Share

8. Hari sibuk!

Setelah Wina pulang, Sari bergegas memasuki kamarnya, setelah membersihkan diri, bersiap untuk tidur siang, lumayan lelah dan pegal kakinya karena perjalanan ketika kegunung batu jonggol.

Sementara diruang keluarga, Bunda sambil menonton TV, sedang menikmati oleh - oleh yang dibawakan Sari, ditemani oleh si mbok, kita panggil saja Mbok Inah yang memang bekerja sudah lama dikelurga Sari, si mbok sudah dianggap seperti keluarga, karena sudah bekerja lama, semenjak orangtua Sari baru menikah, jadi tidak sungkan majikan dan pembantu seperti saudara, Bunda sendiri memperlakukan si mbok sopan dan selalu di ajak sebagai temn bicara, dikala tidak ada siapa - siapa dirumah.

Tak terasa waktu sudah sore, Sari masih terbaring ditempat tidur.

Bunda Sari, memanggil si mbok. "Mbok, tolong bangunkan Sari, tadi bilangnya, sore minta dibangunkan."

"Iya, bu." 

Inah bergegas menuju kamar Sari, untuk membangunkan Sari,  mengetuk pintu kamar Sari, karena tidak ada jawaban, Inah masuk kedalam kamar Sari dan perlahan membangunkan Sari.

"Maaf Non, Mbok disuruh ibu untuk bangunkan Non." ucap Inah.

"Iya Mbok, makasih."

"Kalau begitu, Mbok pamit ya, Non."

Sari bergegas menuju kekamar mandi, untuk membersihkan dirinya, tak lama kemudian setelah beres berpakaian rapih, Sari keluar kamarnya dan menghampiri ibunya.

"Anak Bunda, sudah cantik saja, mau kemana sayang?"

Sari membalas dengan tersenyum dan balik memuji Bunda. "Siapa dulu Bundanya, sudah cantik baik lagi." 

Bunda tersenyum mendengar ucapan Sari.

Sari duduk disamping ibunya dengan manja, kepalanya menyandar di pundak ibunya, seraya berkata. "Bunda, Sari mau ijin kerumah Wina...tapi mau menginap, sekalian selesaikan proposal sidang."

"Iya sayang."

"Tapi, Sari belum ijin sama Ayah, menunggu Ayah pulang kerja, takutnya kemaleman."

"Nanti, Bunda yang sampaikan sama Ayah, Sari bilang sama Ayah lewat telpon saja, Ayah pasti ngerti kok."

"Terimakasih, Bunda."

"Sama - sama, anak Bunda yang cantik, kalau sudah sampai telpon Bunda, ya."

"Siapp, Bunda."

"Makan dulu sebelum pergi," ujar Bunda.

"Belum lapar, Bun, nanti saja makan diluar bareng Wina."

"Iya, sayang...hati - hati.dijalannya, jangan ngebut - ngebut bawa mobilnya?"

"Okey, Bunda Sayang, Sari pamit ya." Mencium tangan bunda dan berjalan menuju pintu keluar menuju mobilnya.

Tidak berapa lama Sari sudah tiba dirumah Wina, saat itu Wina sedang makan bakso diteras rumahnya, setelah memarkirkan mobilnya, Sari menghampiri Wina.

"Woi...Makan mulu."

Wina yang melihat kedatangan Wina, hanya tersenyum dan kembali melanjutkan memakan bakso.

Dengan bakso yang masih didalam mulutnya, Wina berseru. " Sini, Sar, makan bakso," sendok ditangannya mengarahkan ke mulut Sari.

"Ogah, ah, segitu doang, mana kenyang."

Wina tertawa ringan, dan menghabiskan baksonya.

"Win?"

"Apa?"

"Jadi, kan nemenin aku nanti malam?"

"Jadi, tenang saja nona cantik, kemanapun kau pergi, aku akan selalu mendampingimu."

Sari tersenyum bahagia, memiliki sahabat seperti Wina, walaupun kadang konyol dan rakus kalau makan, Wina adalah sahabat terbaiknya.

"Oh, iya...Sar, kamu sudah kabarin Angkasa belum?"

"Astagfirullah, Lupa, Win, aku telpon dulu Angkasanya."

tttuuut...tuttt..tutttt..

Terdengar seorang laki - laki menjawab, yang tiada lain adalah Angkasa.

"Hallo, Angkasa, ini Sari."

"Iya, kenapa Sar?"

"Nanti malam jadi, ya, kita ketemu di One Eighty Coffe."

"Ok, jam berapa?"

"Jam tujuh."

"Ok, Sar."

Setelah menerima jawaban dari Angkasa, sari mematikan telephonnya.

