“Apakah kau melihat saputangan hanyut di sekitar sungai ini?” tanya gadis itu padanya.
Yu Ping tak mampu menjawab, ia takut begitu bibirnya terbuka, jantungnya ikut meloncat keluar karena berdetak terlalu kencang.Si makhluk cantik melambaikan tangan di depan mata Yu Ping, “Kau tidak apa-apa?”Yu Ping ingin menjawab namun lidahnya terasa kelu, hanya bibirnya saja yang mengepak terbuka seperti ikan mencari oksigen di permukaan air.“Oh kau gagu ya?” tatapan gadis itu berubah menjadi iba padanya.Mata Yu Ping membeliak, ia menggoyang-goyangkan kedua tangan.“Kau tidak melihat saputanganku, ya sudah tak apa-apa!” bibir si cantik tersenyum sangat manis.Saat gadis bergaun merah muda itu melambaikan tangan dan berbalik pergi, ia tak pernah menyadari telah membawa sekeping hati Yu Ping bersamanya.Yu Ping masih tak mempercayai bahwa ia bertemu dengan manusia bukannya hantu.Bahkan sesampainya di pondok, ia sibuk menjemur saputangan yang ditemukannya dan memandangi secarik kain tersebut tak puas-puas seakan benda itu mewakili pemiliknya.Ketika Wu Xian datang membawakan makan malam, ia mengamati perubahan sikap Yu Ping dari seorang yang ceria menjadi pemurung dan suka melamun.Bocah laki-laki yang beranjak dewasa itu makan tanpa semangat, matanya menerawang ke langit-langit pondok yang terbuat dari rumbia.“Kau ini melamun apa? Mengapa dari tadi tidak bersemangat?” tegur Wu Xian.Yu Ping menggeleng lesu, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu lalu memandang pamannya dengan tatapan manis penuh perhatian.“Paman Wu Xian yang baik hati.”Wu Xian sedang menyumpit sayur di mangkuknya ketika melirik dengan curiga ke arah Yu Ping, “Hmm?”“Apakah Paman tahu ada gadis yang tinggal di sekitar gunung ini?”“Gadis yang mana?” Wu Xian memasang wajah bodoh.“Gadis seumuranku, sepertinya hanya dia satu-satunya perempuan di daerah sini!” sahut Yu Ping penuh semangat.Wu Xian tersenyum mendengar penuturan Yu Ping, membuat si bocah menjadi malu.“Paman, mengapa tidak menjawab malah mentertawakanku?” bibir Yu Ping mengerucut.“Jadi perubahan sikapmu ini karena memikirkan gadis cantik ya?” Wu Xian terkekeh melihat wajah Yu Ping berubah merah seperti kepiting rebus.“Paman akan beritahu atau tidak? Kalau tidak, aku tidak mau makan!” Yu Ping merajuk. Ia meletakkan sumpit di tangan ke atas mangkuk nasinya dengan bibir masih cemberut.“Tentu saja Paman tahu siapa dia,” Wu Xian tersenyum geli ketika wajah Yu Ping berubah dari cemberut menjadi penuh rasa ingin tahu. Punggungnya tegak, kedua siku di atas meja, dan mata berbinar-binar siap mendengarkan.“Paman akan memberitahu asal dengan satu syarat!”“Aduh Paman, aku pasti melakukan apapun yang Paman minta asal Paman ceritakan padaku siapa gadis itu!” tukas Yu Ping tak sabar.“Baik, janji laki-laki sejati?”“Janji laki-laki sejati!” Yu Ping mengangguk mantap.“Nama gadis itu, Qing Ning. Dia adalah salah satu penghuni gedung Hoa San.”“Qing Ning?” Yu Ping menyebut nama indah tersebut dengan penuh perasaan sambil membayangkan wajah jelita sang gadis.“Tapi mengapa ia tak memakai baju seperti Paman?”“Dia adalah cucu ketua perguruan Hoa San, tentu saja perlakuannya agak berbeda. Hoa San tak pernah menerima murid wanita. Namun karena kedua orang tua Qing Ning meninggal sewaktu gadis itu masih sangat kecil, maka ia diizinkan tinggal di sini sampai sekarang.”“Kasihan sekali,” gumam Yu Ping turut sedih. Ternyata nasib Qing Ning tak sesempurna wajahnya, tak ada beda dengan dirinya.“Kau sedang jatuh cinta dengan cucu ketua Hoa San,” kata-kata paman Wu Xian mengejutkannya. Jatuh cinta? Apa pula itu?“Apa itu jatuh cinta, Paman?” tanyanya polos.“Perasaan senang, sedih, rindu, dan benci menjadi satu itulah perasaan jatuh cinta.”Yu Ping tersenyum, kalau benar ia jatuh cinta, maka Qing Ning adalah cinta pertamanya.“Tetapi kau juga harus hati-hati dengan cinta. Karena dari cinta timbul kesedihan, dan dari cinta timbul ketakutan.”Yu Ping mendengarkan nasihat pamannya dengan seksama meski ia masih belum mengerti benar apa maknanya.“Karena aku sudah mengatakan yang mau kau dengar, sekarang giliran Paman memberitahu apa yang harus kau lakukan untukku!” Wu Xian menggerak-gerakkan alis abu-abunya.