Beranda / Rumah Tangga / SESAL SANG MANTAN / 7. Cantik Rupa Busuk Hati

Share

7. Cantik Rupa Busuk Hati

Penulis: Dian Apriria
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-20 15:26:37

Irwan lalu mengalah dan berpikir ibunya nanti juga pasti tak akan meminta hal-hal aneh di hadapan Mona. Toh, ibunya pasti paham kalau Mona bukan seperti Ranti. Penampilan mereka berdua saja sudah jauh berbeda. Ranti yang sederhana dan apa adanya sebab hanya di rumah saja. Sementara Mona yang selalu cetar dengan riasan lengkap dan wangi menguar ke mana-mana. Sungguh tidak pantas memang kalau Mona yang merawat ibunya.

Sepeninggal Mona dari ruangan kerjanya, Irwan akhirnya langsung mengambil inisiatif untuk menghubungi agency penyalur asisten rumah tangga yang ia ketahui. Ada beberapa kawannya yang sudah sering merekomendasikan kontak agency itu setiap kali Irwan datang ke kondangan tidak membawa istri.

“Kamu itu seharusnya punya pelayan di rumah, Irwan. Biar istri kamu nggak kerepotan dan jadi bisa ikut kamu kalau acara di luar perusahaan. Lihatlah, semua membawa istrinya masing-masing tapi kamu selalu aja sendirian, seperti pria single nggak laku aja kamu!” sindir Herman, salah seorang rekannya yang sepertinya mulai gerah tiap kali Irwan ditanya soal istrinya tapi tak pernah mau mengajaknya di acara gathering perusahaan. Sebenarnya banyak juga rekan lainnya yang risih dengan sikap Irwan yang lagaknya jadi seperti pria single yang masih suka tebar pesona karena tak bersama istri. Kedekatannya dengan Mona juga mengundang cibiran tak suka di kalangan mereka.

Selama itu Irwan hanya menanggapinya dengan datar dan tak menghiraukan mereka. Baginya saran dan kritikan mereka bak angin lalu. Asal dirinya nyaman dan ada Mona yang senantiasa menempel padanya, ia tak merasa kesepian meski yang lain mengajak istrinya masing-masing. Toh, kalau ia mengajak Ranti, justru istrinya itu hanya akan membuatnya rendah diri dan kurang gengsi.

Sepulang kerja, sesuai janjinya, Irwan membawa Mona untuk menemui Bu Ine. Wanita separuh baya yang sedang bersantai di ruang tengah itu menanggapi kehadiran Mona dengan raut wajah menilai. Ia menatap Mona dari atas ke bawah hingga membuat wanita muda itu merasa canggung dan tak percaya diri. Tapi segera ditepisnya perasaan itu sebab ia sudah yakin betul penampilan serta riasannya tak ada yang kurang. Sudah sesempurna biasanya.

“Jadi kamu pelakor yang merusak rumah tangga putraku?”

JLEB!

Satu kalimat yang langsung saja membuat Mona seolah dilempar ke jurang kenistaan. Rasa percaya diri serta keangkuhannya tadi lenyap seketika. Sungguh ia tak pernah menduga bahwa ibu Irwan akan setega itu berbicara kepadanya. Bibir berpoles lipstik merah menyala itu menganga saking kagetnya.

“M-Mas—“ Sebelah tangannya mencengkeram lengan Irwan untuk mencari pembelaan. Tapi rupanya Irwan juga masih tercengang hingga tak mampu berkata apa pun.

“Nggak usah sok kaget begitu. Memang kamu pelakor, kan? Nggak mau disebut gitu?” lanjut Bu Ine dengan telaknya. Oke, untuk perkara berbicara blak-blakan memang Bu Ine lah jagonya. Selama bersama Ranti pun wanita itu tak pernah berusaha sedikit saja menjaga lisan untuk menjaga perasaan menantunya. Padahal Ranti selalu berusaha untuk mengambil hati sang mertua.

Apalagi terhadap Mona yang nyata-nyata membuat rumah tangga sang putra berantakan. Tentu saja Bu Ine merasa tak perlu sama sekali bersikap lembut atau pura-pura ramah terhadapnya. Pelakor untuk apa diramahin? Baiknya memang disumpahin!

