SESAL ( Nikah Terpaksa )
Bab 5
By : Desy Irianti
"Apa tidak bisa kamu merayu Firman untuk tinggal di sini, Nak."
Tatapan matanya yang terlihat ada air di kelopak bawah. Sedih yang iya rasakan sekarang ini juga ikut aku rasakan.
"Aku juga merasakan hal yang sama Ibu rasakan, sedih." gumamku dalam hati.
Belum pernah aku hidup jauh dari orang tua yang telah memberikanku kehidupan seperti ini enaknya, kasih sayang yang berlimpah, fasilitas yang cukup. Membuatku takut sebenarnya kalau hidup berdua dengan Mas Firman, apalagi dengan sifat buruknya. Tapi, inilah kehidupan. Ada resiko yang harus aku terima dari setiap pilihan yang sudah aku pilih.
"Bu, Hana sudah menikah. Bukannya kalau kita sudah menikah, lebih bagus tinggal terpisah dari orang tua? Ibu kan sudah sering dengar dari penceramah di pengajian."
Aku yang pernah ikut ke pengajian dan dengan tema yang sama aku alami ini, setelah menikah lebih bagus tinggal terpisah dari orang tua. Akan ada banyak masalah yang akan datang jika satu rumah terdapat lebih dari satu kepala keluarga.
Walaupun rasa takut menyelimuti hati ini, tidak mungkin aku bagi dengan Ibu. Pastinya akan lebih parah lagi ke khawatirannya nanti terhadapku.
Hanya belum terbiasa saja, nantinya juga akan terbiasa dengan situasi seperti ini. Ibu masih mempunyai cinta sejatinya yang setia menemani kemanapun, beda denganku yang tidak tahu nantinya akan seperti apa.
"Iya, Han. Tapi kamu coba dulu ya, bicarakan lagi sama Firman, mana tahu masih bisa hatinya berubah." Memelas padaku agar bisa mengubah keputusan Mas Firman.
Tidak mungkin aku merayu Mas Firman, untuk bicara saja kami sekedarnya saja. Bicara saja kalau butuh, lagian aku sudah mengeluarkan kata akan ikut kemanapun dia bawa kecuali ke rumah orang tuanya. Seperti menjilat ludahku sendiri kalau aku sampai merayu Mas Firman.
Aku rasa memang lebih bagus kami pindah dari sini, takut Ibu merasa menyesal menikahkanku dengan laki-laki pilihannya, takut kalau Ibu menyalahkan dirinya sendiri. Sifat dan tingkah lakunya terhadapku yang begitu kasar tidak sesuai dengan yang ada di pikiran Ibu. Karena selama ini pikirannya Ibu selalu baik terhadap Mas Firman.
Orang tua pastinya akan bahagia jika melihat anaknya bahagia, dan merasa sakit jika anak yang sayangi merasa tersakiti. Semua orang tua memiliki sifat seperti ini.
Kesehatan yang tidak lagi stabil seperti aku yang masih muda, sudah banyak penyakit yang hinggap di tubuh orang tua, terutama Bapak yang memiliki penyakit jantung yang kapan saja bisa kambuh. Tiga tahun terakhir penyakit ini dideritanya. Terkadang kambuh tanpa memberi kabar terlebih dahulu.
Pikiran yang tidak terjaga bisa saja merenggut nyawa dari cinta pertamaku. Aku yakin aku kuat menghadapi suami seperti Mas Firman dengan semua tingkahnya. Lebih sakit hatiku jika orang tuaku yang sakit, tak tega rasanya melihat mereka sedih.
*****
Satu kamar dengan suami yang kaku, membuatku menjadi kaku juga. Tak ada saling sapa apalagi ngobrol yang asyik seperti kebanyakan orang. Padahal khayalanku bisa seperti kebanyakan orang, hangat saat bersama suami. Canda tawa sampai bisa tertawa terbahak-bahak.
Aku yang sibuk dengan ponsel, karena hanya layar datar ini untuk mencari ketenangan hati ketika aku dekat dengan dia. Sambil tiduran menyamping aku tidak hiraukan Mas Firman yang sedang nonton asyik sendiri film laga. Sepertinya itu film kesukaannya.
Entah kenapa aku lebih sering searching menu masakan yang akan dieksekusi besok harinya. Menyiapkan masakan untuk seorang suami yang sudah tahu kalau nantinya dimakan oleh dia tidak ada respon baik. Karena gengsi menyelimuti hatinya, susah untuk jawab jujur.
