Sejak kejadian malam itu, Eva benar-benar menjaga jaraknya dengan Andra. Ia bahkan tidak membiarkan sandalnya berdekatan dengan sandal milik pria itu. Saat berangkat bekerja, Eva sengaja membiarkan Andra pergi terlebih dahulu. Layaknya bisa memprediksi jarak, ia berjalan 10 meter di belakang suaminya tersebut. Eva memicingkan kedua matanya, pandangannya tertuju pada langkah kaki Andra yang semakin lambat. Ia pun mengikuti ritme langkah kaki suaminya. Ia tidak akan membiarkan jarak 10 meternya menjadi berantakan.
Saat tengah fokus menyamakan langkah, ponsel di genggaman Eva bergetar menandakan sebuah pesan masuk. Ia langsung menggulir layar ponselnya. Nampak sebuah pesan dari Andra. Ia mencebikkan bibirnya, mungkin itu yang menyebabkan Andra memperlambat langkahnya.
'Kamu jalan lebih dulu. Saya ada urusan.'Begitu isi pesannya.Eva mengernyitkan dahinya, ia mempercepat langkahnya untuk mengejar Andra. Setelah berada dalam jarak yang memunAndra memasuki ruang kelas yang akan menjadi jadwal terakhirnya hari inj. Ia melangkah dengan tubuh tegapnya. Seperti biasa, para siswi yang baru memasuki masa remaja itu tersenyum malu-malu. Andra berdiri di depan papan tulis, lalu mengeluarkan selembar kertas. Ia menunjuk salah satu siswa yang duduk di kursi paling belakang."Nando!" panggilnya dengan suara lantang.Siswa bernama Nando yang sedang sibuk dengan buku itu langsung berdiri saat mendengar suara gurunya tersebut. Lalu Andra menggerakkan tangannya seolah mengisyaratkan Nando untuk maju ke depan. Muridnya itu langsung maju tanpa membatah sedikit pun."Kenapa nilai harian kamu kosong?" tanya Andra dengan suara yang melembut.Nando menundukkan kepalanya. "Maaf, Pak. Saat itu saya tidak datang ke sekolah karena sakit."Andra mengernyitkan dahinya. Ia mengambil buku absen dari laci mejanya. Ia meneliti setiap titik yang ada di nama Nando. Semuanya te
Eva mendengus sebal, entah sudah berapa kali ia mencoba keberuntungannya di mesin capit tersebut. Ia hampir patah semangat, padahal sedikit lagi ia berhasil mencapit boneka cacing yang diminta oleh anak laki-laki di sampingnya. Anak itu mengerucutkan bibirnya dengan wajah kesal."Tante payah!" kata anak tersebut.Eva langsung melongo saat mendengar ucapan anak tersebut. Padahal ia sudah menghabiskan hampir dari semua uangnya demi mendapatkan boneka tersebut. Eva merogoh sakunya lagi, ia menggenggam selembar uang lima ribuan."Eva, ayo pulang!" kata Vira yang baru saja selesai membeli pakaian.Eva menggeleng cepat. "Ga! Gue ga akan pulang sebelum dapat boneka itu!"Ina mendecak sebal. "Ya sudah, kita pulang duluan."Eva tak menjawab, ia langsung berlari menuju ke sebuah kios untuk menukar uang kertasnya menjadi koin. Ia tidak akan menyerah begitu saja. Saat ia kembali, anak laki-laki itu sudah menghilang. M
Eva menatap Andra yang sudah tertidur di kasurnya. Ia sempat merasa kesal karena mau tak mau ia harus tidur di kasur tipis milik Andra. Padahal setelah Andra menerima paket, Eva sudah menyuruhnya untuk tidur dikasurnya sendiri. Tapi nampaknya pria itu sudah tidak kuasa menahan rasa kantuknya. Akhirnya ia tumbang di kasur milik Eva. Waktu terus berjalan, terdengar suara ketukan satpam yang menandakan tengah malam. Eva beranjak ke kasur milik Andra. Awalnya ia merasa nyaman, tapi setelah cukup lama punggungnya mulai terasa sakit akibat per yang ada di kasur itu sudah tidak berfungsi. Ia berinisiatif melapisi kasur dengan bed cover yang cukup tebal. Rasanya jauh lebih nyaman, tapi Eva sama sekali tidak bisa memejamkan kedua matanya. Ia berhasil merusak jam tidurnya. Eva bangun dari kasur tersebut. Kemudian ia beralih pada ponsel Andra yang tergeletak di lantai. Eva meraih benda itu, namun saat dinyalakan, ternyata ponsel itu dipasang keamanan berupa kata sandi.