Emosi Mona yang sedari tadi ditahan akhirnya meluap juga mendengar Bu Ine terus-menerus menghina. Memangnya siapa dia sampai berani mengatai seburuk itu?

“Bu! Ibu jangan sembarangan bicara, ya! Ibu itu nggak tahu apa-apa! Sudah tua bukannya jaga ucapan malah sembarangan ngatain orang!” sembur Mona sambil jemari berkutek beningnya menunjuk-nunjuk wajah Bu Ine.

Bu Ine yang tak pernah sama sekali mendapati perlakuan sekasar itu dari siapa pun sebelumnya pun auto mengamuk.

“Heh! Ini wanita yang kamu bilang mau jadi menantu baru Ibu, Irwan? Nggak sudi aku punya mantu kayak gitu! Pelakor nggak tahu sopan santun!” balas Bu Ine yang bangkit dan ikut menunjuk-nunjuk wajah Mona.

“Sudah, Bu, Mona. Jangan bertengkar, dong—“ Irwan tergesa memisahkan dua wanita di hadapannya yang tengah bersitegang itu.

“Pergi kamu dari sini, wanita sund*l! Jangan pernah menginjakkan kakimu di rumah ini! Haram hukumnya kamu masuk lagi ke sini! Dengar nggak kamu, ha?” Bu Ine yang ditarik Irwan untuk masuk ke kamarnya meronta marah dan terus mengomeli Mona dengan suara keras.

“Mas Irwan! Kamu kok diem aja, sih? Kamu dengerin wanita tua ini ngehina aku dari tadi, kan?” Mona mengamuk pada Irwan. Ia menuntut pembelaan dari pria yang mengaku mencintainya tetapi ternyata bungkam saat ia dicerca begitu rupa. Apa daya Irwan, karena pelaku cercaan itu adalah tak lain ibu kandungnya sendiri! Ah, bagai memakan buah simalakama saja nasibnya!

“Bu, tolong jangan bicara begitu pada Mona, Bu. Ibu salah paham. Mona tidak seburuk itu. Dia cuma—“ Irwan berusaha menengahi meskipun langsung disela oleh sang ibunda.

“Oh, tidak seburuk apa maksud kamu, Irwan? Apa lagi sebutan untuk wanita yang menggoda pria lain yang jelas-jelas sudah beristri, ha? Memangnya dia sudah tidak laku lagi di mata pria single yang lain, ya? Kalau dia wanita terhormat, bahkan kalau di dunia ini sudah tak bersisa lagi satu un pria single, dia tidak akan pernah mau merebut suami dari wanita lain! Tapi nyatanya apa? Pria single masih banyak, tapi dia malah menggodamu dan membuatmu berpisah dari Ranti. Apa lagi sebutannya kalau bukan pelakor sund*l?”

Sambil berkata begitu, Bu Ine maju dengan pose seakan gemas sekali ingin mencakar atau menampar wajah wanita di hadapannya. Sungguh, Mona memang cantik putih luar biasa. Tapi kelakuan bej*tnya membuat Bu Ine sebagai sesama wanita merasa murka dan tak terima!

“Cantik rupa tapi busuk hatinya! Cih! Bermimpilah jadi menantuku! Sampai kamu tua pun aku tak akan memberi restu!” teriak Bu Ine lagi kala Irwan memilih menarik lengan Mona dan setengah menyeretnya untuk keluar rumah.

Sepertinya Irwan akhirnya sadar bahwa yang teraman ialah memisahkan dua wanita yang tengah bertengkar hebat itu. Setidaknya ia harus mencari waktu yang lebih pas untuk mempertemukan mereka lagi kelak. Astaga, sungguh tak terbayangkan kalau ibunya akan bersikap sebegitu kerasnya pada Mona.

“Ibu kamu bener-bener gila ya! Sumpah, mana ada wanita tua yang sekasar itu bicaranya! Dih, ogah banget aku serumah sama dia! Mendingan kita tinggal di rumahku aja setelah menikah nanti!” Mona mencerocos sambil melangkah menuju mobil Irwan. Tak pernah ia menerima hinaan seburuk itu, terlebih dari seorang wanita yang sedianya akan menjadi mertuanya.

“Jangan katai ibuku gila, Mona. Aku anaknya! Emangnya kamu mau aku punya ibu gila, ya?” Irwan tersinggung juga mendengar Mona menghina Bu Ine.