Menjalankan tugas sebagai istri, ku siapkan semua keperluan dia. Dimakan atau tidaknya nanti masakanku itu urusan belakang, setidaknya aku sudah berusaha menjadi istri yang baik.
Terbangun tengah malam saat terdengar ada suara, kupandang langit kamar pertama kali mata ini terbuka. Aku yang tertidur dengan posisi yang masih sama saat aku menghabiskan waktu dengan ponsel. Layar datang yang masih menyala dan tv yang masih hidup juga. Ternyata suara dari tv yang membuatku terbangun.
Menoleh ke arah kanan, seorang suami yang sudah tertidur dengan pulas tanpa dimatikan tv terlebih dahulu.
Apa yang ada pikiran Mas Firman, dua hari menjadi istrinya tanpa disentuh sedikitpun. Sampai aku punya pikiran kalau dia ini memiliki penyakit. Ah, tidak boleh aku mempunyai pikiran begini. Buang jauh-jauh pikiran ini dari otakku.
Aku yang memiliki sifat tertutup sangat sulit untuk bertukar pikiran dengan siapapun termasuk Ibu sendiri. Apalagi ini laki-laki pilihan darinya.
Jauh dari kata bahagia yang aku rasakan setelah menikah, tidak ada yang namanya bulan madu. Bayangan yang manis dan bahagia saat sebelum menikah, pahit yang aku rasakan setelah menikah.
Doa dari para keluarga dan tamu agar segera mendapatkan bayi lucu, sirna sudah. Apalagi di keluarganya yang sudah mengharapkan cucu darinya. Faktor usia yang sudah matang, ketakutan juga datang dari mertua perempuan, jangan menunda-nunda untuk memiliki momongan, pesannya saat sebelum menikah dengan Mas Firman.
"Kamu ngapain? Kok belum tidur?" Tiba-tiba Mas Firman bangun, dengan mata yang setengah terbuka, dia melihatku nonton tv yang masih menyala yang tidak dimatikan sebelum dia tidur.
"Nonton tv!" jawabku singkat tanpa ada menoleh sedikitpun ke arahnya. Pandanganku tetap ke depan, letak di mana tv itu berada.
Tak terdengar suaranya lagi, aku menoleh ke arahnya, ternyata Mas Firman menyambung tidurnya lagi. Sungguh luar biasa kekuatan mental yang harus aku punya untuk menghadapi suami seperti Mas Firman. Sedingin ini dia padaku, padahal pengantin baru. Banyak cerita lucu dan senang saat pengantin baru. Kenyataanya, ceritaku menjadi pengantin baru sangat buruk.
Aku yang susah tertidur kalau sudah terbangun tengah malam begini, mencoba mengganti siaran tv, tidak ada siaran lagi yang menarik perhatian. Hampir semua siaran menayangkan siaran balap motor, berita dunia. Semua siaran itu aku tidak suka.
Layar datar menjadi alat bantu di kala aku menghabiskan waktu, terus scroll tanpa tahu apa yang ingin aku cari. Bingung dengan apa yang ingin aku lihat. Sampai akhirnya aku mendapatkan cuplikan video tentang ilmu berumah tangga.
Indahnya pacaran setelah menikah, judul yang sama denganku yang baru saja menikah. Tapi kenyataan yang tidak sama tentang keindahan yang mereka tunjukkan.
Jauh berbeda dengan kenyataan pahit yang aku rasakan sekarang. Bukan sekali ini saja aku melihat model video seperti ini. Sudah sering melihat seperti ini dengan tema yang berbeda, kenapa mereka bisa sebahagia seperti itu, kenapa aku tidak? Padahal dengan yang sama saat sebelum menikah.