“Apa yang Paman mau dariku, katakan saja!” Yu Ping menepuk dada.“Mulai besok tugasmu bukan hanya memikul air untuk mengisi gentong di depan rumah. Kau juga harus menanak nasi dan memasak sayur. Selain itu kau harus melakukan push-up 100 kali setiap hari sebelum memulai pekerjaan harian. Juga belajar kuda-kuda.”“Belajar kuda-kuda?”“Ya, bukankah kau ingin belajar ilmu bela diri?”Yu Ping merasa sangat senang, ia pun bangun dari kursi lalu berlutut di depan Wu Xian, “Terimalah hormatku, Guru!”“Kau tidak malu memiliki guru seorang pembantu?” Wu Xian tertawa terkekeh.“Guru selamanya adalah guru bagiku, yang mengajarkan arti kehidupan dan perjuangan dalam menjalaninya!” mata Yu Ping berkaca-kaca. “Aku sangat bangga menjadi murid Guru.”Wu Xian manggut-manggut sambil mengelus jenggot abu-abunya, “Tak salah aku mengambilmu sebagai murid, kelak kau akan menjadi pendekar sejati!”***Di waktu yang sama, nun jauh di bawah jurang.Terlihat sosok remaja laki-laki berusia 12 tahun sedang berlatih ilmu pedang. Anak laki-laki itu berwajah tampan, rambutnya yang panjang sebagian digelung ke atas, alisnya tebal dan sorot matanya sangat dalam, menunjukkan hati yang teguh.Gerakannya sangat lincah saat memainkan pedang, selain lincah juga sangat cepat hingga pedang di tangannya terlihat seperti gulungan sinar yang bergerak kesana-kemari dengan indahnya.Tiba-tiba dari arah lain, berkelebat bayangan hitam menyerang dengan sebilah pedang. Bocah itu menangkis dengan cepat menggunakan pedangnya. Terdengar dentingan keras dua pedang beradu, gesekannya menimbulkan bunga api.Bayangan hitam berubah menjadi sosok pria berusia 40 tahun-an, berwajah dingin tanpa senyum, dan perawakannya tinggi tegap dibalut jubah panjang berwarna hitam khas pendekar.Dari gerakannya, terlihat ilmunya masih di atas kemampuan si bocah tampan. Sebentar saja ia berhasil mendorong anak laki-laki itu hingga surut ke belakang, menabrak dinding batu di belakangnya.Pertarungan dihentikan, pria itu mundur beberapa langkah ke belakang memberi ruang pada si bocah untuk mengatur napas.“Saat berlatih, jangan sampai lengah!” tegur pria itu.“Maafkan aku, Guru!” bocah itu mengepalkan kedua tangan di depan dada.“Berlatih jurus Pedang Bayangan membutuhkan konsentrasi tinggi, seluruh tenaga dan pikiran hanya terpusat pada pedang di tangan. Sekali kau memikirkan hal lain, maka hal itu akan melemahkanmu.”“Qi Yun mengerti, Guru. Akan belajar lebih tekun!’Seorang wanita cantik yang mengamati sedari tadi dari kejauhan,menghampiri mereka berdua. Wajahnya menunjukkan bahwa ia sangat marah.“Ibu!” anak laki-laki bernama Qi Yun itu menyambut ibunya dengan memberi hormat.Wanita yang tak lain adalah mantan ratu Xian Lian menamparnya dengan keras hingga ia terhuyung ke samping.“Qi Yun, kau harus belajar lebih keras untuk menjadi pendekar hebat! Bukankah Ibu sudah mengatakannya berulang kali padamu?” bentak Xian Lian marah.Kelembutan seorang wanita telah lama menguap habis dari sosok Xian Lian, yang ada hanya kemarahan dan kebencian yang mengakar di dalam hati.“Ingatlah bahwa kau harus menjadi pendekar nomor satu di dunia agar dapat membalaskan dendam kematian ayahmu, raja Qi You!"“Ingatlah bahwa kau harus menjadi pendekar nomor satu di dunia agar dapat membalaskan dendam kematian ayahmu, raja Qi You!" perintah Xian Lian dengan keras.“Qi Yun tak akan mengecewakan hati Ibu,” bocah laki-laki seumuran Yu Ping itu mengangguk tegas. Sebentar kemudian ia sudah berlatih jurus Pedang Bayangan kembali. Kali ini bocah tampan itu berfokus penuh pada pedang di tangannya. Saat berfokus itulah, gerakannya menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Ia berputar ke sana kemari seperti sedang menari di bawah sinar bulan purnama. Kedua kakinya hampir tak menapak tanah saat melesat ke arah dinding batu, berpijak lalu berlari menapak dinding batu tersebut dengan kecepatan tinggi melawan gravitasi bumi. Setelah cukup tinggi, ia menghentakkan kedua kaki, melesat terbang seraya menggerak-gerakkan pedang di tangan sekaligus memutar tubuhnya hingga dari kejauhan tampak seperti bola bercahaya bergulung-gulung di atas tanah.