“Tapi tadi itu dia duluan loh yang ngatain aku buruk-buruk gitu. Mulutnya itu loh, ya ampuuun, kalau nggak inget dia ibu kamu, udah kurobek—“

“Diam, Mona! Kamu itu masih muda dan nggak pantas bicara kasar sama orang tua. Apalagi dia itu ibu aku! Kamu emang beda banget sama Ranti!” sergah Irwan lagi.

“Hah? Sekarang kamu mulai banding-bandingin lagi aku sama mantan istri kamu itu, iya, Mas?” Mona semakin naik pitam yang akhirnya membuat Irwan memilih diam.

Astaga! Seribet ini urusan dengan para wanita, pikirnya mengeluh. Kepalanya mulai pening karena hari-hari yang ia lalui sejak ditalaknya Ranti malam itu benar-benar berlalu dengan buruk!

Esok entah peristiwa buruk apa lagi yang akan menimpanya .…

bersambung ….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SESAL SANG MANTAN   44. Hukuman Terberat (Ending)

    Hukuman terberat bukan dipenjara atau membayar sejumlah besar denda yang diajukan oleh perusahaan milik Jodi. Bukan!Irwan sama sekali tak keberatan kalau ia harus dipenjara selama beberapa saat atau menumpuk utang hanya untuk membayar denda asalkan setelah itu ia masih bisa memiliki Ranti!Ya, kini Irwan benar-benar sadar dan menyesal setengah mati mengapa dulu ia sampai terpikir untuk mengkhianati istri tercintanya itu. Sungguh, ia mengutuk hari di mana Mona berhasil meruntuhkan kesetiaannya. Hari di mana ia terpesona oleh bujuk rayu wanita sial*n itu. Astaga! Andai bisa ia mengulang waktu!Pengacara dari perusahaan barunya sudah membereskan semua urusan jaminan hingga ia tak perlu sampai menginap di balik tahanan. Tapi meskipun pulang ke rumah, pikirannya hanya terpusat pada satu hal. Bagaimana ia bisa mendapatkan kembali simpati dan cinta dari Ranti, mantan istri yang masih sangat dicintai serta diharapkannya itu.Tapi nyatanya kuasa hukum Jodi justru memberikannya dua pilihan, be

  • SESAL SANG MANTAN   43. Sang Pesakitan

    "Ada apa ini?"Sambil berusaha bersikap setenang mungkin, Irwan menghampiri tiga petugas tesebut dan mempersilakan mereka duduk kembali di sofa ruang tamu."Ini surat penahanan Anda, Pak Irwan. Harap bersikap kooperatif karena sudah berkali-kali surat panggilan interogasi datang, tetapi Anda sama sekali tidak memberikan respon." Seorang petugas yang sepertinya adalah senior di antara dua lainnya itu berkata sambil menyodorkan sebuah amplop putih panjang.Irwan mengambil dan membuka lalu membacanya dalam hati. Betul yang petugas itu katakan. Ia benar-benar harus ditahan saat itu juga. Astaga!"Tapi, Pak. Bukankah seharusnya saya berhak mendapatkan bantuan pengacara? Perusahaan baru saya sudah pasti akan bersedia menyediakan pengacara mahal untuk saya--""Silakan, Pak. Di pengadilan nanti Bapak bebas didampingi pengacara. Tapi saat ini yang penting Anda harus ikut kami," jawab sang petugas senior lagi.Irwan tak punya pilihan lain. Ia izin untuk berganti pakaian dulu ke kamar sambil mel

  • SESAL SANG MANTAN   42. Nasib Peselingkuh

    "Apa? Berani nyamperin kamu ke rumah? Mau apa katanya?" Jodi yang mendapat laporan dari Ranti segera terpantik emosi."Tau tuh, katanya mau bicara empat mata. Pake bilang minta ampun dan sumpah nggak akan ngulangin kesalahan lah, apa lah, ish." Ranti menjelaskan sambil bibirnya mengerucut kesal sendiri atas sikap Irwan tadi.Mereka berdua tengah makan siang di cafe dekat MP Distro milik Ranti. Biasanya mereka juga sekalian membahas hal-hal penting mengenai distro yang berhubungan dengan Jodi dan tentu saja juga diselipi urusan pribadi."Lalu, kamu kasih dia kesempatan lagi?" tanya Jodi sambil hatinya ketar-ketir. Bagaimana pun, Irwan adalah cinta pertama Ranti. Dan banyak sekali orang yang bilang bahwa namanya cinta pertama itu pasti susah hilang sama sekali meski sudah berpisah sekalipun. Siapa yang tidak khawatir?"Ya nggak, lah. Langsung kutinggalin dia di sana. Biarin deh ngomong sama pagar sana sekalian! Enak amat minta dimaafin setelah apa yang dia perbuat!" Ranti masih menggebu

