SERIBU WAJAH MANTAN ISTRIKU

SERIBU WAJAH MANTAN ISTRIKU

Oleh:  Sei_30  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
20Bab
289Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sebagai hadiah kelulusan pengantin wanita, pernikahan dilakukan antara Adzriel dan Embun. Meski dilandasi perjodohan, Embun mencintai suaminya. Sayangnya sorot mata sehitam jelaga itu memandangnya penuh benci. Dua tahun mereka menikah tidak juga menumbuhkan benih harmonis dalam hubungan. Justru kegagalan, adanya pihak ketiga membuat Embun memilih pergi. Ketika surat cerai diberikan, mengapa ada kesedihan di mata yang selalu teguh menatapnya dingin? Apa ada kesalahpahaman di antara kami? Itukah alasan mengapa setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Adzriel malah meminta rujuk? Pria itu kini mengejarnya. Bahkan menyanggupi syarat tak masuk akal dari mantan istrinya. Dia harus menangkap pencuri misterius dan membongkar identitas aslinya. Semula Adzriel tidak paham, apa hubungan rujuk dengan menangkap maling? Sampai ketika dia bersitatap dengan Sane, si pencuri viral. Barulah Adzriel menyadari, bahwa ia tidak sepenuhnya mengenal baik mantan istrinya.

Lihat lebih banyak
SERIBU WAJAH MANTAN ISTRIKU Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
KarlTzy
cerita yg menarik, lanjutkan dan tetap semangat menulisnya ya.
2023-12-21 21:21:48
1
20 Bab
Bagian 1
Ruangan itu bernuansa putih. Kursi kayu berkaki ramping sekitar dua puluh lima buah masing-masing diletakkan di sisi kanan dan kiri. Tanaman bunga hias yang dibuat dari rangkaian bunga mawar putih. Tersemat pada ujung kursi di kedua sisi membentuk pagar mini menuju altar. Langit-langit di tengah ruangan terbuat dari kaca dengan hiasan tanaman gantung. Aroma wewangian dari campuran melati dan kayu manis memenuhi ruangan. Tidak lama satu persatu tamu undangan memasuki ruangan. Duduk memenuhi kursi hingga tidak tersisa. Siap menunggu pemilik acara memasuki ruangan dan menyatakan sumpah sehidup semati. Bising memecah hening, antusiasme para undangan menghadiri pernikahan sekaligus reuni dadakan terlihat. Seorang pria muda dengan setelan hitam berdasi, maju ke depan. Ia membuka acara dengan perkenalan diri singkat, dilanjutkan kata-kata sambutan. Sebelum akhirnya meminta para tamu undangan untuk berdiri, menyambut kedatangan mempelai pria dan pengantin wanita. Terdengar suara pintu ber
Baca selengkapnya
Bagian 2
Perkataan itu tidak salah. Embun mengingat jelas kata-kata Adzriel saat mereka pertama bertemu. Hanya saja tidak seharusnya dalam situasi saat ini —atau mungkin memang inilah saat yang tepat— untuk pria itu mengingatkan. Agar Embun tidak terlena pada kebahagiaan semu. “Kita menikah karena dijodohkan, bukan karena cinta.” Embun tidak segera menjawab, ia malah mengisi kembali gelas wine miliknya. Setelah menuangkannya hingga penuh dan membawa gelas itu tepat di ujung bibir. Ia menikmati aroma manis dari anggur merah sambil diam-diam memperhatikan ekspresi Adzriel. Mata sehitam jelaga tertuju pada gelas ditangan sang gadis. “Jangan berlebihan,” katanya pada akhirnya. Tidak menggubris peringatan suaminya, Embun menegak wine hingga tandas dalam sekali minum. Ia bahkan membiarkan cairan merah pekat jatuh di sela bibir. Turun mengikuti lekuk wajah hingga ke leher dan berakhir masuk di antara dua gunung kembarnya. Adzirel memalingkan wajah, merasa melakukan kesalahan karena tidak bisa men
Baca selengkapnya
Bagian 3
