Share

23. Rexa cuek?

Penulis: Qingcheng
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-11 20:29:46

“[Aku ada urusan, gak bisa jemput kamu pulang. Nanti ada sopir yang jemput.]”

Pesan singkat dari Rexandra, beberapa jam lalu. Sesingkat itu. Sedingin itu.

Cassandra memandangi layar ponselnya yang menyala terang, memperlihatkan pesan Rexandra itu, sembari duduk bersandar di kursi belakang mobil yang melaju pelan di jalanan kota yang mulai gelap.

Lampu-lampu mulai menyala, bayangannya menari di kaca mobil tempat Cassandra duduk.

Suara klakson dari kejauhan terdengar bersahut-sahutan, tapi yang menggema di kepalanya hanyalah satu kalimat yang dia baca berulang kali dari layar ponselnya.

“Huh …,” desisnya pelan, jari-jarinya mengetuk layar ponsel tanpa arah. “Urusan apa, sih? Sampai gak bisa kabarin sedikit aja.” Gumamnya, lirih tapi getir.

Cassandra menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sesak yang aneh di dada.

Lalu gadis itu menatap pesan yang dia kirimkan ke Rexandra.

“[Urusan apa?]”

Tapi masih centang satu. Tak ada balasan. Tak ada juga tanda bahwa pesannya sudah
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   103

    Cassandra terduduk tegak tapi rapuh di kursi sebuah ruangan yang dipenuhi bau antiseptik dan dengung mesin yang tak pernah benar-benar mati. ICU. Di hadapannya, Alex terbaring tak bergerak, dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya, dan monitor jantung di samping ranjang yang memantulkan garis hijau naik-turun dengan irama yang teratur. Sudah dua minggu. Dua minggu sejak dokter mengatakan bahwa Alex koma, Cassandra tak pernah melewati sedetikpun untuk menjaga pria itu. Gadis itu menatap Alex dengan mata sembabnya, wajah yang pucat dan juga lelah. Sembari menggeser kursinya sedikit lebih dekat, Cassandra meraih tangan dingin ayahnya dengan sangat lembut. “Pa ….” Gumamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Air matanya kembali menetes, membasahi pipi pucatnya itu. “Aku di sini.” Tapi tak ada jawaban. Tak ada juga gerakan. Dada Cassandra terasa sesak, hatinya begitu perih seperti dikoyak-koyak melihat keadaan ayahnya saat ini. “Pa, bangun.” Lirihnya dengan bib

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   102.

    Cassandra menangis pilu, wajahnya sudah sembab, matanya memerah, dan tubuhnya goyah setelah mendengar perkataan sang dokter yang memvonis ayahnya, Alex, koma. Rexandra yang berdiri di sampingnya langsung berjongkok di hadapan gadis itu, merengkuh tubuh ringkihnya ke dalam pelukan. “Xa, Papa koma, Xa. Papa koma.” Suara Cassandra bergetar lirih, tangisnya makin kencang, bahunya berguncang hebat, dan napasnya tersengal, seolah udara di lorong rumah sakit itu tak lagi cukup untuknya. Dan Rexandra tidak bisa melakukan apa-apa lagi, selain memeluknya lebih erat, mencoba menyalurkan ketenangan yang bahkan tak dia miliki sendiri. “Xa, semua gara-gara kita. Harusnya kita nggak memulai hubungan ini. Harusnya kita nggak seperti ini!” Raungnya sambil mencengkram dadanya sendiri, menekan sesak yang merayap. “Hubungan kita nggak salah, Cassie.” Ucap Rexandra pelan tapi tegas, masih dalam posisi memeluk gadis itu, dagunya bertumpu di puncak kepalanya. “Kita saling mencintai. Dan itu bukan dos

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   101.

