"Papa, tolong biarkan aku pulang."
Aku memohon kepada ayahku yang menipuku untuk datang ke rumah judi dan menahanku disana, katanya untuk dijadikan jaminan pembayaran kepada bandar judi tempat dia berhutang.
"Dengar Ruby, kali ini hanya kau yang bisa menolong papa. Kalau tidak seluruh keluarga kita akan hancur. Apa kau mau bertanggung jawab kalau mereka membunuhku dan menyiksa ibumu?" sahutnya dengan tenang, seakan-akan ini semua salahku dan akulah yang harus bertanggung jawab.
"Tapi papa yang kalah judi, kenapa harus aku yang papa jual? Kenapa papa tidak menjual diri papa saja!" teriakku marah.
"Karena papa tidak laku!" balasnya berteriak.
Ayahku yang terlihat jauh lebih tua dari umurnya itu menatapku putus asa. Aku membalas tatapannya dengan tajam. Aku benar-benar membencinya.
"Bagaimana kalau orang yang membeliku menyiksaku?" tanyaku, kali ini berharap dia mau berubah pikiran.
"Dia tidak sekejam itu, percayalah. Ayo, masuk," ajaknya sambil menarik tanganku dengan kuat.
Aku mengikutinya tanpa berkata apa-apa. Dia bilang pria itu tidak kejam tapi dia takut pria itu membunuhnya dan menyiksa ibuku, benar-benar lucu. Di sudut hatiku aku berharap agar bandar judi itu menyiksa dan membunuhku di depan mata ayahku, agar dia mengingatnya sampai mati bagaimana dia telah membuat anaknya kehilangan nyawa.
"Tuan, ini putriku. Aku akan menjualnya sebagai pembantu di rumah anda, untuk melunasi hutang-hutangku," ucap laki-laki tua itu dengan wajah memohon seakan-akan dia sedang menghadap tuhan.
"Pembantu? Putrimu terlalu cantik untuk menjadi pembantu. Bagaimana kalau dia menjadi gundikku? Dan semua hutangmu akan kuhitung lunas."
Aku terkejut mendengar ucapan pria itu, tapi berusaha tidak menunjukkan reaksi apapun. Pria brengsek ini pasti senang kalau aku tampak ketakutan, dan aku paling benci melihat pria sepertinya senang.
"Tidak Tuan, dia masih sekolah dan belum tahu apa-apa. Tapi dia sangat cekatan dalam pekerjaan rumah dan memasak, jadi dia akan lebih berguna sebagai pembantu daripada gundik," jawab ayahku panik.
Aku tertawa dalam hati, tidak yakin pria yang sudah menghadirkanku ke dunia ini benar-benar panik karena bodoh atau hanya berpura-pura tidak mengerti untuk membohongiku. Aku yang baru berusia 19 tahun saja tahu, mana mungkin laki-laki dengan wajah semesum itu mau membayarku hanya untuk dijadikan pembantu.
"Apa kau bodoh? Hutangmu sebesar 100 juta dan kau membayarnya dengan seorang pembantu rumah tangga?" teriak bandar judi itu sambil mengangkat tangannya hampir memukul ayahku.
Aku diam saja, berdiri tegak memandang adegan yang aku yakin sudah sering dialami ayahku.
Pria paruh baya itu langsung menutupi kepalanya dengan tangan dan menangis ketakutan.
"Tapi dia adalah putriku satu-satunya, Tuan. Masa depannya akan hancur kalau dia menjadi gundik," jawabnya seakan-akan melindungiku.
"Terserah! Kalau kau mau melunasi hutangmu, berikan putrimu sebagai gundikku. Kalau tidak, maka lunasi hutangmu sekarang juga! Atau aku akan membunuhmu dan menjual ginjalmu sebagai ganti hutangmu!" bentak pria bertato itu dengan bengis, lalu mengedipkan satu mata ke arahku.
Melihatnya benar-benar membuat aku ketakutan, rasanya aku ingin lari dari tempat ini. Tapi harga diriku membuat aku tetap berdiri disana dengan wajah dingin, untuk menujukkan keberanianku.
Pria itu membalikkan tubuhnya dan membuang puntung rokok yang masih panjang ke lantai lalu menginjaknya. Dia baru melangkahkan kaki ketika ayahku tiba-tiba berkata dengan keras.
"Baik Tuan, saya akan-"
"Papa!" teriakku memotong perkataannya.
Apa pria tua ini sudah gila? Aku tahu dia adalah laki-laki brengsek, tapi apa dia sekejam itu hingga mau menjualku sebagai gundik kepada pria semenjijikkan itu?
