Share

Bab 8

Aku tidak habis pikir, syarat yang diajukan Mutia ternyata begitu memberatkan aku. Kenapa pula harus pisah rumah, padahal bisa saja mereka hidup satu atap dengan akur. Kemarin saja waktu di Cafetaria mereka baik-baik saja.

"Aku akan mengajukan banding atas syarat yang diberikan Mutia," gumamku.

Pagi-pagi saat Mutia menyiapkan sarapan, aku mendekatinya.

"Mutia, bisa kita bicara?"

"Bicara saja, sambil aku menyiapkan makanan, ini sudah siang." Mutia tidak menoleh, tangannya masih sibuk dengan bahan makanan.

"Soal persyaratan itu." Dengan lemas aku mengatakannya.

"Kenapa? Bukankah semalam kamu setuju, sudah tanda tangan pula." Mutia menoleh lalu memicingkan matanya.

"Iya, tapi apa gak bisa kita bertiga hidup serumah saja. Jadi tidak perlu ada syarat yang kedua dan ketiga. Aku yakin, kok. Kalian bisa menjalaninya dengan baik, kamu dan Maura itu sama-sama wanita yang baik kalian berdua adalah wanita yang kusayangi." Aku membujuk.

"Tidak, keputusanku sudah bulat. Kalau kamu keberatan, aku si
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status