    “Huh,” Cassandra menarik napas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak, tapi dia tetap memaksakan langkah. Sekali lagi dia menatap Rexandra, sebelum akhirnya membuka pintu ruang VIP itu. Klik. Semua kepala menoleh. Termasuk Alex. Ekspresi pria paruh baya itu berubah seketika. Wajahnya yang tadi tampak lelah mendadak mengeras, sorot matanya menajam, menghantam Cassandra dan Rexandra yang berdiri berdampingan di ambang pintu. “Mau apa kalian kesini, hah?!” Bentaknya menggelegar. Suaranya naik setengah oktaf. “Mas, jangan marah. ” Lilian cepat-cepat mendekat, tangannya mengusap lengan Alex dengan lembut, mencoba meredam api kemarahan di dada pria itu. “Tolong, nanti jantungmu kambuh lagi.” ​"Biarkan saja!" Sentak Alex kasar, mengibaskan tangan istrinya. "Biar mereka puas melihatku mati!” “Pa …,” Cassandra melangkah maju dengan ragu, tangannya gemetar di udara, mencoba menjangkau ayahnya. Namun— “Berhenti di situ, Cassandra!” Cassandra tersentak, seluruh tubuhnya bergetar hebat,

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   100.

    Setelah meminta Rexandra memasang kamera tersembunyi di setiap sudut ruang VIP tempat Alex dirawat, perlahan-lahan kegelisahan di dada Cassandra mereda. Tidak sepenuhnya hilang—tentu saja tidak. Namun setidaknya kini dia bisa melihat, bisa mengawasi, bisa memastikan ayahnya masih bernapas dengan tenang di sana. Gadis itu duduk berselonjor di atas ranjang, punggungnya bersandar pada sandaran empuk, sebuah laptop bertengger di atas pahanya. Layar itu menampilkan sosok Alex yang kini sudah sadar, mengenakan baju rawat berwarna pucat, tengah menghabiskan sarapannya dengan gerakan pelan dan hati-hati. Bibir Cassandra melengkung tipis, membentuk senyum kecil, hangat, dan rapuh. Sudah hampir dua minggu lamanya dia hanya bisa memandangi ayahnya lewat layar dingin itu. Dua minggu menahan rindu. Dua minggu menelan cemas. Dua minggu menahan diri agar tidak menangis setiap kali melihat wajah pria yang paling dia sayangi itu. Melihatnya secara langsung tentu akan jauh lebih menenangk

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   99.

    “Keberadaan kalian cuma bakal bikin Papa kalian makin parah!” Kata-kata itu menghujam lurus ke dada Cassandra, seperti pisau yang ditancapkan tanpa ampun. Gadis itu terisak pelan. Matanya merah dan sembab, kelopak matanya terasa perih, namun tak ada lagi air mata yang jatuh. Seolah semua tangisnya sudah terkuras habis di rumah sakit tadi. Kini yang tersisa hanya rasa sakit yang tumpul tapi terus berdenyut di dalam dada. “Papa masih terbaring, kondisinya kritis, dan aku bahkan nggak boleh menemuinya.” Pikirannya kalut. Jantungnya berdetak tak beraturan, dipenuhi rasa cemas yang menggerogoti perlahan. Lebih menyakitkan lagi, bayangan wajah Lilian terus menghantui—tatapan penuh kecewa, dingin, dan marah. Tatapan yang jauh sekali dari kesan yang dia kenal. “Mama bahkan benci aku. Atau … Mama mungkin terlalu kecewa sampai nggak mau lihat aku.” Cassandra meringkuk di atas ranjang, memeluk lututnya sendiri. Pandangannya kosong menatap keluar jendela, memperhatikan hujan yan

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   98.

    Mobil itu melaju menjauh, meninggalkan jejak debu tipis di halaman rumah. “Pa … Papa ….” Suara Cassandra meredup menjadi isak, tubuhnya meronta sia-sia dalam pelukan Rexandra. Sementara tangan mungilnya yang gemetar, mencengkeram hoodie pria itu kuat-kuat, seolah hanya itu satu-satunya pegangannya agar dia tidak runtuh sepenuhnya. “Rexa, papa Rexa. Ayo susul papa.” Desak cassandra, jemarinya menarik hoodie itu, sambil matanya menatap kosong ke arah jalan tempat mobil itu menghilang. Melihat bagaimana gadisnya menangis, meraung, dan meronta seperti itu, sesuatu dalam diri Rexandra retak. Rahangnya mengeras hingga ototnya menonjol tegas. Napasnya memburu, dadanya naik turun kasar. Dan tangan yang memeluk Cassandra bergetar—bukan ragu, melainkan amarah yang ditekan mati-matian. “Jangan nangis lagi. Kita ke rumah sakit sekarang. Tapi please, jangan nangis gini.” Kata Rexandra, tangannya memegang wajah Cassandra dengan lembut, menyeka basah di pipinya, lalu menarik Cassa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status