"Ruby, papa mau-"
"Papa memang tidak pernah menjadi ayah dan suami yang baik. Tapi apa papa tidak punya hati sama sekali sampai tega menjualku sebagai gundik, demi membayar hutang judi papa? Bahkan binatang akan melindungi anaknya!" bentakku marah.
"Hei! Gadis manis, jangan membantah ayahmu. Kalau dia mau menjualmu kepadaku, maka itu haknya. Lagipula kau belum tahu rasanya menjadi gundikku. Aku yakin kau akan ketagihan begitu merasakan sentuhanku."
Pria menjijikkan itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipiku, tapi ditepis oleh ayahku.
"Apa yang kau lakukan? Kalau kau mau menjualnya sebagai gundik, setidaknya biarkan aku menyentuhnya sedikit sebagai pembukaan," ucap pria itu dengan lembut sambil tersenyum mesum. Rasanya aku sangat ingin memukul wajah pria ini.
"Saya tidak mengatakan kalau saya akan menjualnya. Saya mau mengatakan kalau saya akan mencari uang untuk membayar semua hutang saya," sahut ayahku sambil menunduk ketakutan.
"Oh, jadi sekarang kau mau berakting menjadi ayah teladan? Baik! Aku berikan waktu 24 jam! Lunasi hutangmu atau aku akan mengambil putrimu dengan paksa dan menjadikan dia gundikku!" teriak pria itu dengan ludah yang bersemburan.
Ayahku tiba-tiba menangis. Aku sama sekali tidak iba, malah ingin rasanya aku memakinya dengan keras dan mengatakan inilah balasan dari sikap tidak bertanggungjawabnya. Dia bukan hanya kehilangan hartanya tapi juga kehilangan keluarganya. Tapi aku kehilangan minat untuk melakukannya, karena tahu itu hanya akan membuang energiku. Sementara pria dihadapanku ini, tidak akan pernah berubah sama sekali.
Tiba-tiba terdengar suara berat dan dalam dari seorang pria yang berdiri tepat di belakangku.
"Aku akan membayar semua hutangnya!"
"Kakek!" teriak Pedro begitu suara senjata yang memekakkan telinga berbunyi.Aku segera memeriksa dadaku, mencari bagian tubuh mana yang terkena tembakan kakek.Tidak ada! Kenapa tidak ada apa-apa di tubuhku, bahkan darah setetespun tidak ada.Aku langsung mengangkat kepalaku dan melihat kakek yang sedang rebah di pangkuan Pedro dengan kepala bersimbah darah.Apa yang terjadi? Apa dia menembak dirinya sendiri? Tiba-tiba sekelompok orang dengan pakaian seperti tentara dan senjata di tangan menyerbu tempat itu. Para anak buah kakek terlihat kaget tapi pasrah, dengan keadaan kakek yang seperti itu, sepertinya mereka tidak berani melawan."Ruby!" teriak Dante yang langsung memelukku dengan erat."Dante apa yang terjadi? Bagaimana kau bisa menemukanku disini?" tanyaku dengan nada tidak percaya."Aku akan menjelaskannya nanti. Apa kau baik-baik saja?" jawab Dante khawatir.Aku mengangguk pelan, lalu tiba-tiba semuanya menjadi gelap.***Aku membuka mataku perlahan dan suara Dante langsung m
"Sial! Cepat mundur!" teriak Dora panik.Kami bertiga langsung menengok ke belakang. Tapi tiba-tiba beberapa mobil keluar dari balik pepohonan, dan menutup jalan. Kami bertiga semakin ketakutan."Telepon polisi!" perintah Dora sambil memukul Rahul."Tapi semua telepon kita sudah aku singkirkan!" jawab Rahul ikut panik.Aku menghela napas dalam."Sudah! Tenanglah! Aku akan keluar. Kalian tetaplah disini dan kunci pintunya," perintahku mencoba tenang, meski jantungku berdetak sangat kencang."Tapi-"Aku segera keluar dari mobil sebelum Rahul selesai bicara.Aku berjalan perlahan ke arah kakek, yang menatapku tanpa reaksi apapun. "Apa kau pikir kau bisa melarikan dariku? Benar-benar bodoh!" maki kakek sambil menatapku berjalan mendekatinya."Untuk apa anda menangkap saya?" tanyaku dengan suara bergetar."Bukan urusanmu!" bentaknya sambil memukulkan tongkatnya ke aspal."Apa anda ingin menghancurkan keluarga Randall melalui saya? Apa anda pikir bisa membuat keturunan Randall habis dengan
