

Sebenarnya Angkasa ingin membantu memperbaiki mobil Sari, tapi Angkasa benar - benar tidak mengerti soal mesin mobil, sehingga Angkasa menawarkan diri untuk mengantar Sari pulang dan menyarankan mobilnya untuk orang bengkel mengambilnya kesini.

Setelah Angkasa menelpon bengkel temannya yang berada di jalan jakarta, Angkasa mengajak Sari untuk naik kemotornya.

Sebenarnya Sari ingin menolak tawaran Angkasa, tapi difikir lagi, hari sudah semakin gelap, pasti takut sendirian di pinggir jalan, mana dari tadi tidak ada mobil umum melintas, akhirnya Sari menyetujuinya, membiarkan Angkasa mengantar kerumahnya.

Diperjalanan menuju rumah, Sari tidak bicara sepatah katapun, karena memang bingung apa yang harus dibicarakan.

Awan semakin menghitam, kilat cahaya terlihat dilangit yang kelam, hujanpun turun membasahi bumi, Angkasa meminggirkan motornya kwsamping jalan, untuk berhenti dan berteduh, karena tidak mungkin dalam cuaca seperti ini memaksakan untuk terus berkendara.

"Kita berteduh dulu, ya, karena tidak mungkin terus berkendara."

"Iya," jawab Sari singkat.

Fikiran Sari sudah kemana - mana, merasa menyesal juga karena menolak tawaran Wina, sudah mobil mogok, dompet dan HP tertinggal ditambah skerang hujan deras, mana perut sudah terasa lapar.

Malunya lagi perut tidak bisa dikontrol, terdengar bunyi perut Sari, membuat reflek tangan sari memegang perut, tanpa disadari Sari, Angkasa mendengarnya dan tersenyum.

Angkasa yang memang sangat tahu memperlakukan wanita dengan baik dan tanpa menyinggung, Angkasa menoleh Sari, seraya berkata. "Sari saya lapar, kita makan dulu saja ya, sampai menunggu hujan reda."

Sari menatap Angkasa, benaknya berkata, kenapa bisa samaan lapar, tapi bagus deh jadi aku gak usah mengajaknya makan duluan, malu juga, gak megang uang sama sekali, nahan lapar sampai hujan reda, bisa - bisa pingsan dijalan.

Angkasa bertanya sekali lagi, karena Sari tidak merespon ajakannya. "Gimana, mau tidak?"

"Iya, ayo, makan dimana? tapi uangku kan ketinggalan."

"Aku yang traktir, jangan menolak, tapi makan seadanya saja ya, namanya dipinggir jalan, jauh dari cafe apalagi restoran."

"Dimana saja sama kok, makan pakai nasi," timpal Sari.

Angkasa membalas dengan tersenyum.

Angkasa menunjuk Kedai pinggir jalan yang menyajikan hidangan sunda, yang memang tidak terlalu jauh dari tempatnya berteduh, karena hujan yang masih deras tidak mungkin harus mencari tempat makan lainnya.

"Kita kesana ya?" ucap Angkasa.

"Motor kamu gimana."

"Tidak usah mikirin motor, dia tidak akan kemana - mana, sekarang fikirin perut saja dulu," canda Angkasa.

"Ih orang serius nanya," dengan wajah yang serius menatap Angkasa.

Angkasa malah tertawa melihat tatapan Sari, yang dirasa lucu baginya.

"Saya juga serius, Sari..."

Angkasa langsung menarik tangan Sari dan menggenggam dengan erat untuk berlari menuju kedai, anehnya Sari tidak menolak, saat tangannya digenggam oleh Angkasa, entah karena lapar jadi menurut saja, atau karena Angkasa yang tiba - tiba menarik tangannya membuatnya tidak bisa menghindar.

"Akhirnya kita bisa makan juga," ucap Angkasa setelah masuk kesalam kedai, dan langsung meminta menu kepada pelayan kedai.

Sari yang masih kaget karena tangannya digenggam Angkasa, mencoba menetralkan dirinya untuk tidak marah, mencoba berfikir positif, mungkin Angkasa melakukan itu karena sudah lapar, agar cepat sampai akhirnya menarik dan menggenggam tangannya

"Sari, kamu kenapa?"