“Hiih … dia bersisik!” beberapa bergidik melihat punggung Yu Ping. “Siluman!” teriak yang lain. Wajah Yu Ping pucat, ia teringat dengan peristiwa di sungai lima tahun lalu dimana anak-anak sebayanya ketakutan dan memanggil dirinya siluman air. Gara-gara berita siuman air itu menyebar, desanya mengalami bencana besar. Kini murid-murid Hoa San sudah mengetahui tentang sisik di punggungnya juga, akankah Hoa San mengalami nasib yang sama dengan desa kelahirannya dulu? Tiba-tiba saja murid Pertama dan Ketiga membekuknya dari belakang, kedua tangan dikunci di belakang punggung. Kali ini Yu Ping tak melawan, ia membiarkan dirinya digiring ke aula gedung Hoa San. Murid Pertama dan Ketiga memegangi kedua bahunya, memaksanya berlutut. Lagi-lagi pemuda itu tak memberikan perlawanan meski sebenarnya tidak sulit mengalahkan mereka berdua. Tetua Wang muncul bersama dua tetua lain karena mendengar suara
Murid Ketiga memutuskan untuk mendekat dan mengintai dari lubang jendela. Tampak olehnya tetua Wang dan sosok misterius berdiri berhadap-hadapan, lilin dimatikan hingga ruangan menjadi gelap namun murid Ketiga masih dapat melihat siluet keduanya. “Memanggilku kemari ada berita penting apa?” tanya tamu misterius berbaju hitam. “Aku menemukan bocah dengan sisik emas, sepertinya dia bukan anak sembarangan,’ terang tetua Wang. “Bocah bersisik emas? Kalau benar, dia adalah buronan yang selama ini dicari-cari oleh raja Qi!” kata pria misterius di depan tetua Wang. Buronan? Murid Ketiga menutup mulut dengan kedua tangan, khawatir berteriak saking kagetnya. Jadi murid kesayangan ketua Hoa San itu seorang buronan? Hmm, kalau aku laporkan ke penegak hukum di kota maka aku akan mendapatkan uang banyak, tiba-tiba muncul niat jahat di kepala murid Ketiga. Bila Guru Besar mengetahui siapa murid kesayangan yang sebenarnya tentu dia akan m
“Sebuah pukulan tangan kosong ke batang leher dengan tenaga dalam yang sangat kuat tanpa ada bekas pukulan dan memar di kulit, hanya satu orang yang bisa melakukannya. Tidak lain Pendekar Tapak Sakti, Liu Heng dari perguruan Kun Lun!” Tiga tetua saling memandang tak percaya, sementara para murid terlihat bengong tak mengerti. “Tetapi hal itu tidak mungkin,” tetua Wang mendekati jenazah murid Ketiga dengan penasaran. “Apa yang membuat Ketua Wu berpikiran pelakunya Liu Heng?” “Aku tidak yakin pelakunya adalah Liu Heng, tetapi orang yang membunuh murid kita menggunakan jurus yang dimiliki oleh pendekar Tapak Sakti!” Wu Xian mengelus jenggotnya. “Setahuku, Liu Heng sudah berubah menjadi gila karena melakukan kesalahan saat mempelajari jurus tertinggi Tapak Dewa!” kata tetua Wang lagi. “Benar,” Wu Xian mengangguk. “Masalah ini sangat pelik, kita tak bisa sembarangan menuduh karena selama ini perguruan Kun Lun dan Hoa San tidak pernah ada masalah sedangkan Liu Heng adalah mantan tetua
Jantung Yu Ping berdebar kencang. Meski sudah lima tahun berlalu, ia masih saja terpesona melihat sosok yang hanya bisa menghiasi mimpi dan kini berada di sampingnya. Qing Ning. “Kakak Pertama, apakah tidak malu sebagai murid Hoa San merundung anak kecil?” bentak Qing Ning dengan kedua tangan menumpu pada pinggangnya yang ramping. Mata indahnya memelototi kelima pria di depannya dengan ekspresi marah, membuat hati mereka menciut. Bagaimana tidak, Qing Ning adalah cucu dari ketua Hoa San, Wu Xian. Ilmu silatnya pun tak dapat dianggap enteng. Selain sangat cantik, ia juga pandai ilmu pedang. Bukan hanya Yu Ping, hampir semua pemuda di perguruan Hoa San mengagumi kecantikan gadis itu. Matanya besar dan indah berkilauan serta memiliki daya tarik kuat bagi setiap orang yang memandang, namun sinar mata itu juga mengandung ketegasan dan kewibawaan yang sepertinya diturunkan oleh Wu Xian, sang kakek. Anak kecil? mata Yu Ping membulat mendengar dirinya dipanggil dengan sebutan anak ke
