"Ayah kenapa, Mas Hadi?” tanyaku tidak sabar sekaligus cemas.“Pak Hartawan pergi bersama Mbak Lala. Salah seorang karyawan ada yang melihatnya. Namun setelah itu, Pak Hartawan tidak pernah terdengar kabar lagi. Teman saya sudah menghubungi bengkel lainnya di Surabaya untuk menanyakan keberadaan Pak Hartawan, tetapi tidak ada yang tahu. Terakhir Pak Hartawan berkunjung ke bengkel mereka satu bulan sebelumnya.”Mas Hadi menatap wajahku dengan serius. Tidak dapat dipungkiri, raut wajahnya pun menyimpan kecemasan dan ketegangan. Namun sepertinya dia sungkan untuk mengatakannya kepadaku. Bagaimanapun, Hadi adalah karyawan kepercayaan ayah. Dia pasti juga mengkhawatirkan ayah.“Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan? Sementara Mbak Lala nomor ponselnya sudah tidak aktif," tanyaku meminta saran kepada Hadi.“Maaf sebelumnya Mba Hanum, kalau saya lancang . Akan tetapi saya harus menyampaikan ini semua. Percaya atau tidak, dalam penerawangan saya saat ini Pak Hartawan berada dalam bahaya. Jik
Suara itu tidak asing di telinga. Suara itu adalah suara ayah dan suara … kak Lala. "Apa mungkin kak Lala yang menyekap ayah?” tanyaku dalam hati.Hadi membagi tugas untuk kami bertiga. Bagus mendapat tugas mengawasi situasi di luar, sementara aku dan Mas Hadi mencari jalan masuk ke rumah tua itu. Beruntung pada bagian belakang rumah, ada sebuah pintu yang sudah rusak sehingga tidak dapat dikunci dan menjadi akses kami masuk.Kami kembali melangkah dengan mengendap-endap dan berusaha tidak mengeluarkan suara. Kami memasuki hampir semua ruangan yang terdapat di rumah tua itu untuk mencari keberadaan ayah dan kak Lala.Benar saja, saat kami membuka pintu sebuah ruangan yang terletak di paling ujung terdapat kak Lala dan ayah yang dengan terkejut menatap ke arah kami berdua.“Hanum, kamu datang untuk menyelamatkan Ayah, Nak?” pekik ayah dengan wajah gembira.Sementara kak Lala menatap bengis ke arah kami berdua. Aku bergegas menghampiri ayah, berniat ingin melepaskan ikatan yang terliha
Aku tersentak hingga membelalakkan kedua mata saat melihat dua sosok laki-laki turun dari mobil secara bersamaan..Mereka juga terlihat kompak tersenyum sinis kepada kami.Memoriku berputar dengan cepat tentang mimpi sebelumnya. Ternyata laki-laki asing yang berada di mimpiku itu adalah Mas Rahmat. Dia adalah kakak kandung Mas Gunawan yang memiliki wajah yang sangat mirip satu sama lainnya.Aku memang belum pernah bertemu langsung dengan Mas Rahmat, karena pada saat pernikahan dulu dia berhalangan hadir. Namun Mas Gunawan pernah memperlihatkan photonya beserta nama lengkap kakaknya itu, Rahmat Hidayat.Kesimpulannya, dalang semua masalah ini adalah Mas Gunawan. Rupanya ancamannya beberapa waktu yang lalu kini telah menjadi kenyataan. “Hallo mantan istriku yang cantik, apa kabar?” sapa Mas Gunawan dengan senyum menyeringai.Aku berusaha memberanikan diri berhadapan dengan Mas Gunawan. Berpaling darinya akan membuat besar kepala dan merasa jika aku masih memiliki perasaan kepadanya. Aku
Beruntung kami masih bisa menghindarinya. Namun Mas Gunawan tidak putus asa, dia kembali menyerang kami seperti orang yang sedang kerasukan. Hadi tiba-tiba mendorong tubuhku menjauh darinya.“Mbak Hanum cepat lari dan cari bantuan!” teriak Hadi dengan napas terengah-engah karena menghindari serangan Mas Gunawan yang tidak ada ampun.“Tidak Mas, aku tidak mungkin meninggalkanmu. Kita akan selamat dan keluar dari hutan ini secara bersama-sama," bantahku.Tidak mungkin aku meninggalkan orang yang sudah banyak membantu selama ini. Serangan Mas Gunawan semakin mengganas. Aku hanya bisa menyaksikan pertarungan sengit antara Mas Gunawan dan Hadi. Mereka bergulingan di tanahdemi mempertahankan nyawa masing-masing. Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain berdoa semoga Hadi yang menjadi pemenangnya. Beberapa kali terdengar Hadi berteriak memintaku untuk pergi. Namun aku berada diambang kebimbangan. Apakah memilih pergi meninggalkan Hadi atau tetap bersamanya disini. Hatiku kecilku merasa tidak