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 6By : Desy Irianti"Han, hari ini mau masak apa?" tanya Ibu yang tiba-tiba sudah berada di dapur. Aku tidak pernah meminta Ibu untuk membantu bertempur di dapur, kebiasaan Ibu yang sudah menjadi tanggung jawab setiap harinya harus bermain di tempat ini.Aku yang tidak terbiasa melakukan rutinitas di dapur setelah sholat subuh, tapi aku kalahkan malas yang selalu melekat setiap hari di tubuh ini demi kewajiban menyiapkan makanan untuk seorang suami."Mau masak ayam goreng, sambal terasi dan sayur asem. Ini yang masih ada di kulkas.""Kamu bisa masaknya?" Ibu memastikan aku yang selama ini tidak pernah melakukan pekerjaan ini. Wajar saja kalau Ibu meragukan pekerjaan ini yang harus aku lakukan untuk seterusnya.Bermodalkan kuota ponsel, aku sudah menyimpan resep ini yang tadi malam aku searching di google. Setidaknya ada usaha yang aku lakukan."Bisa, Bu. Sudah ada resepnya dari google." jawabku dengan cengar cengir.Berusaha dulu, masalah rasa biar nanti d
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 7By : Desy IriantiTanpa aku minta doakan yang baik-baik, sudah jelas dan pasti seorang Ibu akan mendoakan yang terbaik untuk untuknya."Pak, saya mau keluar dulu ya." Terdengar suara Mas Firman berpamitan sama Bapak yang sedang duduk di luar."Oh, iya. Hana tidak ikut?" Spontan Bapak bertanya pada Mas Firman, mata Bapak yang berusaha mencari sosok anak perempuannya di belakang tubuh menantu barunya.Sah menjadi suami, pengantin baru, pergi sendiri mau kemana? Tanda tanya besar yang terlintas di pikiran orang yang melihat."Tidak, Pak." jawabnya dengan singkat dengan menggelengkan kepalanya.Tanpa ada bilang satu kata pun Mas Firman kepadaku kalau dia ingin keluar, tidak tahu dia mau kemana, dan aku pun tidak bertanya padanya. Aku ingin dia yang memberitahu sebelum ditanya, tapi itu tidak mungkin.Tidak ada dia menghargaiku sebagai istrinya, tegur sapa pun masih sangat sulit dilakukannya. Aku takut lama-lama akan ketahuan sama Ibu tentang rumah tangga yan
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 8By : Desy IriantiTok, Tok"Han, Hana." Tersentak aku dari tidur, suara Ibu dan ketukan pintu sampai masuk ke dalam mimpi."Iya, Bu." sahutku dari dalam kamar.Kesiangan, matahari lebih cepat bangun dari pada aku. Sinarnya sampai sudah masuk ke dalam kamar dari sela-sela jendela. Hangatnya matahari pagi terasa di tubuhku yang belum tersentuh air.Seperti biasa, laki-laki di sebelahku ini lebih lama lagi bangunnya. Aku yang menangisi kejadian tadi malam sampai larut malam, tubuh ini juga masih beralaskan selimut, tak tahu aku tidur jam berapa sampai bisa kesiangan.Kubersihkan seluruh tubuhku, masih saja aku risih dengan kejadian tadi malam. Walaupun dia sudah halal bagiku, tapi aku merasa takut bersamanya. Kenyamanan belum bisa aku rasakan bila di dekatnya."Mas, Mas, bangun!" Menggoyangkan pundaknya berkali-kali.Tidak ada respon darinya, sebelum aku masuk kamar mandi, sudah kubangunkan juga. Sampai akhirnya aku selesai, tidak juga terbuka matanya. Tid
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 9By : Desy Irianti"Mas sudah tidak ada tabungan!" jawabnya tanpa melihat wajahku, menunduk sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya."Hahh! Tidak mungkin saja kamu tidak ada tabungan. Selama ini kamu kerja apa tidak ada kamu sisihkan sedikit untuk disimpan!"Santai saja dia terus menikmati makanan, seperti tidak ada masalah dalam hidupnya. Sampai habis tidak tersisa satu butir pun nasi di piring, Mas Firman tidak menjawab juga.Kesabaranku selalu diuji olehnya. Emosiku yang tadi sudah turun kini meletup-letup kembali."Kamu yang benar saja, sedikitpun apa tidak ada tabunganmu?""Baru beberapa hari juga menikahimu, banyak kali pertanyaan kamu. Semua tabungan sudah habis untuk biaya menikahimu! Puassss!" Menggelegar suaranya keras dengan bola mata yang membulat ke arahku.Aku tahu biaya pernikahan itu tidak sedikit, tapi tidak percaya sepenuhnya kalau tidak ada sisa sedikitpun. Gajiku yang lebih sedikit dari gajinya saja bisa menyisihkan untuk di tabu