“Malam ini kau akan mati di tanganku, Wu Xian!” Pria berbaju dan berkedok serba hitam itu mendekati tempat tidur, mengangkat tangan kanannya dan mengerahkan tenaga dalam penuh. Tangan kiri meraih selimut dan menariknya dengan cepat, seraya siap memukulkan tangan kanan ke arah leher Wu Xian. Namun ia terkejut bukan main, ketika selimut tersibak ternyata hanya ada sebuah bantal di baliknya. Ia menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan sosok Wu Xian dalam kegelapan. Menyadari ada sepasang mata sedang mengawasinya, pria berkedok itu perlahan mendongak ke atas, ke langit-langit tempat tidur. Ternyata Wu Xian sedari tadi bersembunyi di langit-langit, dengan kedua tangan dan kedua kaki berpijak pada empat tiang tempat tidur. Begitu musuh menengadah ke atas, Wu Xian langsung melompat turun sambil menghujamkan tinjunya ke arah pria misterius di bawahnya. Sosok itu meloncat ke belakang guna menghindari serangan hingga tinju Wu Xian menghantam tempat tidur yang terbuat dari papan kayu.
Sinar matahari pagi memancar indah, menghangatkan penghuni bumi sebelah utara. Di kaki pegunungan Qionglai yang memiliki pemandangan indah terutama di pagi hari, sudah banyak orang yang berlalu-lalang. Rata-rata dari mereka adalah pedagang, jasa ekspedisi, dan pengembara yang lewat dari Wenchuan menuju Sichuan atau sebaliknya. Namun hari itu sedikit berbeda, tak sedikit pria gagah perkasa dan bersenjata yang lewat di sepanjang jalan.Terlihat empat orang pemuda gagah memasuki sebuah kedai teh yang terletak di dataran berpasir. Di kedai itu sudah duduk seorang pemuda tampan berjubah putih menikmati tehnya dalam diam. Dari gerak-geriknya terlihat pemuda ini bukanlah pemuda sembarangan, terpelajar dan berilmu tinggi.Keempat pemuda yang baru masuk itu duduk berhadap-hadapan dan sesekali mencuri pandang ke arahnya. “Siapa pemuda itu, Kakak Pertama?” tanya seorang yang lebih muda, “Wajahnya asing tapi terlihat berilmu tinggi.” “Entahlah, mungkin dia juga salah satu peserta pertandinga
Gadis itu menusukkan pedangnya ke arah leher Qi Yun sambil berteriak nyaring, “Mampus!” Pemuda itu berkelit ke samping, menangkap pergelangan tangan lawannya. Si gadis berusaha melepaskan tangannya namun cengkeraman Qi Yun terlalu kuat, akhirnya ia memutar tubuh ke samping agar cengkeraman itu terlepas lalu melayangkan sebelah kakinya ke atas untuk memukul kepala Qi Yun. Pemuda itu sigap mengibaskan tangan dan menangkis serangan yang datang. Karena mulai kesal, dan malas meladeni, setelah beberapa jurus, Qi Yun segera mengakhiri serangan nona dari Iblis Darah itu dengan mengunci kedua tangannya ke belakang dan memaksanya berlutut. “Cepat berikan penawar racun untuk tuan-tuan ini atau wajah cantikmu akan kubuat cacat!” bentak Qi Yun. Gadis itu tertegun, wajahnya merona merah. Seorang pemuda yang sejak awal melihat tadi sudah ia kagumi kegagahan dan ketampanannya memanggil dirinya cantik.Bagai kerbau dicocok hidung, tanpa banyak protes, gadis itu menyerahkan penawar racun pada pe