"Apa? Mas Gunawan berhasil melarikan diri? Kamu jangan bercanda, Mas. Bagaimana bisa, sementara penjagaan di kantor polisi begitu ketat?" tanyaku tidak percaya dengan kabar yang disampaikan oleh Mas Hadi."Mas juga awalnya tidak percaya, Dek. Namun Mas mendapatkan informasi dari petugas kepolisian yang menangani kasus kita tempo hari," jawab Mas Hadi berusaha meyakinkanku."Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Mas? Aku takut Mas Gunawan akan membalaskan dendamnya kepada keluarga kita!" ucapku mengungkapkan ketakutan di hati.Aku masih mengingat dengan jelas tatapan Mas Gunawan penuh amarah serta ancaman ketika ia berhasil di lumpuhkan oleh timah panas salah satu petugas kepolisian beberapa bulan sebelumnya."Kamu jangan panik, Dek. Mas akan pastikan keluarga kita akan baik-baik saja. Itu sebabnya Mas hari ini pulang lebih awal."Aku sedikit bisa bernapas dengan lega, karena Mas Gunawan berhasil meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Selain itu, aku punya Allah yang ak
Aku balik bertanya kepada Badru yang melarangku menerima tamu wanita yang baru datang itu."Sepertinya wanita itu mempunyai niat yang tidak baik, Bu. Jika Ibu mau nanti saya bantu untuk mencari pengganti Bik Inah." Badru menyampaikan alasannya melarangku menerima wanita itu."Darimana kamu tahu kalau wanita itu tidak baik? Jangan pernah bersuudzon kepada orang lain, terlebih pada orang yang baru kita kenal," protesku. Aku tidak setuju dengan larangan Badru. Pantang bersuudzon kepada orang lain, apalagi wanita itu membawa nama bik Inah, orang yang sangat aku kenal.Aku melangkah menuju pintu gerbang rumah dan mendapati seorang wanita seusia Badru sedang berdiri dengan wajah cemas."Maaf, mau cari siapa ya?" tanyaku sopan.Wanita itu menengok ke arahku. Wajahnya cukup cantik dengan hidung bangir menghias wajahnya. Ditunjang kulit putih yang dimiliki menambah kecantikannya."Saya mau mencari Ibu Hanum. Apakah Anda orangnya?" tanyanya ragu."Iya betul, saya Hanum. Anda siapa? Apa benar A
Aku mencoba menepis pikiran buruk tentang Mas Hadi, sebelum ada bukti yang menguatkannya. Aku perlahan mendekat ke arah Mas Hadi dan menepuk bahunya..Mas Hadi nampak terkejut melihat kedatanganku. Wajahnya seperti orang yang linglung. Aku sempat mengira bahwa ia sedang mengalami 'tidur berjalan, namun kenyataannya Mas Hadi dalam kondisi terjaga."Apa yang kamu lakukan disini, Mas?" tanyaku dengan tatapan tajam kepadanya."Mas tidak tahu, Dek. Kenapa Mas bisa ada disini, ya?" Mas Hadi malah balik bertanya dengan wajah bingung.Aku merasa aneh dengan pertanyaannya. Mungkinkah yang dikatakannnya benar, atau hanya alibinya saja agar tidak membuatku curiga? "Ya sudah Mas, ayo kita ke kamar lagi." Ajakku seraya menggandeng tangannya melangkah menuju kamar kami. Mas Hadi diam saja dan mengikuti langkahku. Setibanya di kamar, Mas Hadi kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Aku menatap sedih Mas Hadi. Suami yang selama ini selalu bersikap hangat, namun kini sekarang ia berubah menjadi
Kak Lala menelponku. Apakah ini jawaban dari doaku? Sosok kakak yang selalu melindungi adiknya itu hadir setelah beberapa bulan tidak memberi kabar. Setelah peristiwa berdarah di Surabaya tempo hari, kak Lala menemukan jodohnya dan diboyong oleh suaminya ke daerah yang sama. Dengan perasaan suka cita, aku segera menerima panggilan darinya.“Assalamualaikum Kak Lala, apa kabar?” sapaku mengawali pembicaraan dengan antusias.“Waalaikumslaam, Adikku Sayang. Alhamdulillah, kabar Kakak baik-baik saja. Bagaimana kabarmu?”“Kabarku kurang baik, Kak. Seandainya Kakak ada disini, aku ingin bercerita banyak,” jawabku lirih.“Kakak siap mendengarkannya. Tunggu Kakak sebentar lagi akan sampai di rumahmu. Jika tidak ada halangan, Insya Allah Kakak ingin menginap di rumahmu, Num.”Aku terkejut mendengar jawaban Kak Lala. Mungkin Allah telah mengirimkan Kak Lala sebagai jawaban atas doa-doa sebelumnya mengenai solusi kemelut dalam rumah tanggaku.Setelah berpamitan, Kak Lala mengakhiri teleponnya.