"Beres, Win."

"Kalau gitu, aku mandi dulu," ujar Wina.

"Pantesan dari tadi, ada yang bau, eh ada orang yang belum mandi." ledek Sari.

Wina hanya tertawa, dan mengajak Sari untuk kekamarnya, sembari menunggunya mandi, tak berapa lama, Wina sudah selesai mandi dan telah berpakaian, menghampiri Sari.

"Sar, mau berangkat jam berapa?"

"Sebentar lagi, janjiannya sih jam tujuh."

Wina menatap jam di HP, menunjukan pukul stengah tujuh, melirik Sari dan mengajaknya untuk berangkat sekarang.

Tidak berapa lama, mereka telah tiba di One Eighty Coffe, memilih tempat duduk di depan, agar memudahkan Angkasa melihat mereka, Sari dan Wina memesan minuman lebih dahulu, sembari menunggu Angkasa dan Rama yang belum datang.

Wina membuka pembicaraan. "Mana nih Sar, si Angkasa, sudah jam tujuh lewat belum datang juga."

"Masih dijalan kali, kita tunggu saja."

Tak berapa lama, Angkasa dan Rama menghampiri mereka.

"Maaf, Sar, saya telat."

"Iya Sar, maaf, ya," sambung Rama.

"Iya, tidak apa - apa, Angkasa, Rama, mau pesan makanan dan minuman apa?"

"Samakan Saja dengan pesanan kalian berdua," jawab Angkasa.

"Okey..." 

Merekapun saling mengobrol, sembari menikmati hidangan yang sudah disediakan, seakan sudah mengenal lama, tiada rasa canggung sama sekali, terutama Sari yang merasa sangat berterimakasih kepada Angkasa karena sudah menyelamatkannya, Angkasa dengan rendah hati menjawab bahwa semua itu hanya kebetulan, jadi tidak perlu sampai segitunya, Rama yang memang memiliki perasaan kepada Sari, entah mengapa merasa sedikit cemburu kepada Angkasa, karena Sari begitu akrab berbicara dengan Angkasa, sementara dengannya bila ditanya hanya menjawab secukupnya saja.

Waktu sudah semakin larut, merekapun bersiap untuk pulang.

Angkasa memulai pembicaraan duluan. "Sari, makasih ya untuk traktirannya, next time aku yang traktir, jangan menolak."

Sari tersenyum menatap Angkasa dan menjawab sekenanya saja, karena Sari tidak pernah tahu kedepannya apakah masih bisa bertemu lagi atau tidak.

Tidak pernah terfikirkan sama sekali dibenak Sari untuk lebih dekat dengan Angkasa, karena sari juga tidak menghargai Rama, Sari tahu kalau Rama sebenarnya bete karena dari tadi Sari bersikap biasa saja kepada Rama, dan malah asik mengobrol dengan Angkasa, bukan maksud Sari untuk bersikap seperti itu kepada Rama, tapi memang Sari tidak mau memberi harapan palsu, sementara dengan Angkasa sari sangat Akrab hanya karena rasa terimakasihnya, tidak lebih.

Merekapun akhirnya berpisah diparkiran untuk pulang kerumah masing - masing, diperjalanan Sari hanya diam saja, membuat Wina merasa heran, ada apa dengan sahabatnya.

"Hei, kenapa!...dari tadi diperhatikan malah ngelamun."

"Siapa yang melamun, orang lagi fokus liatin jalan," balas Sari.

"euhmmm...ngeles aja, nih orang."

Sari tersenyum melirik Wina yang sedang fokus mengendarai mobil.

"Sampai...ongkosnya seratus ribu," ledek Wina.

"Bayarnya nanti saja lebaran monyet."

"Emang monyet lebaran?" tukas Wina.

Sari tertawa seraya menjawab kata - kata Wina. "Tanya saja sama monyetnya, itupun kalau monyetnya mau ditanya orang jelek."

Wina yang mendengar itu pura - pura ngambek dan balik bercandain Sari. "Wah...wah...parah nih, bawa - bawa fisik!! awas, ya saya aduin kebapaknya monyet."

"Ih...atut ah, ibunya monyet ngambek."

"Sue banget nih si Sari, cepet turun, mau nginep dimobil."

"Hahahahahaha...ada yang ngambek, kamu saja yang tidur dimobil, aku mau bobo cantik dikasur yang empuk sambil bermimpi bertemu pangeran tampan.

"Ikuttttt..." tukas Wina dengan manja.

Ada saja obrolan yang tidak bertujuan apapun, saling meledek, saling tertawa dan marah, tapi mereka sekedar bercanda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status