Sebagai hadiah kelulusan pengantin wanita, pernikahan dilakukan antara Adzriel dan Embun. Meski dilandasi perjodohan, Embun mencintai suaminya. Sayangnya sorot mata sehitam jelaga itu memandangnya penuh benci. Dua tahun mereka menikah tidak juga menumbuhkan benih harmonis dalam hubungan. Justru kegagalan, adanya pihak ketiga membuat Embun memilih pergi. Ketika surat cerai diberikan, mengapa ada kesedihan di mata yang selalu teguh menatapnya dingin? Apa ada kesalahpahaman di antara kami? Itukah alasan mengapa setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Adzriel malah meminta rujuk? Pria itu kini mengejarnya. Bahkan menyanggupi syarat tak masuk akal dari mantan istrinya. Dia harus menangkap pencuri misterius dan membongkar identitas aslinya. Semula Adzriel tidak paham, apa hubungan rujuk dengan menangkap maling? Sampai ketika dia bersitatap dengan Sane, si pencuri viral. Barulah Adzriel menyadari, bahwa ia tidak sepenuhnya mengenal baik mantan istrinya.
View MoreRuangan itu bernuansa putih. Kursi kayu berkaki ramping sekitar dua puluh lima buah masing-masing diletakkan di sisi kanan dan kiri. Tanaman bunga hias yang dibuat dari rangkaian bunga mawar putih. Tersemat pada ujung kursi di kedua sisi membentuk pagar mini menuju altar. Langit-langit di tengah ruangan terbuat dari kaca dengan hiasan tanaman gantung. Aroma wewangian dari campuran melati dan kayu manis memenuhi ruangan.
Tidak lama satu persatu tamu undangan memasuki ruangan. Duduk memenuhi kursi hingga tidak tersisa. Siap menunggu pemilik acara memasuki ruangan dan menyatakan sumpah sehidup semati. Bising memecah hening, antusiasme para undangan menghadiri pernikahan sekaligus reuni dadakan terlihat.
Seorang pria muda dengan setelan hitam berdasi, maju ke depan. Ia membuka acara dengan perkenalan diri singkat, dilanjutkan kata-kata sambutan. Sebelum akhirnya meminta para tamu undangan untuk berdiri, menyambut kedatangan mempelai pria dan pengantin wanita.
Terdengar suara pintu berdaun dua terbuka. Menarik atensi tamu undangan menuju sepasang sejoli siap memasuki ruangan. Suara langkah kaki terdengar samar. Seorang gadis muda berambut hitam yang diikat tinggi dan membiarkan anak-anak rambut jatuh ditengkuk. Memasuki aula dengan gaun pengantin putih klasik dan sopan. Gaunnya benar-benar ketutup sama lace hingga payet-nya pun sampai menutupi kulit cantiknya. Satu-satunya bagian yang bisa ter-expose hanya punggungnya saja.
Semua orang berbisik satu sama lain. Setuju bahwa penampilan pengantin wanita bagai putri yang muncul dari buku dongeng.
Pemuda yang berada di sampingnya juga tidak kalah memukau. Meski umurnya sudah lewat dari dua puluh lima tahun. Wajahnya terlihat muda, seperti anak kuliahan semester tiga. Ia memakai setelan jas berwarna biru dongker mengkilap dengan dasi silver. Rahangnya tegas, mata sehitam jelaga dan sorot mata tajam. Sambil menggandeng tangan calon istrinya, ia melangkah.
Begitu pengantin tiba di ujung ruangan. Suasana kembali hening dan terasa sakral. Pria dengan setelan hitam yang berdiri di depan pasangan bahagia itu mulai bicara. Detik demi detik, menit demi menit tidak sebanding dengan gemuruh debaran jantung sang gadis. Wajahnya terlihat tegang, gugup, namun penuh suka cita.
“Saya nyatakan Adzriel Adhva Rafandra dan Embun Kinanti resmi menjadi sepasang suami istri!”
Sorak sorai para tamu undangan terdengar. Air mata kebahagiaan menetes dari tiga wanita paling bahagia hari ini. Embun menerima uluran tangan dari pria yang kini berganti status menjadi suami dengan senyum malu. Mereka berjalan pelan menuju orang tua mempelai pria lebih dulu. Barulah orang tua mempelai wanita. Melakukan acara cium tangan dan berlutut meminta restu.
Acara dilanjutkan dengan penerimaan ucapan selamat dari tamu undangan kepada pengantin baru dan keluarga. Beberapa kolega bisnis keluarga mempelai pria saling melempar canda. Beberapa saudara jauh dari mempelai wanita sibuk melepas rindu. Dan beberapa teman dekat dari pengantin baru juga membentuk dua kelompok.