Andra duduk di depan ruang IGD dengan perasaan yang kacau balau. Untuk kedua kalinya ia melihat seseorang bersimbah darah seperti itu. Sebenarnya dahulu ia ingin menjadi seorang dokter, tapi sejak pertama kalinya ia melihat pemandangan mengerikan seperti itu, ia mengurungkan niatnya. Alhasil kuliahnya selama bertahun-tahun di fakultas kedokteran itu menjadi sia-sia. Kini ia hanya menjadi seorang guru di bidang pengetahuan alam.Terdengar langkah kaki yang cukup ribut mulai menghampirinya. Andra melihat kedua orang tua Eva berjalan tergopoh-gopoh. Andra bangun dari tempat duduknya, lalu menghampiri mertuanya tersebut. Namun Linda langsung menamparnya cukup keras. Hal itu membuat Andra mematung di tempatnya. Bukan karena sakit, tapi ia sangat terkejut."Apa kamu sama sekali tidak mencintai anak saya?!" bentak Linda cukup keras.Hendri mengusap bahu istrinya itu. "Tenang, Bu. Kita sedang di rumah sakit."Linda menggelengkan kepalanya.
"Sayang, kenapa kamu lama datangnya?"Andra tersenyum tipis pada seorang wanita yang mengenakan dress putih selutut. Wanita itu langsung menghambur ke arah Andra dengan bahagia. Lalu ia memeluk tubuh Andra begitu erat. Anehnya, pria yang dipeluknya itu sama sekali tidak memberi respon apa-apa. Pria itu hanya diam di tempatnya dengan tatapan lurus. Wanita itu nampaknya mulai merasa geram, ia menarik tubuh Andra untuk duduk di sofa yang ada di dekatnya."Kamu kenapa?" tanya wanita itu lagi.Andra mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia masih tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Bagaimana bisa ia menemui wanita lain setelah menikah. Tapi begitu hati, ia selalu mengalahkan akal sehat. Andra masih memiliki perasaan pada wanita yang ada di sampingnya saat ini. Wanita itu menggenggam jemarinya dengan lembut."Kamu ga rindu sama aku?" tanya wanita itu."Reina ...," lirih Andra dengan kepala yang menunduk lemah.
Sesuai ucapan Andra, hari ini Eva sudah bisa pulang ke rumah. Ia merebahkan tubuhnya di sofa. Sedangkan Andra masuk ke dalam kamar untuk merapikan tempat tidur. Selama di perjalanan pulang, pria itu terus saja memaksa Eva untuk segera istirahat begitu tiba di rumah. Bahkan ia sampai rela merapikan tempat tidur untuk istrinya tersebut."Andra, kamu kesurupan ya?" teriak Eva dari ruang tamu."Memangnya ada hantu yang mau masuk ke tubuh saya?" balas Andra dari dalam kamar.Eva tertawa cukup keras mendengar jawaban dari suaminya tersebut. Entah mengapa ia mendadak lupa dengan semua rasa sakit saat mengetahui bahwa ada wanita lain di hidup Andra. Padahal sebelumnya ia sampai terpancing dengan ucapan kedua sahabatnya yang merekomendasikan mereka untuk bercerai.Eva memejamkan kedua matanya. Sesekali ia menarik dan menghembuskan napasnya secara bergantian. Namun baru sebentar merasa nyaman, tubuhnya tiba-tiba terangkat. Ia langsung membuk
Cahaya matahari di siang hari begitu menyengat. Eva memaksa keluar karena perutnya terasa sakit. Entah sudah berapa lama ia menunggu Andra pulang, namun sama sekali tidak ada tanda kehadiran dari pria tersebut. Akhirnya dalam kondisi yang masih belum sepenuhnya pulih itu, Eva berjalan menuju penjual nasi padang yang ada di dekat parkiran. Sebelumnya Eva benar-benar memilih makanannya secara cermat, tapi sejak tinggal di sini ia sama sekali tidak memilih makanan.Setelah memesan, Eva duduk di salah satu kursi yang kosong. Ia menunggu pesanannya tiba sambil menyapukan pandangannya ke arah warung nasi padang tersebut. Suasanya begitu santai hingga membuat Eva merasa nyaman. Tapi semuanya mendadak berantakan saat seorang pria berpakaian robek-robek duduk di sampingnya. Pria itu terus menatap Eva dengan sorot tajamnya. Lalu pria itu menengadahkan sebelah tangannya."Punya uang ga?" kata pria itu.Eva menoleh dengan takut, lalu menggelengkan kepalany
Senyum Eva tak kunjung luntur sejak mendengar ucapan Andra. Ia merasa hubungannya dengan suaminya itu akan berjalan lancar karena pria itu sudah mulai menyukainya. Ia menatap dirinya di cermin kamar mandi, wajahnya terlihat berseri-seri. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia merasa jutaan kupu-kupu menghiasi harinya. Tentu saja, karena sebelumnya Eva tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Padahal ia mengira akan selamanya hidup sendiri. Tapi siapa sangka, ia malah dipertemukan dengan pria semacam Andra."Eva, cepat. Saya juga mau ke kamar mandi," kata Andra dari luar.Eva mengerucutkan bibirnya. Baru saja ia memikirkan sesuatu yang baik tentang suaminya itu. Semuanya langsung dihancurkan dengan kalimat dingin tersebut. Eva menyambar handuk dan mengusap wajahnya. Ia keluar dari kamar mandi dengan wajah masam."Makanya bangun tuh yang pagi!" kata Eva dengan ketus.Andra menatap Eva dengan sorot tajamnya. Ia melipat kedua ta