Dante dan Charles mengangguk bersamaan lalu berkata."Pedro.""Pe ... Pedro? Dia anak kakek?""Bukan, dia adalah keponakan kandungnya. Ayah Pedro adalah sepupu sekaligus satu-satunya keluarga pria tua itu," jawab Charles cepat."Tapi ... orangtua angkatku mengatakan kalau Pedro lah yang menolongku selama ini. Kau juga mendengarnya," ucapku kepada Dante."Itu semua kebohongan. Mereka sudah merencanakan semuanya, termasuk membunuh kedua orangtuamu. Aku sudah tahu siapa kau sebenarnya sejak awal, karena itulah aku sengaja datang dan menikahimu. Karena mereka memang sudah merencanakan untuk menjual dan menghancurkan masa depanmu.""Berarti selama ini ... kau juga berbohong kepadaku?" tanyaku putus asa dengan suara pelan.Dante tampak panik mendengar pertanyaanku."Aku memang berbohong, tapi itu semua demi kebaikanmu. Aku-""Bagaimana aku bisa tahu kalau kalian ada di pihak yang benar? Jangan-jangan kalian lah penjahatnya dan sengaja menipuku!" potongku dengan suara keras sambil berdiri.A
"Dante, ada apa ini?" tanyaku sambil menatap Dante dengan bingung.Semua keluarga Charles Randall ada disini. Istri dan anak-anaknya berdiri menyambut kedatangan kami berdua. Membuat aku semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi."Maafkan aku, karena baru bisa menjelaskan semuanya sekarang."Dante menatapku dengan khawatir. Charles Randall dan keluarganya segera mundur dan menjauh dari kami berdua."Dante, kau bilang akan membawaku ke tempat aman. Tapi kenapa kemari? Kau membuatku sangat bingung," ujarku sambil sesekali melirik Charles Randall."Saat ini, tempat yang paling aman adalah disini," ucap Dante pelan."Apa?" "Tenanglah Ruby, aku akan menjelaskan semuanya. Mari kita duduk dulu," jawab Dante sambil menarik tanganku dengan lembut.Aku mengikutinya tapi mataku tidak bisa beralih dari keluarga Charles Randall yang masih berada di ruangan yang sama dengan kami."Sebaiknya kami masuk dulu sampai kalian selesai bicara," ucap Charles sambil mengajak keluarganya masu
"Di ... dimana?" tanyaku gugup sambil memeriksa sekelilingku."Dia menunggu di mobil," jawabnya datar."Baik, aku akan mengikutimu," jawabku berpura-pura tenang, sambil mengeluarkan telepon genggamku, mencoba melaporkan apa yang terjadi kepada Dante.Pria itu masih berdiri di tempatnya."Berjalanlah duluan!" seruku berpura-pura membereskan barang-barangku."Telepon anda," sahutnya sambil menjulurkan tangan.Sepertinya dia tahu kalau aku sedang berusaha menghubungi Dante.Aku menghela napas panjang sambil menyerahkan telepon genggamku. Sial! Aku tidak mungkin lari, karena dia pasti bisa menangkapku dengan mudah. Naomi tampak bingung melihat kami."Sekarang berjalanlah! Aku akan mengikutimu!" tegasku, berpura-pura berani.Pria itu langsung melangkah keluar."Foto kami dari belakang, kirim kepada Dora, minta dia kirim ke Mister X dan bilang aku bersama pamannya!" bisikku dengan cepat kepada Naomi sebelum berjalan dengan cepat mengejar pria berpistol itu.Aku takut tapi juga tenang, karen
"Berhenti!"Aku mengangkat wajahku dan melihat Dante berdiri di pintu masuk. Dia langsung berjalan ke arah kami dan berdiri di antara aku dan Cherry."Berani-beraninya kau mengangkat tanganmu di hadapan istriku! Pergi dari sini sekarang juga!""Aku tidak akan pergi, sebelum kau menghentikan tuntutan kepada salonku!" bantah Cherry dengan marah."Hanya karena aku lupa memberitahu perubahan kostum pesta ulang tahunku, kalian berdua langsung melakukan hal sekeji itu! Aku akan memberitahu ayahku dan kakek!" rengek Cherry sambil menghentakkan kakinya.Dante hanya melipat tangan di depan dadanya sambil menatap Cherry dengan dingin."Kau pikir aku main-main?" teriak Cherry lalu segera mengambil teleponnya dan menghubungi ayahnya.Aku berbisik kepada Dante."Apa yang terjadi?""Tunggu saja, nanti juga kau akan tahu," jawab Dante juga berbisik."Ayahku akan segera datang! Kalian berdua akan berakhir kalau ayahku tiba. Sekarang perintahkan anak buahmu untuk menghentikan tuntutannya, Dante!" teri