  • SESAL SANG MANTAN   41. Kembalilah Padaku

    Malam-malam dingin terus menyelimuti Irwan. Dalam kesepian, ia terus merindui sosok Ranti, sang mantan istri. Di ranjang, di sudut-sudut kamar, di depan meja rias, bahkan di dalam kamar mandi, seringkali ia dapati bekas-bekas aroma Ranti yang masih tertinggal.Ah, kenapa ia begitu gegabah? Kenapa sampai sebodoh itu menggugat cerai istri sebaik Ranti cuma demi seorang Mona yang nyatanya sama sekali tak sepadan?vLihat sekarang, Ranti bisa kembali jadi bahkan jauh lebih cantik dari dulu semasa perawan. Dan pekerjaan? Kini wanita itu sudah jauh melampaui pencapaian Irwan sendiri, apalagi Mona! Tidak ada apa-apanya!Ranti pandai memasak, menu yang ia sediakan tak pernah gagal memanjakan lidah Irwan maupun ibunya. Ranti juga pandai mengambil hati sang mertua dengan bersikap penurut serta tanpa banyak protes dan bersedia melayani apa pun pinta Bu Ine. Berbanding terbalik sekali dengan Mona yang sebagai wanita taunya hanya bersolek, belanja dan menghabiskan duit! Selain itu nol!"Kembalilah

  • SESAL SANG MANTAN   40. Cemburu Maksimal

    “Kamu kok jadi jarang banget pulang ke rumahku, sih?” protes Mona di kantor hari itu.“Ya aku kan harus nemenin Ibuku, Mon. Lagipula kan kita udah selalu ketemu di kantor." Irwan menjawab santai karena ia tak begitu tertarik lagi dengan Mona. Baginya, mengejar Ranti kembali merupakan sebuah misi yang jauh lebih penting ketimbang menuruti kemauan wanita di depannya itu.“Ya beda dong, Sayang ….” Mona merapatkan tubuhnya dan menyentuhkan jemari ke rahang Irwan.Biasanya Irwan akan meleleh lalu turut mencumbu wanita itu, tapi tidak kali ini. Irwan justru menepis tubuh Mona dan bangkit dari kursi putarnya untuk keluar dari ruangan.“Dengar, Mona. Kita masih baru di perusahaan ini, jadi jaga sikapmu sebelum kita bisa dapat peringatan atau parahnya dipecat lagi seperti dulu!”Mona memelototi Irwan yang meninggalkannya begitu saja di ruangan.“Sial! Kenapa sih dia? Kayaknya udah ada yang lain lagi ini!” gerutu Mona menyipitkan mata sambil bertekad akan menyelidiki.Tidak mungkin Irwan cuek p

  • SESAL SANG MANTAN   39. Mobil Baru

    "Aku pulang langsung atau boleh mampir dulu?" tanya Jodi saat sudah sampai di depan pagar rumah Ranti.Ranti menengok jam tangan yang menunjuk angka 9 dan kemudian menggelengkan kepalanya pelan. "Udah kemalaman banget, Jod. Kapan-kapan aja ya mampirnya.""Bukain gih gerbangnya," pinta Jodi kemudian seraya bersiap memutar mobil untuk masuk rumah."Loh, kubilang pulang aja, ini udah kemaleman," ulang Ranti yang sejenak mengira Jodi salah mengartikan ucapannya tadi."Iya aku langsung pulang. Ini cuma mau masukin mobil dulu kok," sergah Jodi yang tak sabar lalu keluar sendiri dan dengan cepat mendorong pintu besi berwarna hitam itu menggeser ke samping hingga terbuka semua.Ranti masih terperangah. Gimana sih, kan disuruh pulang, kok malah mobilnya dimasukin? Pikirannya tak sampai menerka maksud Jodi.Sementara Jodi memilih melanjutkan tindakan. Memasukkan mobil sedan maticnya ke teras, bersebelahan dengan mobil ayah Ranti. Kemudian ia keluar dari kursi kemudi dan menyerahkan kunci pada R

