Share

5. Kekasih Andra

Eva menatap sinis Andra yang sedang makan dengan tenang. Padahal pria itu bilang tak akan berlama-lama di rumah ini, tapi mengapa malah sampai makan bersama. Ia merasa tak nyaman berada di sana, apalagi saat calon ayah mertua terus menatapnya dengan dingin. Ayah dan anak itu memiliki tatapan yang sangat mirip.

"Jadi kamu anaknya Hendri?" tanya Bambang dengan nada ketus.

Eva mengangguk kaku lalu menjawab, "I-iya, saya anak Hen- maksud saya pak Hendri."

Bambang mengernyitkan dahinya. "Sangat berbeda dengan yang di foto. Saya jadi kecewa."

Eva memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum walau tipis. Andra yang duduk di hadapannya melirik sekilas, lalu kembali sibuk pada makanannya.

"Lebih cantik aslinya kok," ujar Ibu Andra.

Eva menoleh pada ibu Andra, lalu tersenyum lebar. "Terima kasih, Bu."

Ibu Andra tersenyum lalu mengelus puncak kepala Eva dengan lembut. "Ayo dimakan dulu makanannya."

Eva menganggukkan kepalanya. Ia pun mulai menyentuh semur daging yang ada di piringnya. Perasaannya sedikir membaik saat ibu Andra membelanya. Setidaknya ada satu orang yang masih waras di rumah ini. Ia segera menyantap makanan itu tanpa memperdulikan tatapan dari kedua pria yang seperti pinang dibelah dua tersebut.

Andra terus memperhatikan wanita yang tengah makan di hadapannya. Ia kembali teringat pada kejadian di taxi. Ia menatap intens bibir Eva yang terkena kecap. Tanpa sadar ia menjilat bibirnya sendiri.

"Andra kok ngelihat Eva sampai matanya mau keluar gitu?"

Eva langsung mengangkat kepalanya. Ia mendapatkan Andra yang tengah menatapnya seperti singa yang kelaparan. Ia yang merasa tak nyaman pun memilih untuk mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

Ibu Andra tertawa lalu menepuk bahu Eva. "Maklum ya, Va. Hidup 28 tahun ga pernah dekat sama cewek. Jadi gitu deh."

Eva menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan yang terlihat kaku. Sedangkan Andra kembali dengan wajah dinginnya. Ia bangun dari kursi dan pergi menuju ruang tamu.

Eva yang melihat Andra pergi pun langsung berlari mengikutinya. Ia terpaksa harus meninggalkan semur yang belum habis tersebut. Langkahnya terhenti saat melihat pria itu sedang mengacak rambutnya. Pria itu terlihat sangat frustasi saat ini. Ia memilih untuk mengintip dan bersembunyi di balik lemari yang cukup besar.

"Bisa gila gue kalau kayak gini," rutuknya.

Anda mengusap kasar bibirnya. "Kenapa juga gue harus ciuman sama dia."

Eva mengernyitkan dahinya. Rupanya Andra sedang frustasi akibat ciuman di taxi waktu itu. Ia pun tersenyum miring, otaknya seperti mendapatkan sesuatu. Ia langsung keluar dari tempat persembunyiannya.

Andra terkejut saat melihat Eva yang datang dengan wajah datar. Wanita itu terlihat sangat menakutkan saat ini. Perlahan wanita itu mendekat ke arahnya, ia hanya bisa melangkah mundur. Tiba-tiba wanita itu menarik lengannya hingga memperdekat jarak mereka.

"Mau ke mana, Sayang?" goda Eva.

Andra mengernyitkan dahinya. "Kamu keracunan semur buatan ibu saya?"

Eva menggelengkan kepalanya. "Saya keracunan cinta kamu."

Andra bergidik ngeri. Ia langsung mendorong tubuh Eva agar menjauh darinya. Namun sial, wanita itu menarik kerah kemejanya dengan kuat hingga ia ikut terjatuh ke lantai. Ia menjadikan telapak tangannya sebagai alas kepala wanita tersebut. 

Eva mengerjapkan kedua matanya. Ia bisa melihat dengan jelas ketampanan Andra yang selama ini selalu ditutupi oleh sikap menyebalkannya. Ia tersenyum miring saat pria itu tak bergerak sama sekali.

Cup!

Eva langsung mendorong tubuh pria itu agar menjauh darinya. Setelah itu, ia berlari keluar dari rumah. Sedangkan Andra masih terdiam dengan posisi duduk di lantai. Ia memegangi bibirnya dengan tatapan kosong.