“Selamat ya, Embun! Tidak disangka, kamu lebih dulu melepas lajang.” Salah satu teman perempuan memeluk pengantin wanita erat.
“Aku juga mana tahu, hidup memang penuh kejutan.” Embun tertawa pelan, matanya berbinar indah. Menunjukan betapa bahagianya ia hari ini. “Terima kasih kalian semua sudah mau datang!”
Tiga perempuan ikut tersenyum lebar. Mereka adalah teman dekat semasa sekolah sampai kuliah. Embun bahkan penuh bangga menyebut mereka sebagai sahabatnya.
“Selamat atas pernikahanmu, Adzriel.” Kali ini kolega dari mempelai pria memberi selamat.
“Terima kasih,” jawaban singkat itu mengundang tawa teman-temannya.
“Cobalah untuk tersenyum dihari bahagia ini. Meski harus menarik otot kaku wajahmu itu!” Teman yang lain menegur sambil bercanda dan menepuk punggung sang pemuda.
“Hm,” kali ini Adzriel hanya bergumam sebagai jawaban.
Ketika malam tiba, mereka pindah tempat menuju private dinner di lantai paling atas. Berlokasikan di sentral ibukota, hotel bernuansa elegan ini juga menawarkan plataran indah pada lantai teratas. Tak hanya menampilkan kota Jakarta yang menawan, setiap sudut teras juga memberikan kesan nyaman. Venue ini cocok untuk mengadakan dinner party usai acara utama tadi siang.
Saat bulan purnama tepat berada di atas kepala. Acara makan malam telah lama usai dan mereka sudah terlelap di kamar hotel masing-masing. Terkecuali sepasang sejoli yang masih berstatus pengantin baru. Di dalam kamar hotel dengan jendela besar menampilan pemandangan city light. Embun duduk berhadapan dengan Adzriel. Ditemani cemilan manis beserta segelas anggur merah.
Ada perbedaan suasana saat ini ketimbang tadi siang. Di tengah-tengah mereka berdua seakan terdapat sekat tidak kasat mata. Memberikan jarak pada Embun dan Adzriel seperti orang asing.
Adzriel menaruh gelas wine, lalu menatap lurus pada Embun. “Sekali lagi saya ingatkan, bahwa saya menikahimu karena terpaksa.”
.
.
.
Continue…
Setiap melihat kalender, semakin Adzriel gugup. Sampai saat ini dia belum juga mendekati Embun. Melihatnya saat di kantin dan di taman selalu lebih dari cukup baginya. Sungguh, pemuda itu baru sadar betapa pengecutnya dia. “Tidak bisa! Aku harus dapat nomornya sebelum wisuda.” Adzriel memantapkan diri saat duduk sendiri di taman. Percobaan pertama dia lakukan di kantin. Meski banyaknya orang disana sedikit membuat ragu. Adzriel mencoba menguatkan diri. Sudah sepuluh menit sebelum bel istirahat dia menunggu. Ketika melihat kantin mulai ramai, mata sehitam jelaga menyisir sekitar. “Embun, mau makan siang apa?”Adzriel sontak mencari suara yang menyapa Embun. Ia menemukannya tidak jauh darinya. Sekitar tiga meja. Adzriel sontak berdiri, membuat kaget beberapa orang di sekitarnya. Ia menunduk pelan, meminta maaf.“Hei, kita bertemu lagi.” Adzriel bergumam pelan, mengulang kata seperti mantra.Langkah semakin dekat, degup jantung kian menderu. Adzriel merasa keringat dingin turun di pel
Ini sudah yang kedua kalinya, mata sehitam jelaga mengunci sosok seorang gadis.Embun Kinanti, nama penolongnya.Entah ini disebut beruntung atau apes. Adzriel baru mengetahui keberadaan Embun sangat terlambat. Tidak lama lagi dia akan wisuda. Belum lagi perbedaan tingkatan mereka. Tidak banyak waktu untuk mendekatinya. “Ini yang kamu minta, Riel.”Seorang pemuda bertindak mencurigakan. Memakai pakaian tertutup sambil celingak-celinguk. Sudah mirip pengedar narkoba. Bedanya barang yang sedang dia selundupkan berupa secarik kertas kecil. Adzriel menerimanya dengan kening berkerut. Agak heran dengan tingkah ajaib temannya. Padahal dia hanya meminta tolong sesuatu. Tapi tingkahnya sudah seperti informan paling berbahaya dan dicari.“Lepaskan topimu!” kata Adzriel jengkel. Ia menyambar topi yang menutupi kepala temannya. Pria bermata sipit itu kaget, sontak mengambil kembali topinya. “Eh! Jangan! Nanti ketahuan lagi kalau aku yang bocorin jadwal adik tingkat. Mau ditaruh dimana wajah
