Angin malam yang dingin dan hujan gerimis, mengiringi langkah kaki Hellena. Setelah selesai sholat isa berjamaah dan bermunajat kepada Allah dalam cucuran air mata dan doa, Hellena memutuskan pergi dari mesjid tempatnya bersinggah sejak sore.
Perlahan Hellena membuka mukena dan melipatnya, disimpannya di tempat yang di sediakan. Cellia yang nampak lusuh dan kelelahan, tertidur meringkuk di sisinya. Angin dingin yang masuk lewat pintu masjid yang sebagiannya terbuka, membuat Cellia nampak kedinginan dan gelisah. Perlahan dibelainya putri mungilnya. Perasaan sakit dan hancur terasa makin menelisik hati, melihat wajah tanpa dosa yang tampak tertidur lelap. Ada wajah Aksara yang terlukis sempurna di wajah cantik Cellia. Seandainya takdir tidak memisahkannya dari lelaki yang paling dicintainya, mungkin Cellia sedang berbahagia saat ini. Menanti Papanya keluar kota untuk urusan bisnis di kamar yang luas dan hangat. Sesekali dia akan merengek minta video Call sama Papa tersayangnya, minta ini-itu. Senyum Aksara yang mempesona, dan wajah tampannya yang menghiasi layar gawai, membuat Cellia begitu bahagia, dan sukses membuat Hellena semakin rindu. Ternyata, tidak ada yang abadi di dunia ini. Keabadian hanya milik Allah, Penguasa Semesta Alam. Mahligai rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan ketulusan, ternyata tak cukup kokoh saat datang badai prahara dari orang pertama dan mulia bagi seorang laki-laki. Ibu. Ibu Aksara, hanyalah secuil cerita tentang ibu yang rela melihat anaknya sengsara demi gaya hidup dan nikmat dunia yang penuh fatamorgana. Hanya secuil kisah dan segelintir orang, dari jutaan Ibu yang tulus dan ikhlas. Ibu yang menitikkan air mata dan doa buat anak tercinta. Ibu yang memberikan separuh nyawa dan kehidupannya hanya untuk memberi nafas kehidupan buat buah hati tercinta. Hellena mencium wajah Cellia sendu. Mencium sosok Aksara yang terpatri sempurna di wajah Cellia yang terlelap. Masih menyimpan cinta. Cinta yang hanya penuh dalam mimpi. Cinta yang hanya tinggal kenangan. Ah. Hellena perlahan bangkit, dengan sedikit kelelahan dia kembali menggendong tubuh Cellia yang terlelap. Berharap, menemukan penginapan terdekat. Hellena, lelah. Tersaruk kakinya memilih jalanan dibawah trotoar took. Berharap Cellia yang dalam gendongan, tidak kehujanan. Hellena berusaha menepis setiap rintik yang menerpa tubuh Cellia. Seandainya tak ada gadis ciliknya dalam gendongan, Hellena lebih suka berjalan dibawah gerimis hujan. Karena air hujan bisa menyembunyikan air matanya. Agar tidak ada orang yang menatapnya kasihan atau hanya bertanya-tanya. Setidaknya air hujan bisa menyembunyikan luka. Hellena sejenak berdiri menyaksikan situasi sekitarnya. Lampu penerang jalan dan hilir mudiknya kendaraan yang mulai padat di malam hari menciptakan seribu kunang-kunang di matanya yang penuh air mata. Terminal Cicaheum, selintas ia melirik plang yang berdiri kokoh tak jauh di depannya. Mata helena berlabuh ke kejauhan, menyaksikan deretan toko dan bangunan yang berderet rapat bermandikan lampu.Hellena tidak begitu mengenal tempat ini, meski beberapa waktu yang lalu dia pernah menghabiskan hari bersama Aksara, menikmati indahnya panorama alam kota bandung di daerah Lembang dan pangalengan, dua daerah berhawa sejuk dengan panorama alam yang asri.Hellena masih ingat saat di Pangalengan, daerah yang terkenal dengan sentra pengolahan susu dan hamparan perkebunan sayuran dan teh yang indah, saking dinginnya Hellena bahkan tidak bisa tidur kalau tidak dipeluk Aksara. Manis. Hellena, sejenak memutar kepala, mengingat-ngingat mobil yang tumpanginya tadi. Hellena tersenyum getir, dia bahkan tidak ingat nama mobil yang ditumpanginya. Bahkan saat abang kernet mengembalikan uangnya, Hellena tidak perduli, dengan enteng menyuruh abang kernet mengambil kembalian uangnya. Hatinya entah berada di mana. Sekali lagi dipandanginya suasana disekelilingnya yang begitu ramai. Semakin lama Hellena merasa lampu yang berpendar dimatanya, semakin ramai dan berkunang. Dunia makin terasa berputar, sekuat tenaga Hellena menghimpun kekuatan menepi ke pinggiran jalan, mendekap tubuh Cellia erat-erat. Sampai segalanya terasa begitu gelap. Dalam dunia yang terasa makin dalam dan sunyi, Hellena masih tersenyum getir, membayangkan kalau dirinya telah berjalan begitu jauh. Luka, membawanya ke Kota Kembang.***Hellena tersentak. Tidak ada lampu jalanan yang berkunang, dan membuatnya pusing, tidak ada suara mobil dan motor yang membuatnya merasa berputar. Dia, mendapati dirinya tertidur di ruangan yang luas dan sepi. Samar, matanya menangkap warna biru muda yang begitu soft mendominasi ruangan ini. Ada jendela besar dengan tirai bunga kecil bernuansa senada. Hellena memutarkan pandangannya dengan lemah.Tak begitu banyak furniture di kamar ini, tapi semuanya menunjukan kualitasnya yang mewah. Bahkan kasur yang ditidurinya terasa begitu adem dan nyaman. Tapi aku di mana? Dimana Cellia? Hellena memijit keningnya yang terasa masih sakit. Sekelumit bayangan Aksara dan rumah tangganya yang hancur, masih merajai hati dan kepalamya. Membuat kepala Hellena terasa berat dan berputar. Hellena merasakan seluruh tulangnya sakit, mulutpun terasa begitu pahit, masih pusing dan sedikit mual. Tuhan, dimana Cellia? Tanyanya kembali dalam hati. Hellena tersentak kaget, menyadari dirinya tidak lagi memeluk putri kecilnya. " Hm, Sudah sadar? "Suara bariton membuyarkan kesunyian. Hellena, tergagap saat diliriknya seraut wajah dingin dengan konstruksi wajah yang sempurna tengah menatapnya. "Si-siapa, Anda?"Hellena berusaha bangkit, menyadari ada laki-laki asing yang tengah menatapnya. Meski wajahnya dingin, tapi Hellena bisa menangkap kalau laki-laki itu khawatir. Matanya yang dalam terus menatap Hellena. "Anda, siapa? " Hellena kembali bertanya, berusaha bangkit meski rasanya susah, badannya terasa lunglai dan ngilu."Tiduran saja dulu, kalau pusing."Gerakan tangannya mencegah Hellena bangun. Membuat Hellena mengurungkan niat dan hanya menatap tangan kukuh di depannya. "Kalau pusing jangan banyak bicara."Bukannya menjawab. Hellena mengernyitkan kening. Ada rasa khawatir yang perlahan menjalari hatinya. "Anak saya dimana? Kok saya ada disini? " Mulai tersendat. "Anak kamu aman, dia tidur bersama Bibi di kamar sebelah."Oh. Hellena memijit keningnya, masih sangat pusing. "Baiklah, istirahat dulu kalau sudah sadar. Nanti ada pelayan yang akan mengantarkan obat dan makanan untukmu.""Sebentar, Emmh... Saya dimana? "Hellena kembali bertanya sekarang nada suaranya terdengar sedikit m
Rindu. Adakah hal yang paling menyiksa dari merindukan seseorang yang keberadaannya entah dimana? Adakah hal yang paling menyakitkan, saat memendam rasa pada seseorang yang kehadirannya tinggal kenangan? Sepuluh hari sudah Hellena menghilang, sejak dia kembali ke rumah ini. Seperti biasa, Aksara melewati malam panjangnya hanya memeluk sunyi. Berdiri berlama-lama di balkon kamarnya, berharap keajaiban membawa seorang Hellena kembali. Mama dan Mbak Friska sudah seminggu tidak datang ke rumah ini. Pertemuan terakhirnya, saat Mama baru kembali dari Jogja seminggu lalu, menyisakan pertengkaran dan kesalah fahaman diantara dirinya dan Mama. Mama bersorak saat mendapati Hellena telah pergi, begitupun dengan Mbak Friska ada tawa kemenangan yang justru membuat Aksara murka. "Aku menyesal, telah kehilangan seorang Helena dalam hidupku." Suara Aksara terdengar tegas, saat Mama dengan mata berbinar dan penuh syukur mengomentari kepergian Hellena. "Untuk apa, menyesali istri materialistism
Sepuluh hari. Hellena menatap deretan angka yang tergantung pada kalender di depannya. Dengan perasaan ngilu, menghitung waktu, sejak dia pergi dari rumah besar itu. Hellena menghapus sudut matanya. Merasakan rindu yang sangat, pada kisah sebelum peristiwa talak itu dijatuhkan. Bagaiman aku tidak rindu? Kalau segala kehangatan dan kelembutan pelukan laki-laki yang telah menjadi imamnya selama ini begitu manis, penuh cinta. Bagaimana mungkin, waktu sepuluh hari bisa menghapus jejak laki-laki yang telah menjadi ayah dari putri kecilnya yang cantik. Aksara sempurna. Hellena, mencintai laki-laki itu sepenuh jiwanya. Laki-laki yang bertahun silam selalu datang memberikan donasi tetap kepada panti asuhan tempatnya tinggal, menemani Sang Papa yang murah hati. menatapnya di gerbang Panti dengan senyuman yang sama. Hangat dan lembut. Senyuman yang diam-diam, meruntuhkan hati Hellena yang polos dan sepi. Laki-laki dengan wajah tulus memohon untuk menjadikannya pendamping hidup, laki-l
Hellena melipat sajadahnya, kemudian menyimpan mushaf quran pada tempatnya. Di saat hatinya begitu sepi, Bermunajat pada Allah, mengadu dan menangis adalah hal manis yang tidak terlukiskan. Betul kata Bi Yayah, dalam setiap luka dan air mata Allah selalu hadir memberi jalan keluar. Luka dan penderitaan, Allah hadirkan agar kita mengerti arti tertawa dan bahagia. Perpisahan juga Allah hadirkan, agar kita memahami bahwa ada seseorang yang harus di jaga dan disyukuri kehadirannya. Hellena tersenyum getir. Dia tidak mengerti, dengan apa dia mendefinisikan perpisahannya yang tiba-tiba. Apakah Allah hadirkan, agar Aksara memahami kalau dirinya cukup berharga? Atau Allah ciptakan perceraian ini, agar dia menjadi wanita yang lebih kuat dan Aksara menjadi laki-laki yang lebih bijaksana? Mungkin. Selalu ada hikmah di balik kisah, Hellena faham itu. Hellena segera keluar dari kamar. Jadwal, menemani Nyonya besar, sampai Nyonya yang sudah sepuh itu merasa ngantuk. Biasanya, Hellena akan
Hari masih pagi, saat Aksara sampai di pelataran stasiun Gambir. Setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkir di pelataran parkir stasiun yang mulai padat, Aksara bergegas menaiki eskalator menuju lantai atas, dimana para penumpang biasa naik dan turun dari kereta yang akan membawa mereka dari dan ke tujuan tertentu. Warna hijau yang mendominasi dinding stasiun Gambir menyambut setiap pengunjung dengan pemandangan yang lebih sejuk. Lalu lalang orang yang hendak pegi keluar kota dan baru sampai, terlihat kentara. Stasiun besar dengan rute antar kota di pulau jawa ini memang selalu ramai. Sesekali terdengar suara bel ningnong, peluit dan suara berwibawa petugas PPKA memandu waktu keberangkatan dan kedatangan kereta dari pengeras suara. Ada beberapa jalur yang menjadi tempat menunggu kereta yang akan dan baru tiba dari luar kota. Aksara menghela nafas, mengusir bayangan Cellia yang sangat senang, kalau sewaktu-waktu Aksara dan Hellena membawanya jalan-jalan naik kereta, walau hanya
Hari sudah lewat pukul satu siang, saat Aksara menjejakkan kaki di stasiun Bandung.Langkah rasanya berat, saat menginjakkan kaki di pelataran parkir tempat Abizar menunggunya. Terbayang pesan gambar yang dikirim Abizar sewaktu di kereta. Hellenakah? Senyuman itu, milik Hellena. Perempuan yang selalu mengisi jiwa dan hatinya yang sepi.Kalau ya? Sanggupkah aku menerima kenyataan kalau orang dicintai Abizar adalah Hellena, yang dicarinya, selama ini? Perempuan yang telah membawa separuh hati dan asanya yang menenggelamkannya dalam kubangan penyesalan dan rindu yang tiada bertepi.Angin dingin berhembus sepoi, saat mata Aksara mendapati sosok tegap yang tengah menunggunya di deretan bangku tunggu di stasiun. Abizar."Lama menunggu, Bro?"Aksara, tertawa sesumringah mungkin. Menyambut uluran tangan Abizar, berpelukan dalam suasana yang begitu haru bagi Abizar, dan... Entah, bagi Aksara. "Kita mau kemana, Zar?"Aksara mengikuti langkah lebar sahabatnya. "Makan di warung sederhana,
Pagi yang sibuk dan bikin deg-degan. Ini adalah hari pertama Hellena masuk kantor, sekaligus akan diperkenalkan dengan bos perusahaan yang merupakan sahabat Abizar. Meski Hellena sudah sedikit tahu banyak tentang pekerjaan yang akan digelutinya, karena beberapa bulan terakhir ini Abizar mengirimkan orang khusus untuk mendidik Hellena, tapi rasa nervous itu rasanya tak serta merta pergi. Lama Hellena termenung di depan cermin, menatap pantulan wajahnya. Menatap riasan wajahnya dengan hati yang masih tak karuan. Dia seolah menatap seseorang yang tidak dikenalnya, perempuan yang selama ini selalu berpenampilan polos khas perempuan rumahan, kini dituntut berpenampilan trendi dan profesional. Hellena, itukah dirimu? Perempuan semampai dengan setelan blazer dengan blouse dan kerudung senada. Perempuan yang memiliki mata bening dengan senyum lembut yang tiba-tiba memakai pewarna bibir dan sedikit blush on. Hellena, itu bukan dirimu. Itu adalah bidadari cantik yang meminjam ragamu untu
Kantor masih sunyi, belum banyak yang datang. Aksara, sengaja datang lebih awal. Dia ingin menikmati suasana, lebih dulu. Di ruangan produksi, beberapa karyawan borongan sudah datang dan menyelesaikan pekerjaannya. Perusahaan yang bergerak di bidang fashion ini memang tidak besar, tapi baju yang dikeluarkannya ternyata cukup branded. Hanya swalayan dan toko yang sudah punya nama saja yang menerima roduk pakaian wanita yang memfokuskan rancangannya untuk wanita karir. Aksara belum bertemu designer perusahaan, kata Pak Hendra salah seorang staf marketing perusahaan yang datang lebih awal, namanya Clarissa. Clarissa, biasa datang agak siang karena rumahnya yang terletak di Bandung barat, melintasi jalanan di daerah macet. Aksara mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja dengan gelisah. Ruangannya yang cukup luas dan ber-AC tidak cukup mengusir gundah di jiwanya. Semenjak dia menjejakkan kaki di Bandung kemarin siang dan percakapannya dengan Abizar, sungguh hatinya tidak karuan. Bagaim