Embun Kinanti adalah seorang perempuan muda dewasa yang tengah sibuk dengan persiapan sidang. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, tidak ada lagi waktu bermain-main. Ia bahkan harus menginap di rumah teman dan begadang demi skripsi. Sudah tiga hari gadis itu tidak pulang ke rumah, tidak mandi dan tidak ganti baju. Semua penderitaan dilalui demi lembaran-lembaran kertas sialan, penentu kelulusan. Sungguh muak rasanya harus menghabiskan hari dengan ribuan kata ditemani sebungkus roti warung dan kopi sasetan.Jika dulu Embun kerap kali pergi makan di luar. Maka saat ini, gadis berumur dua puluh satu tahun itu merindukan masakan sang bunda.Saat akhirnya ia bisa pulang ke rumah. Langit sudah berada di ujung cakrawala, menarik diri bersama lembayung senja. Embun turun dari ojek motor di depan salah satu rumah yang ada di perumahan cluster. Ia memberikan helm pada abang ojek, lalu menyeret kakinya menuju rumah bercat putih kemudian membuka pintu lebar-lebar. “Mama, Pah! Embun pulang!” Suaranya
Baca selengkapnya
Bagian 4
Suasana makan malam yang semula menyenangkan, kini berubah canggung. Dikarenakan putri semata wayang Pak Ahmad dan Bu Linda menolak dijodohkan. Bukan tanpa sebab mengapa Embun seperti itu. Mengingat memang sudah bukan zamannya lagi. memaksa anak untuk menikah sesuai pilihan orang tua. Hatinya tengah mendambakan seorang pemuda yang ia kenal sejak semester awal. “Embun boleh menolak?” sekali lagi ia bertanya dengan nada pelan. Pertanyaan itu tidak langsung dijawab. Linda dan Ahmad justru saling tatap seakan melakukan telepati. Memikirkan bagaimana putri mereka setuju dan memahami bahwa ini demi kebaikannya sendiri. Wanita paruh baya itu menaruh sendok dan meraih tangan Embun untuk diusap. Kebiasaan sang ibu ketika hendak menjelaskan sesuatu agar putrinya mengerti. “Nak, kami tahu kalau kamu sudah cukup dewasa untuk memilih pasangan hidupmu. Mama sama papa cuma jadi perantara, mengenalkan. Setidaknya temui, kenalan dulu, siapa tahu cocok. Kalau tidak, ya sudah… belum jodoh namanya.
Baca selengkapnya
Bagian 5
Acara pernikahan yang dilangsungkan di daerah Jakarta Pusat berakhir baik. Setelah menginap satu hari di hotel. Dua keluarga yang kini resmi menjadi keluarga besar berkumpul di lobi. Linda dan suaminya Ahmad nampak serasi dengan baju batik berwarna coklat tua. Sementara orang tua Adzriel tampak lebih formal dikarenakan setelah ini mereka harus terbang ke luar kota.Dua keluarga ini tengah mengobrol ringan sambil menunggu kedatangan Embun. Pengantin baru yang baru saja menikah kemarin siang. Orang pertama yang melihat kedatangan Embun adalah sang ayah mertua, Sebastian. Pria paruh baya berpostur tubuh tinggi tegap seperti putranya. Meski sudah berumur hampir lima puluh tahun, kerutan tanda penuaan di wajah nampak samar. Membuatnya sering dikira lebih muda sepuluh tahun. “Selamat pagi menantu ayah,” sapa Sebastian ramah. Embun membungkuk sedikit dan membalas sapaan ayah mertuanya. “Pagi juga, ayah. Ibu, Mama dan Papa yakin mau pulang sekarang? Tidak mau nunggu, Kak Adzriel?”“Tidak us
Baca selengkapnya
Bagian 6
Kereta besi berwarna biru langit berhenti di sebuah rumah berlantai dua. Salah satu rumah di komplek perumahan cluster di daerah Jakarta Barat. Embun turun dari kursi penumpang, disusul supir taksi membantu menurunkan barang bawaan. Setelah bayar ongkos dan mengucapkan terima kasih, Embun menyeret koper memasuki halaman rumah. Rumah ini adalah hadiah pernikahan dari orang tua Adzriel. Betapa bersyukurnya gadis itu saat mendengarnya di acara lamaran waktu lalu.Menggunakan kunci cadangan, Embun membuka pintu depan. Ia melangkah masuk sambil menatap kagum desain rumah yang minimalis dan elegan. Siapa sangka gaya rumah ini sesuai seleranya yang menyukai tipe LDk. Walau bedanya ada beberapa sekat di antara dua area. Tetapi itu tidak mengurangi rasa senangnya dan malah semakin menyukai rumah barunya. Embun berjalan menuju kamar utama, letaknya ada di samping ruang tengah. Wanita itu membuka pintu, masuk dan segera membuka koper. Ia harus secepatnya selesai beres-beres, merapikan semua pak
Baca selengkapnya
Bagian 7
