Share

Bagian 3

Embun Kinanti adalah seorang perempuan muda dewasa yang tengah sibuk dengan persiapan sidang. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, tidak ada lagi waktu bermain-main. Ia bahkan harus menginap di rumah teman dan begadang demi skripsi. Sudah tiga hari gadis itu tidak pulang ke rumah, tidak mandi dan tidak ganti baju. Semua penderitaan dilalui demi lembaran-lembaran kertas sialan, penentu kelulusan. Sungguh muak rasanya harus menghabiskan hari dengan ribuan kata ditemani sebungkus roti warung dan kopi sasetan.

Jika dulu Embun kerap kali pergi makan di luar. Maka saat ini, gadis berumur dua puluh satu tahun itu merindukan masakan sang bunda.

Saat akhirnya ia bisa pulang ke rumah. Langit sudah berada di ujung cakrawala, menarik diri bersama lembayung senja. Embun turun dari ojek motor di depan salah satu rumah yang ada di perumahan cluster. Ia memberikan helm pada abang ojek, lalu menyeret kakinya menuju rumah bercat putih kemudian membuka pintu lebar-lebar. 

“Mama, Pah! Embun pulang!” Suaranya nyaring sekali saat memberitahukan kedatangannya. “Mah! Pah!” sekali lagi ia berseru. 

“Aduh, berisik Nak! Tidak enak sama tetangga!” dari ruang tengah muncul wanita paruh baya dengan kening terlipat. “Pulang tinggal masuk, samperin Mama di dapur daripada teriak-teriak begitu. Ugh! Astaga, badanmu bau sekali. Sudah berapa hari tidak mandi?”

“Anak sudah lama tidak pulang bukannya dipeluk, malah diomelin.” Embun menyahut dengan bibir mengerucut lucu.

Wanita yang telah melahirkannya malah tertawa. Mungkin sudah menjadi kebiasaan seorang ibu untuk mengomel lebih dulu. “Baru juga 3 hari, sudah sana mandi dulu! Mama mana mau peluk, nanti ketularan lagi baunya.” dan tentunya sedikit ledekan yang membuat anak gadis semata wayangnya merengek manja.

Selagi menunggu putrinya selesai membersihkan diri. Linda kembali ke dapur untuk masak makan malam nanti. Ia sudah diberitahu kepulangan anaknya, sehingga bisa membeli bahan makanan tadi pagi. Untuk menyemangati dan meningkatkan suasana hati Embun. Wanita cantik itu sudah membuatkan makanan kesukaan putrinya. Gurame asam manis dan sapo tahu seafood. 

Aroma masakan tercium memenuhi ruang makan yang berada di antara area ruang keluarga dan dapur. Desainnya memang dibuat tanpa sekat, katanya sih tipe rumah LDK. Begitu jawaban dari Embun ketika gadis itu ngotot saat waktu renovasi. Setelah setengah jam berlalu, masakan telah siap di meja dan bertepatan pula Embun keluar kamar. 

“Eh, Putri papa sudah pulang, sudah mandi juga.” sambut pria paruh baya yang sudah duduk di salah satu kursi meja makan. “Sudah tidak bau lagi seperti yang mama katakan tadi.”

“Papa! Jangan ikutan jahil kayak mama, deh!” Embun segera menarik kursi di depan ayahnya. “Embun tidak mandi juga tetap wangi dan cantik!”

Linda dan Ahmad terkekeh pelan mendengar gurauan putri mereka. Sambil menyendok nasi ke piring suami dan putrinya, Linda ikut nimbrung ke obrolan. “Skripsi kamu sudah selesai?”

“Sudah dong, mah! Kalau belum, Embun mana mungkin duduk di sini sambil menikmati makanan enak buatan mama.” jawabnya sambil melempar senyum pada sang ibu. 

Linda tersenyum manis, pipinya agak bersemu merah. Selalu tidak biasa jika mendapatkan pujian dari anak dan suaminya. Sebelum lakinya juga ikut-ikutan memuji, wanita paruh baya itu kembali bicara. 

“Jadi tinggal nunggu sidangnya saja?” 

Embun mengangguk-angguk sebagai jawaban. Matanya sudah fokus pada ikan gurame di depan mata. “Selama tidak ada masalah, harusnya Embun bisa wisuda sesuai tanggal.” katanya menambahkan. 

“Semoga saja. Supaya kejutan papa buat kamu tidak perlu dipending.” perkataan Ahmad tentu mengejutkan dan menarik di telinga Embun.

Gadis itu bahkan menaruh kembali ikan gurame dan memilih menatap ayahnya. “Papa punya kejutan buat Embun?”

“Hadiah kelulusan buat kamu,” jawab Ahmad santai sambil menyendok nasi. Ia menjeda kata-katanya, sibuk mengunyah lalu menegak air agar cepat tertelan. “Papa sama mama mau menjodohkan kamu dengan anak teman papa. Rencananya kalian nikah selesai kamu wisuda.”

Sendok berisi daging ikan gurame dan nasi tidak jadi masuk ke mulut. Embun hampir menjatuhkan rahang begitu mendengar kata-kata ayahnya. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba mengumumkan perjodohan dan pernikahan sekaligus. Embun menjilat bibir atasnya, menaruh kembali sendok dan menatap serius kedua orang tuanya. 

“Mama sama papa lagi bercanda, ya?”

Gelengan kepala kompak dari orang tuanya membuat Embun kesulitan menelan ludah sendiri. Sel-sel kepalanya seakan mogok, berhenti mendadak. Gadis itu menyalakan layar ponsel pintar demi mengecek tanggal. Hari ini bukan ulang tahunnya, pun seingatnya tidak ada hari menjahili anak sedunia. Jadi perkataan ayah dan ibunya memanglah benar dan serius.

“Mah, Pah! Embun boleh menolak?” dengan hati-hati ia bertanya pelan. 

.

.

.

Continue…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status