“Selamat datang di Toko Florist, jenis buket seperti apa yang diinginkan, Kak?”Mata sehitam jelaga melirik sekeliling. Aroma lembut dan wangi bunga memenuhi indra penciumannya. Adzriel mengerutkan kening, tidak tahu harus memilih apa.“Bisa rekomendasikan buket untuk permintaan maaf? Padukan dengan warna ungu dan putih.” Ucap Adzriel setelah terdiam.“Baik, mohon ditunggu Kak.”Adzriel mengangguk singkat, lantas duduk di kursi tunggu yang sudah disediakan. Semburat merah terlihat samar di telinga akibat menahan malu.Ia agak malu pada dirinya sendiri. Berbekal pengetahuan selama mengamati Embun setahun pernikahan. Hanya informasi kecil inilah yang dia ketahui.Tiga puluh menit kemudian.“Terima kasih telah menunggu. Ini buket pesanannya, Kak.”Sebuah buket berukuran sedang dengan paduan ungu dan putih sesuai permintaan siap dibawa. Adzriel menatap sejenak, ia tidak tahu banyak soal bunga.Seharusnya ini indah, bukan? Batinnya meragu. “Terima kasih, simpan saja kembaliannya.” Usai me
Keadaan Universitas saat malam hari cukup sepi. Mengingat jam memang sudah menunjukan pukul dua belas malam. Lampu-lampu taman sebagian dibiarkan padam. Begitu pula dengan pencahayaan di lorong kampus. Penjaga kampus hari ini ada dua orang yang berjaga. Satu duduk memantau CCTV di ruang kendali. Satu lagi melakukan patroli setiap beberapa jam. Memutari tiap sudut bangunan luas berlantai tiga. Satpam di ruang kendali mengawasi tiap layar komputer ditemani secangkir kopi hitam. Setiap beberapa menit sekali, layar akan berkedip. Memperlihatkan kondisi sekitar kampus secara bergantian. Sementara itu koleganya sudah sejak tadi berpatroli di lantai dua bagian barat.Pada kamera pengawas bernomor tiga yang menunjukan area taman kampus bagian belakang. Terdapat pergerakan cepat tepat ketika layar berkedip cepat. Sehingga luput dari mata pengawas penjaga malam itu. Embun menyelinap masuk ke dalam kampus. Melompati pagar setinggi satu meter dengan mudah. Saat ini ia memakai pakaian serba hit
Embun dan Merry sibuk mengatur strategi demi menjebak pelaku perundungan bersama teman-temannya. Matahari sudah tumbang ke sisi barat ketika selesai dan mereka keluar dari cafe.Sebelum mereka menjalankan rencana. Selama beberapa hari ini Embun sibuk berkeliling kampus. Berpura-pura mengerjakan tugas, membawa laptopnya ke setiap sudut kampus. Terkadang hanya duduk, menikmati makan siang sementara matanya mengawasi. Mencari titik-titik CCTV terpasang dan di mana yang tidak. Embun datang ke rumah Merry. Mengeluarkan sebuah kertas berisi denah kampus. Saking detailnya sudah seperti cetak biru asli milik kampus. Ini tentunya mengundang rasa penasaran Merry. “Kamu tidak perlu tahu, Mer. Fokus saja pada rencana kita,” itulah jawaban Embun ketika ditanya. Embun menunjuk salah satu titik, letaknya berada di belakang kampus. Tempatnya tidak ramai, Embun sudah memastikannya. Di sanalah mereka akan memasang perangkap. ***“Kau siap, Mer?” suara Embun terdengar pada earphone yang Merry kenaka
Saat itu Embun baru saja menjadi mahasiswa baru di Universitas yang ada di Jakarta. Tidak jauh dari rumah, sehingga cukup pulang pergi dengan transportasi umum. Tidak perlu nge-kost ataupun cari kontrakan tiga petak. Dengan begitu ia bisa sedikit menurunkan kekhawatiran orang tuanya.Selain itu, Embun sudah berjanji pada sang ibu.“Tidak ada party, tidak ada trik sulap, dan tidak ada segala jenis, macam, bentuk aksi hobimu itu.”Embun sontak buka mulut, hendak protes tidak terima. Sayangnya kalah cepat dari Linda. Wanita paruh baya itu segera menambahkan lagi, setengah mengancam. “Kalau kamu masih bandel juga, biar Mama buang semua peralatan hobimu itu!”“Eh, jangan atuh, Mah! Bun belinya penuh perjuangan itu, mana harus nabung setengah tahun…”Mama melengos tidak peduli, sambil bersedekap dada. Matanya mendelik tajam, “janji dulu!” katanya menuntut. “Iya Bun janji. Embun janji tidak banyak tingkah selama kuliah. Embun hiatus dari segala jenis kegiatan hobi dan fokus belajar. Sudah,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments