"Cepat masuk Miss Alena!"
Alena tak terkejut dengan seruan kencang dari sang atasan. Ada alasan lain yang sudah menyebabkan gerakan kedua kaki menjadi terhenti. Namun, Alena tidak membiarkan hal tersebut berlangsung lama. Ia kembali melangkah menuju ke sofa panjang. Tatapan terpusat pada seseorang berparas tampan dengan tubuh atletis tengah duduk di sana.
Benar, sosok pria itulah yang sudah sukses membuatnya terkaget-kaget. Lebih tepat jika dikatakan sebagai bentuk keterpukauan."Jadi, kau klienku selanjutnya?" tanya Alena sopan. Namun, disisipkan juga sedikit nada godaan dalam alunan suara lembutnya.
"Iya, benar. Perkenalkan aku Davae Hernandez. Kita akan bekerja sama sekitar enam bulan. Aku harap kita bisa bertahan selama itu."
Alena menambah kuluman senyum seraya membalas jabat tangan dilakukan oleh pria itu. Kepalanya juga dianggukkan dengan gerakan ringan. Tawa kecil tentu diloloskan untuk mulai menciptakan keakraban. Jurus yang sudah biasa diterapkan pada kliennya.
"Tentu kita harus bisa bertahan. Jika tidak, maka akan ada pelanggaran dan membayar sejumlah penalti. Kau tahu? Aku bukanlah billionaire sepertimu. Aku tidak akan bisa membayar nanti. Aku hanya bisa menuruti kontrak dan kesepakatan yang kita buat."
Alena menarik salah satu ujung bibir, ketika pria memesona di hadapannya tertawa. Ia punya selera humor yang bagus. Tidak akan mungkin gagal dalam menciptakan lelucon.
Dan, Alena harus mengakui bahwa Davae Hernandez semakin tampan saat menunjukkan tawa. Aura maskulin yang tak terbantahkan."Kau istimewa, Miss Alens. Aku tidak salah sudah memilihmu. Pasti nanti kita berdua akan bekerja sama memenangkan beberapa proyek besar yang sudah aku incar."
"Dia tidak hanya pintar menganalisis. Dia akan memberikan kepuasan terbaik kepada kau di ranjang, Mr. Davae. Aku yang akan menjaminnya. Aku berani bertaruh."
Alena langsung mengarahkan tatapan kesal pada sosok sang atasan yang tengah berjalan ke arah pintu. Amanda hendak keluar. Tak sulit ditebak. Ia senang ditinggalkan dengan Davae saja di dalam ruangan. Akan lebih leluasa membahas kontrak mereka.
"Lekaslah pergi, Miss Amanda. Biarkan aku yang mempromosikan diriku. Kau jangan ikut campur. Kau tahu aku sudah memiliki pengalaman." Alena memberi penekanan di setiap kata yang dilontarkannya santai.
"Wow, aku kira kau tidak galak, Miss Alena. Aku sudah salah sangka menilaimu. Dan kau juga semakin membuatku terkejut."
Alena segera mengalihkan pandangan ke sosok Davae, tepat setelah pria itu menyelesaikan ucapan. Senyuman diukir lebih lebar sembari mengeluarkan tawanya juga. Ditatap dengan lekat Davae Fanderz.
"Aku tidak hanya galak. Hmm, aku dapat agresif di ranjang. Sikapku sedikit random. Tergantung bagaimana orang berperilaku kepadaku," jawab Alena dengan ringan.
"Kau agresif di ranjang? Aku sudah tidak sabar membuktikan. Aku sendiri pun cukup kuat dan berpengalaman masalah bercinta. Aku rasa kau dan aku akan sangat cocok. Semoga saja."
Alena menarik kedua ujung bibirnya ke atas guna membentuk senyuman lebih lebar. "Tentu, kau dan aku akan menjadi partner bagus bercinta. Aku pun yakin kau punya pengalaman yang bagus dalam memberikan kepuasan pada wanita. Benar?"