"Kurang lama ...," ucap Andra lirih.

~~~

Mereka sudah berada di taman bermain yang letaknya cukup dekat dengan rumah orang tua Andra. Eva menatap pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pria itu nampak begitu ceria saat bermain dengan anak-anak. Kepribadiannya sangat berbeda dengan saat bersamanya.

Eva menghela napasnya. "Apa gue harus jadi anak kecil, supaya dia bisa seperti itu setiap hari?"

Andra yang berada cukup jauh itu menoleh ke arahnya. Tanpa sadar Eva melambaikan tangannya sambil tersenyum. Pasti sebentar lagi pria itu akan menganggapnya sok akrab atau apa pun yang menyebalkan.

"Kamu mau ikut main?" teriak Andra sambil tersenyum manis.

Eva terhipnotis dengan senyuman manis itu. Ia terdiam cukup lama, senyum di wajahnya mendadak luntur. Ia merasa sekelilingnya menjadi sunyi, kini yang terdengar hanya suara detak jantungnya yang mulai tak beraturan. Ia memegang dadanya dengan tatapan yang tak lepas dari pria tersebut.

"Saya—"

"Saya ke sana!" teriak Andra.

Andra berlari kecil ke arah Eva yang berdiri di pinggir taman. Pria itu menyodorkan sebotol minuman yang berasal entah dari mana. Ia pun menerima minuman itu dengan senang. Entah sejak kapan ia merasa wajah pria itu seperri bersinar. Mungkin ini sisi hangat yang di maksud oleh ayahnya. Benar-benar menghangatkan.

Eva berdeham cukup keras untuk memecahkan suasana yang semakin aneh tersebut. "Ehem! Terima kasih."

Andra menganggukkan kepalanya. "Kamu ga mau ikut main?"

Eva menggelengkan kepalanya. "Saya tunggu di sini aja."

Andra memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku. Setelah itu ia mengeluarkan ponsel dan memberikannya pada Eva. Wanita itu menatap dengan bingung ponsel yang ada di telapak tangannya.

"Jaga HP saya. Kalau ada yang telepon, langsung kasih ke saya," ujar Andra.

Eva mengerjapkan matanya. "Kenapa ga di bawa?"

"Nanti jatuh. Kalau rusak, nanti gimana saya mau hubungin kamu?" tanya Andra.

Secara misterius, Eva bisa merasakan kedua pipinya mulai memanas. Ia langsung menunduk dan memasukkan ponsel itu ke dalam satchel bag berwarna hitam yang selalu menempel dengannya. Andra tersenyum tipis lalu mengelus puncak kepalanya.

"Terima kasih," gumam Andra.

Eva hanya menganggukkan kepalanya. Ia sama sekali tak berani menatap kedua mata Andra. Setelah lebih dari 25 tahun nyaman hidup sendiri, kini ia mulai merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. Ia tak ingin jauh dari pria yang baru dikenalnya beberapa hari ini.

Eva menarik ujung kemeja Andra lalu berkata, "Jangan lama-lama."

Andra tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Setelah itu ia kembali berlari ke tengah taman menghampiri gerombolan anak kecil yang sedang bermain. Sesekali ia menoleh ke arah Eva yang sedang memperhatikannya sambil tersenyum. 

Tiba-tiba Eva merasakan ponsel di satchel bagnya bergetar. Ia langsung membuka tasnya, lalu mengeluarkan ponsel Andra. Nampak sebuah nama yang membuat senyumnya pudar. Dadanya terasa sesak sampai ia harus berusaha keras untuk mengambil napasnya.

Kekasihku.

Membaca nama kontaknya sudah membuat Eva merasa hatinya teriris. Baru saja pintu hatinya terbuka, beberapa detik kemudian langsung terluka. Ia mendecih pelan merutuki kebodohannya yang langsung jatuh hati hanya karena hal remeh. Ia pun bergegas memberikan ponsel itu sebelum panggilan berakhir.

"Andra," panggil Eva.

Andra tersenyum manis ke arahnya dan itu membuatnya merasa sangat kesal.

"Ada apa?" tanya Andra.

Eva menyodorkan ponsel milik Andra dengan ekspresi datarnya. Ia merasa kerongkongannya sangat kering sampai sulit berbicara.

"Pacarmu telepon," ucap Eva nyaris tak terdengar.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status