Mentari sudah tumbang digantikan rembulan saat pintu kamar utama dibuka. Adzriel keluar dari kamar terlihat lebih segar, rambutnya agak basah tanda habis keramas. Ia memakai kaos polos dan celana training hitam. Embun yang berada di ruang keluarga sedang menonton, sontak berdiri. Ia menghampiri suaminya, senyuman manis terpatri di wajah.“Kak Riel pasti lapar, Embun sudah siapkan makan malam kesukaan kamu.”Mata sehitam jelaga menatap tajam, lalu melengos, “saya makan di luar.” katanya mengejutkan Embun. “Tapi aku sudah masak loh, Kak. Sayang makanannya, nanti nangis lagi.” Embun berusaha membujuk, meski rayuannya lebih mirip kata-kata seorang ibu kepada anaknya. “Kata ibu, Kak Riel suka minum teh jahe selepas makan malam. Embun sudah siapkan seteko juga untuk temani Kak Riel bersantai di teras rumah.” selain suaranya yang lembut dan santun, Embun juga coba membujuknya dengan memegang lengan Adzriel. Tapi baru sedetik ia menyentuh lengan, Adzriel segera menepis tangan Embun. Raut wa
Baca selengkapnya
Bagian 8
Tepat pukul lima pagi, layar ponsel Embun berkedip beberapa kali. Alarm berbunyi nyaring. Membangunkan wanita berumur 21 tahun dari tidur nyenyaknya. ia segera beranjak duduk, butuh waktu sekitar lima menit sampai nyawanya terkumpul. Sejenak kemudian Embun menyibak selimut tebal dan beranjak dari petiduran. Ia membuka pintu kamar di samping kamar utama. Sesuai perintah dari suaminya beberapa hari lalu, mereka pisah ranjang. Meski begitu Embun menolak untuk tidak mengurus Adzriel.Sudah menjadi salah satu mimpinya, dapat melayani dan menyiapkan segala keperluan sang suami. Karena itulah Embun sudah memakai celemek dan menyiapkan bumbu dapur pagi-pagi. Ia berniat membuatkan makan pagi dan bekal untuk Adzriel. Meski kemampuan masaknya tidak sehebat istri-istri diluar sana. Setidaknya wanita itu percaya, dia tidak akan kalah jika menyangkut berapa besar cintanya untuk pak suami.Embun bergerak gesit, mengupas bawang putih dan merah. Memotong tomat, kentang kemudian mengiris daun bawang. I
Baca selengkapnya
Bagian 9
Layar ponsel kembali gelap usai sambungan telepon terputus, setelah satu jam terhubung. Embun menarik napas panjang, tersenyum tipis. Semangatnya naik setelah berbincang lama dengan mama mertua. Ucapan adalah doa, meskipun dalam bentuk kebohongan putih yang Embun katakan pada Giselle. Pernikahan yang dilandasi perjodohan bisa dianggap sebagai ujian pertama berumah tangga. Ada baiknya Embun mengubah mindset-nya. Menganggap misi membuka hati suaminya adalah rintangan pertama yang harus ia selesaikan. Demi hadiah cinta dan kesetiaan yang akan dia dapatkan nantinya. Belum sempat Embun menaruh ponsel di atas meja, layar kembali berkedip, tanda pesan masuk. Matanya mengerjap beberapa kali, terkejut melihat nama kontak si pengirim. Jari telunjuk bergerak cepat, mengetuk layar dan membaca pesan singkat. Hai pengantin baru. Cuma mau tanya saja, kapan siap terima projek lagi? Tidak usah freelance di tempatku, langsung jadi karyawan tetap saja, mau ya? —terbaca. Segaris senyum tipis merekah
Baca selengkapnya
Bagian 10
Adzriel turun dari mobil dengan badan sempoyongan. Seragam kerja yang membalut tubuh atletisnya nampak kusut, semua kancing dilepas. Baju dalaman berwarna putih terlihat buram akibat basah oleh keringat. Wajah yang selalu datar dan dingin itu kali ini terlihat payah. Wajahnya merah padam, bibir pucat dan butir-butir sebesar biji jagung mengalir turun dari pelipis. Baru selangkah ia melangkah, tubuhnya ambruk ke lantai. Embun kaget bukan main melihat kondisi suaminya.“Kak Riel, bangun ka! Kamu kenapa, kak?” susah payah Embun membalik tubuh besar sang suami. Ia segera mengecek suhu tubuh dengan menyentuh kening. Panas. Suaminya ternyata sakit dan demamnya cukup tinggi. Embun berusaha membawa Adzriel masuk ke dalam rumah. Ia mati-matian membopong suami yang kesadarannya kian menipis.Tiga jam lamanya Adzriel tertidur sejak pulang kerja. Embun dengan telaten menggantikan baju suaminya dengan pakaian lebih nyaman. ia menyiapkan obat-obatan di atas nakas, juga kompresan penurun panas. Embu
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status