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 10By : Desy Irianti"Kami pilih untuk ngontrak saja, Bu." Berpura-pura tersenyum manis, aku tahu kalau Ibu suka memperhatikan kami berdua. "Lebih bagus bangun rumah saja, kalian juga harus pikirkan masa depan. Sebelum punya anak, rumah harus sudah selesai. Kalau ngontrak tiap bulan harus sisihkan uang untuk membayarnya, apalagi nanti kalau kontrakan itu mau dipakai sendiri sama pemiliknya, capek kalau harus pindah-pindah. Apa itu sudah kalian pikirkan?"Benar sekali ucapan Ibu, berpikir untuk kedepannya. Tapi, tidak mungkin aku bilang kalau tidak ada sedikitpun uang dari Mas Firman, kalau hanya tabunganku tidak akan cukup. Bahkan masih sangat minim aku rasa.Terlihat jelas begitu banyak pertanyaan yang tak dapat Ibu keluarkan pada kami, tertahan diantara segan dan menghargai menantu barunya. Pilihan Ibu sendiri."Uangnya tidak cukup, Bu." Senyuman getir yang aku tutup dengan manis.Aku ambil alih semua jawaban atas pertanyaan Ibu, Mas Firman pastinya tid
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 11By : Desy Irianti"Kalian pergi masing-masing?" Suara Ibu terdengar jelas di telinga.Berdiri di balik tubuh yang sudah siap untuk pergi kerja dengan menggendong tas kesayanganku."Iya, Bu. Hana juga punya motor sendiri.""Tempat kerja kalian searah, kenapa tidak sama-sama?"Di sepanjang jalan banyak suami istri yang boncengan naik motor pergi sama, ratusan para suami yang mengantarkan kerja istrinya, setiap hari itu aku lihat di gerbang pabrik. Pemandangan yang kulihat di pagi hari dan sore hari.Sejalan, sepemikiran, bersama menjalani kehidupan tanpa adanya egois yang ingin lebih tinggi dari pasangan. Saling mengisi kekurangan masing-masing. Itulah yang aku lihat di rumah ini, contoh nyata dari orang tuaku sendiri. Tapi, tidak bisa aku mengikuti jejak orang tua, punya suami yang sulit aku mengerti."Jam kerja kita beda, belum lagi kalau ada lembur! Hana juga sudah terbiasa pergi sendiri." Terus mencari alasan untuk menutupi kebusukan yang ada."Cukup
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 12By : Desy Irianti"Apa maksud kamu? Kamu mendoakan tidak baik dengan jodoh mereka? Memangnya kamu Tuhan!" Langsung Mas Firman menyambar jawab pertanyaanku kalau tentang keluarganya."Aku tidak ada mendoakan yang jelek untuk mereka, aku hanya tanya, gimana perasaan kamu kalau mereka dapat suami seperti aku yang mempunyai suami seperti kamu?" Aku keluarkan pertanyaan ini yang sudah aku pendam setelah menikah dengannya.Tak akan ada habisnya perdebatan yang menyinggung keluarganya. Aku akui dia selalu membela semua saudara kandungnya. Entah bagaimana cara Mama mendidik anak-anaknya, bahkan 11 anak yang aku anggap begitu banyak. Sekilas aku memperhatikan adik-adiknya, mereka seperti saling membantu dan menguatkan satu sama lain. Mereka mengprioritaskan sesama sekandung. Sekarang aku telah menjadi istri Mas Firman, seharusnya aku menjadi prioritas dari semua hidupnya. Tapi, itu tidak mungkin terjadi.Tatapan sinis matanya selalu terlihat jika dia sudah marah
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 13By : Desy Irianti"Aku minta uang gaji, Mas! Sudah gajian kan!" Menjembengkan kelima jariku di depan wajahnya.Seharusnya sudah keluar gaji di akhir bulan, yang aku tahu semua pemberian gaji pabrik itu serentak walaupun beda pabrik.Menabrak bahu atasku yang berdiri di depannya. Merogoh tas kerjanya, Mas Firman membuka dompet dan mengambil uang lembaran merah dan meletakkan di meja riasku. Apa aku salah meminta gaji pada laki-laki yang sudah menjadi suamiku?Terlihat begitu tipis kumpulan uang seratus ribuan. Firasatku sudah tidak enak.Mataku memperhatikan Mas Firman yang selalu santai dengan apapun keadaanya. Segera aku mengambil dan menghitung uang lembaran seratus ribu."Apa-apaan ini, Mas! Kok cuma segini?" Kujejerkan lembaran uang kertas itu di dadanya.Terdengar napas kasar sambil melihat ke arahku tanpa bersuara.Uang seratus ribuan hanya ada lima belas lembar. Cuma 1,5 juta yang dia kasih aku selama kerja satu bulan."Kamu jangan main-main, Ma