"eh, emang aku kenapa," menjawab sekenanya, karena memang fikirannya sedang tidak karuan, memikirkan Angkasa yang begitu spontannya menggenggam tangannya, tanpa bertanya lebih dulu kepada pemilik tangan, mau apa tidaknya diperlakukan seperti itu.

Melihat Sari yang diam, Angkasa menyadari kalau tindakannya yang spontan tadi membuat Sari risih.

"Sari, Maaf ya, saya tadi bersikap lancang, saya tidak ada niat buruk sama sekali, maksud saya menggenggam tangan kamu dan langsung berlari, agar kita cepat sampai sini, karena tidak mungkinkan kiya jalan santai dalam kondisi hujan deras, yang ada sampai sini kita basah kuyup, sekali lagi maaf, ya."

"Iya, gak apa - apa kok, mungkin aku kaget saja, ya sudah forget saja, sekarang kita makan saja.

Akhirnya merekapun menikmati hidangan kedai, terasa sangat nikmat sekali, dengan cuaca hujan dan perut yang memang sudah kelaparan, sampai makan sangat lahap.

Sari yang sudah selesai duluan, kembali menikmati wedangan jahe, terasa melegakan ditenggorokannya, sari menatap Angkasa yang duduk didepannya yang masih menikmati makanannya dan berkata. "Terimaksih sudah mentraktir aku makan, mana tempat dan makanannya enak - enak."

"Iya, sama - sama, oh iya tadi kamu sebenarnya mau kemana," tanya Angkasa.

"Mau pulang habis dari rumahnya Wina, bodohnya aku sampai lupa dompet dan HP tertinggal dirumah Wina.

Angkasa tersenyum seraya berkata. "Jangan mendikte diri sendiri bodoh, setiap orang pasti pernah lupa, itu wajar saja kok, mungkin memang sudah begitu jalannya."

"Iya juga sih, tapi tetap saja aku yang salah sampai lupa kepunyaan sendiri, akhirnya aku jadi ngerepotin kamu."

Dengan suara yang lembut Angkasa mencoba meluruskan perkataan Sari. "Sari...sekali lagi saya katakan, jangan pernah menyalahkan diri sendiri, karena diri kita itu cukup berharga, biarlah apa yang telah terjadi, itu karena ketidaksengajaan bukan kesalahan, dan satu hal lagi, Saya...tidak merasa direpotkan, ok."

Sari tak lagi berkata apa - apa, dia hanya menatap Angkasa.

Hujan telah reda, Angkasa mengantarkan Sari tepat depan rumahnya, Angkasa pamit untuk pulang.

Sari bergegas masuk kedalam rumah dan langsung menuju kamarnya, untuk membersihkan diri.

Dengan mengenakan baju tidur, Sari merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah, dia membayangkan kejadian tadi bersama Angkasa, dalam hatinya berguman, Kenapa aku merasa sangat nyaman berada dekat dengan Angkasa, dia sangat dewasa, tutur katanya yang menyejukan hati, saat dia berbicara, entah mengapa aku merasa sangat tenang.

Sari menepak pipinya seraya berkata sendiri. sadar Sari...sadar, ingat kata Naura kalau Angkasa itu laki - laki brengsek, sudah ah, ngapain juga aku bicara ngelantur begini, mending tidur saja.

disisi lain, Angkasapun merasakan hal yang sama, sambil menghisap sebatang rokok, batinnya berkata sendiri, memuji kecantikan dan kepolosan Sari, baru kali ini saya bertemu wanita yang membuatku merasa nyaman, saya merasa seperti menemukan permata yang berharga, persis seperti namanya Permatasari nugraha...sungguh permata yang menawan hati, duh ngapain saya mikirin dia, ingat Angkasa kamu sudah punya sinta dan juga ada Rama yang menyukai Sari, lupakan...lupakan.

Malampun semakin larut, hujan kembali membasahi bumi, dinginnya seakan menembus kulit, gemericiknya yang terdengar membuat suasana menjadi nyaman, untuk orang - orang yang merebahkan tubuhnya dalam peraduan setelah seharian menjalani aktivitas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status