"Haha. Semua wanita yang aku pernah ajak tidur, mengatakan jika aku cukup hebat. Walau begitu, aku tidak ingin terlalu percaya diri sebelum aku bisa memberi bukti langsung kepadamu, Miss Feyord. Bagaimana menurutmu?"
Alena meloloskan tawanya. Cukup kencang. Dan, tatapan yang menggodakan pun ditunjukkan. Mata kanannya pun turut dikedipkan kepada Davae. Aksi dilakukan olehnya tentu mendapatkan respons dari sang atasan. Ya, gelakan geli.
"Aku suka dengan tantangan. Dan jika kau bermaksud untuk melakukan kepadaku, maka aku akan senang menerima. Tapi, tidak ada jaminan juga aku akan mengalah walau kau adalah bosku. Kau akan bisa menerima, Mr. Davae? Tidak protes 'kan?"
Respons yang diterima atas pertanyaannya adalah tawa dan anggukan mantap. Lantas, calon atasan barunya pun memamerkan seringaian yang sarat akan godaan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pria itu tipikal penyuka tantangan. Mirip dengannya.
"Apa kau setuju tinggal bersama diriku di apartemen selams kontrak kita berlaku?"
Alena pun mengangguk ringan. "Setuju."
Sejak pemberitahuan dari Amanda Geovant, Davae tidak bisa tenang. Isi kepalanya hanya tentang Alena dengan beragam pertanyaan mengarah pada hal-hal negatif juga terpikirkan. Tidak ada konsentrasi yang tercurah pada pekerjaan atau rancangan strategi-strategi bisnis baru seperti biasa.Pertemuan bersama Amanda hanya berlangsung 30 menit saja. Ia bahkan tak menyantap apa-apa selama di restoran. Jam makan siang dilewatkan begitu saja. Rasa lapar menyerangnya, namun tidak ada keinginan untuk mengisi perut. Bahkan, minum air saja tidak sampai habis satu botol.Logika Davae terus mengirimkan perdebatan-perdebatan masuk akal ke dalam kepala. Tentang bagaimana dirinya yang bisa begitu kacau dan gundah disebabkan seorang wanita. Prinsip selama ini telah dipegang, tidak dapat untuk diterapkan. Kelemahan baru yang muncul karena Alena. Wanita itu benar-benar memiliki kekuatan untuk memengaruhinya. Atau memang kesalahan terletak pada dirinya yang tidak bisa memberlakukan pengendalia
Alena meninggalkan apartemen Davae mendekati pukul tujuh pagi secara diam-diam, sebelum sang atasan bangun. Alasannya karena tidak ingin sampai Davae mengetahui tempat tujuannya. Lebih baik pergi tanpa ada pemberitahuan sama sekali, daripada harus mengatakan kepada sang atasan. Pastinya akan menimbulkan kecurigaan seba orang yang akan ditemuinya adalah Amanda Geovant.Untuk tiba di apartemen bos wanitanya itu hanya memakan waktu dua puluh menit saja. Tentu, kunjungan yang ia lakukan tak ada janji malam sebelumnya. Datang secara mendadak. Namun, saat dalam perjalanan, sudah dikirimkan pesan singkat yang berisikan ia akan menemui secara pribadi di apartemen. Tentang pembahasan akan dibicarakan masih dirahasiakan dari Amanda Geovant.Sudah sebanyak tiga kali bel dibunyikan, belum ada tanda-tanda bos utamanya itu membukakan pintu. Dan, Alena memilih menunggu saja sembari menyandarkan punggung di dinding. Tidak akan dilakukan pembunyian bel lagi karena enggan mengganggu. Ji