  • SESAL SANG MANTAN   38. Cukup Satu Kata

    "Would you be mine?"Hening. Hembusan angin pantai meniup lembut jilbab Ranti hingga berkibar menutup hampir separuh wajahnya. Melihat itu, jemari Irwan tak kuasa untuk tak menyentuh helai jilbab yang dikenakan oleh wanita di hadapan."Cantik ...." Sebuah kata meluncur lancar dari bibir Jodi. Tak ayal membuat wajah Ranti yang sudah merona semakin tampak matang sempurna.Astaga! Kalau ada tempat kabur dan sembunyi, rasanya Ranti akan melompat ke sana secepatnya. Tak ada yang bisa dilakukannya kini selain menundukkan kepala. Memandangi ujung sepatunya sambil dengan susah payah menjaga agar debaran jantung tak sampai terdengar oleh pria di hadapan."Ran ...? Tidur ya kamu?" Mendadak Jodi mengangkat lembut dagu Ranti dan menengadahkan wajah ayu itu hingga menghadap langsung ke matanya.Dan saat dua pasang mata bertemu, kembali tak ada sepatah pun terucap. Hanya desau angin yang terasa semakin kencang saja hingga Jodi memutuskan mengambilkan jas yang tadi ia letakkan di mobil untuk dikenak

  • SESAL SANG MANTAN   37. Yang Lama Terpendam

    "Udah beres semua urusan Distro?" tanya Jodi kala Ranti sudah masuk ke dalam mobilnya."Udah, kok. Nanti kalau ada apa-apa Imel akan hubungin aku. Tapi nggak ada jadwal khusus hari ini, sepertinya aman," jawab Ranti meyakinkan.Biasanya ia memang akan menolak diajak keluar kalau ada jadwal kedatangan stok bahan atau produk jadi yang datang. Juga bila ada janji temu dengan supplier atau buyer partai besar. Tapi hari ini bebas, ia bisa keluar dengan Jodi entah ke mana pria itu akan membawanya."Oke, berarti kalau kita perginya agak jauhan bisa kan?" tanya Jodi lagi.Seketika Ranti menoleh ke arah pria di belakang kemudi itu."Agak jauh ke mana maksud kamu?""Ya ada deh, nggak jauh-jauh banget. Palingan dua jam perjalanan," jawab Jodi penuh misteri.Mobil sudah melaju membelah jalanan kota Bandung di jam pulang kerja. Bisa dibayangkan macetnya, tetapi rupanya hanya sebentar mereka berjibaku dalam padatnya kendaraan karena Jodi kemudian berbelok ke areal yang lumayan sepi, menuju ke Indra

  • SESAL SANG MANTAN   36. Perbincangan Antar Lelaki

    Jodi lumayan terkejut kala siang itu mendapati sosok Irwan ada di kantornya. Sejujurnya ia tak menyangka Irwan akan berani menginjakkan kaki lagi di Giant Textile. Rupanya nyalinya besar juga, pikir Jodi sambil kemudian bersikap waspada.“Kau kemari, Irwan? Untuk apa?” tanya Jodi akhirnya.“Untuk berbincang secara lelaki!” tukas Irwan pendek. Tampak dadanya naik turun menahan emosi. Hal mana membuat Jodi terheran karena seharusnya yang emosi kala melihat Irwan adalah dirinya. Jelas-jelas Jodi yang dirugikan dan dikhianati sedemikian rupa hingga Giant Textile kehilangan tender potensialnya.“Perbincangan antar lelaki? Wow!” komentar Jodi sedikit mencibir.“Saya kemari karena Bapak rupanya begitu takut dengan aksi saya sampai-sampai mulai mengintimidasi Ibu dan Ranti untuk ikut membujuk saya. Di mana nyali Anda sebagai lelaki, Pak? Bukankah ini urusan pribadi kita berdua?” Irwan langsung melabrak Jodi.“Tunggu, siapa yang mengintimidasi Ibu kamu dan Ranti?” Jodi menaikkan alis tanda tak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status