Dan terakhir kali, bertemu dengan Davae adalah tadi pagi, saat sarapan bersama. Sebelum ia ditinggalkan pergi, entah ke mana. Sang atasan memang libur hari ini sesuai apa yang dikatakan padanya semalam.Alena tak bertanya, walau sedikit penasaran. Namun, dicegah dirinya mencari informasi secara langsung. Alena mementingkan egonya. Mengabaikan rasa ingin tahu. Lebih baik, mengikuti apa yang sang atasan berikan perintah kepada dirinya tanpa mengajukan pertanyaan sama sekali.Sampai pada pemberitahuan yang diterima sekitar satu jam lalu melalui telepon dari seseorang. Wanita itu mengatakan seorang pelayan restoran mewah, tempat di mana Davae sedang mabuk. Ia diperintahkan agar pergi ke sana menjemput pria itu. Alena tak ada pilihan selain mengiyakan saja. Kontrak kerja masih diutamakan.Segera saja, ia bergegas ke restoran yang dimaksud. Jaraknya tak cukup jauh. 15 menit sudah mampu ditempuh. Sesampai di sana, wanita mengaku pelayan dan menelepon tadi mengantarkann
Penyesalan memanglah selalu ada diakhir, kewarasannya sudah mulai bisa dengan baik bekerja. Ya, setelah percintaan panasnya dan Davae berakhir. Sekitar satu jam lalu.Terus dirutuki kebodohannya yang hanya mementingkan pemuasan atas gairah dari pada kenyataan. Alena tidak akan mampu menyalahkan siapa-siapa, apalagi Davae. Justru dirinya yang berperan penting dalam menggelorakan gairah pria itu bercinta.Alena bukannya tidak ingin bersikap tenang. Ia sudah berusaha menganggap semuanya sebagai permainan belaka. Lagipula, Davae tidaklah satu-satunya pria yang pernah tidur dengannya. Namun, harus diakui jika setiap sentuhan dan juga ciuman dilakukan oleh pria itu membawa rasa bahagia tersendiri. Berbeda karena ia melibatkan perasaan.Alena tidak kuasa membendung air matanya seiring kesesakan menghantam dada, ketika pikiran rasionalnya terus memberi sugesti bahwa keberlanjutan hubungan di antara dirinya dan Davae tidak akan ada. Mungkin sebatas rekan kerja. Lalu, ses
Alena menempatkan jari telunjuk di bibir Davae. Menyebabkan pria itu jadi berhenti berbicara. Lantas, Alena mengangguk pelan. Diiringi juga dengan senyuman lebar.Davae jelas senang akan pengabulan atas permintaan. Ia tidak membuang waktu lagi. Segera melepaskan semua pakaian melekat pada tubuh, tanpa sehelai benang.Pergerakannya cepat dalam mengambil pengaman disimpan di salah satu laci nakas dekat meja kerjanya. Setelah memasang dengan benar pada bukti gairahnya yang semakin mengeras, Davae kembali naik ke kasur. Melebarkan kedua paha Alena seraya menatap lekat wanita itu, tak berkedip."Kau sangat cantik," pujinya dengan suara menggoda. Lalu, memberikan ciumannya."Aku menyayangimu, Sayang."Alena tak hanya dibuat kaku oleh ucapan bernada manis Davae saja, melainkan juga penyatuan yang sudah terjadi di antara mereka. Pria itu memasukkan bukti gairah ke lipatan basahnya tanpa ada kendali. Tidak dirasakan sakit karena milik Davae yang tak terlalu
Debaran jantung terus saja berpacu kencang bersamaan dengan ketegangan pada tubuh yang membuatnya tak bisa bergerak. Tetapi, tetap bisa merasakan kehangatan mulut dari Davae di dadanya. Termasuk tangan-tangan pria itu yang tengah menari-nari di sana.Kekakuan sedang melanda pun berusaha dihilangkan segera dengan mengalihkan perhatian. Tidak berfokus pada aksi Davae. Melainkan, hal lain. Sesuatu yang dapat ia lakukan guna merangsang pria itu.Ide datang secara cepat. Maka, langsung saja dipraktikkan. Kedua tangan diletakkan di kepala Davae. Belaian-belaian yang halus diberikannya. Rasa geli pun hadir tidak lama kemudian, akibat gesekan wajah Davae di dadanya. Pria itu sedang tersenyum. Tawa sang atasan dapat terdengar oleh telinganya.Alena menyeringai cukup lebar, saat Davae memandang dengan tatapan nakal. Masih berada di atasnya dengan topangan kedua tangan. Mata pria itu semakin berkilat oleh bara gairah. Ia gemas, lantas melayangkan ciuman di bibir pria itu,