LOGINSepanjang perjalanan menuju kediaman Moonstone, ponsel Ivana tak henti berdering. Gadis itu tidak menanggapinya sama sekali. Hingga di antara puluhan nada dering, ada satu yang membuat Ivana tergerak untuk meresponnya.
"Iya, Ly. Apa dia menghancurkan kantorku?" Jemari Ivana berlari ke pelipisnya. Sejak semalam, tempat itu sering berdenyut nyeri. "Dia memastikan kamu akan menikah dengannya hari ini. Itu yang dia katakan." Zack yang duduk di sampingnya, hanya diam. Tidak perlu ditutupi Zack pasti mendengar ucapan Kelly. Ucapan Zack yang mengatakan kalau dia memang bukan supir nonanya adalah benar. Sejak pertama bekerja, Ivana selalu duduk di depan, di sampingnya. Bukan di belakang. "Jangan cemas, aku akan atasi ini. Handle kantor untukku." Usai mematikan panggilan, Ivana bersandar ke kursi. Matanya terpejam. Tubuhnya masih terasa lelah akibat ulah Zack semalam, dan pagi ini dia harus menghadapi Evan Brown. Sebentar lagi dia akan dimaki keluarganya. Hari yang menyenangkan untuk seorang Ivana. Dan salah satu biang keroknya duduk tenang di sampingnya. Jika tidak ingat dia harus menghemat tenaga untuk menghadapi keluarganya. Ivana pasti sudah melampiaskan amarahnya pada sang bodyguard. Zack, pria itu benar-benar di luar prediksi. "Kenapa kamu melakukannya?" Kelopak mata Ivana terpejam, tapi bibirnya bertanya. Sudah pasti pertanyaan tadi tertuju pada Zack. Bukannya dijawab, aroma bubur jagung yang manis dan gurih seketika memenuhi indera penciuman Ivana. "Aku tidak mau makan. Aku sedang bertanya padamu!" Ujarnya ketus. "Setidaknya makan dulu. Untuk pertanyaan Nona bukankah sudah saya jawab tadi." Bibir Ivana ingin mengumpat tapi tampilan makanan di depannya terlalu sayang untuk diabaikan. Harus Ivana akui, Zack tipe lelaki yang peka dan detail. Dia tahu saatnya diam, paham waktunya bergerak. "Aku masih heran. Kenapa ayahku menempatkanmu di sampingku. Padahal aku tidak punya apapun untuk disembunyikan darinya." Tidak ada respon, itulah Zack Alejandro. Sikapnya seperti robot yang tidak akan melakukan pekerjaan di luar yang telah diperintahkan padanya. "Yang semalam, tidak mungkin kan perintah ayahku." Walau tidak menjawab, Ivana bisa melihat telinga Zack memerah, pun dengan pipi sang bodyguard. Perempuan itu mendengus. Dia habiskan buburnya. Lalu meneguk susu almond yang Zack ulurkan. Semua kejadian tadi tidak terasa membawa mereka sampai ke kediaman Moonstone. Rumah tiga lantai dengan tangga melengkung di sisi kiri dan kanan. Ivana keluar setelah Zack membuka pintu mobil untuknya. Langkah perempuan itu begitu tenang, yakin juga tegas. Haruskah Ivana berterima kasih pada Zack atas apa yang telah pria itu siapkan pagi ini. Pakaian yang begitu nyaman untuk menghadapi keluarganya. Perut kenyang yang memungkinkan dia punya tenaga untuk berdebat dengan mereka nantinya. Ivana melewati pintu utama dengan Zack tetap berada di belakangnya. Begitu sampai di ruang tamu, seorang pria tanpa ragu mendekat ke arah Ivana, dan satu tamparan mengenai pipi sang wanita. "Dasar tidak berguna! Lihat, apa yang sudah kamu lakukan! Kau mengacaukan segalanya!" Kalimat pertama terucap dari seorang pria berambut perak, berwajah tampan walau usia tidak lagi muda. Matthew Moonstone, ayah Ivana. Ayah? Entahlah. Apa pria itu pantas disebut ayah oleh Ivana. Lelaki yang sejak dulu ringan tangan, kasar juga galak padanya. Pria itu jarang menunjukkan kasih sayangnya pada Ivana. Jarang atau malah tidak pernah. "Kalau aku tidak berguna, mana mungkin perusahaan Ayah bisa bertahan sampai hari ini. Ingat, uang yang Ayah dapat berasal dari menjual perusahaanku, juga diriku!" "Ivana!" "Sudahlah, Matt. Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Bagaimanapun juga, Ivana harus menikah dengan Evan." Sang paman mulai menabur bensin di atas kobaran api. "Aku menolak menikah dengan Evan Brown," Ivana memotong ucapan sang paman. Semua orang terbelalak. Tidak percaya ketika Ivana bicara. "Ivana kamu tahu kalau pernikahan ini penting untuk reputasi keluarga kita." Meredith Moonstone yang bicara. Ibu Ivana, lebih tepatnya ibu tiri Ivana. "Reputasi keluarga kalian, bukan aku." Kembali, Ivana menunjukkan taringnya. Karena wanita inilah, ibunya meninggal. Sampai kapanpun, Ivana tidak akan pernah tunduk apalagi hormat pada Meredith. "Kak, jaga bicaramu, dia ibu kita." Ivana tersenyum mengejek pada seorang gadis berwajah polos. Polos hanya topengnya saja, aslinya Amelia Moonstone, adik seayah Ivana lebih berbahaya dari ular paling berbisa di dunia. "Ibu? Dia ibumu bukan ibuku," kalem tapi menusuk. Jawaban Ivana mematik amarah di tempat itu. "Ivana, minta maaf," Matt memberi perintah. "Kau jangan keras kepala Ivana. Jangan egois, hanya memikirkan dirimu sendiri. Kau juga harus memikirkan keluarga kita. Jika bukan kamu siapa lagi." Bibi Ivana ikut bicara. Ivana tertawa perih. Inilah keluarga Moonstone yang terkenal karena keharmonisan keluarganya di mata publik. Tidak tahukah mereka, kalau dalam keluarga itu ada sosok yang ditumbalkan untuk meraih penilaian itu. Dia Ivana. Tiap ada kesulitan, dia yang akan turun tangan untuk menyelesaikannya. Andilnya tidak sedikit tapi selalu disalahkan. Ivana tahu kalau dia sendirian, tanpa teman, tanpa dukungan. Ivana tidak bisa mengandalkan orang lain selain dirinya sendiri. Kali ini pun sama. "Kenapa harus aku? Ada Amelia, suruh saja dia menikah dengan Evan, atau suruh Kak Armando pulang. Biar dia selesaikan masalah hutang Ayah." Amelia beringsut ke belakang Meredith, dia sangat ketakutan ketika Ivana menyuruhnya menikah dengan Evan. "Aku tidak mau menikah dengan Evan Brown," cicit Amelia penuh permohonan. "Aku juga tidak mau! Kenapa kalian memaksaku. Masalah hutang aku akan cari jalan keluar. Tapi jangan menyuruhku menikah!" "Dari mana kau akan mendapatkan uang. Hutang itu tidak sedikit." Sang paman berujar setengah mengejek. "Kalian sudah tahu kalau hutangnya banyak, tapi masih memaksaku menanggungnya. Apa ini pantas dilakukan oleh ayah pada anaknya?" Semua orang bungkam. Tidak punya jawaban atas pertanyaan Ivana. "Ayah, Ayah sengaja melakukan ini kan? Agar aku pergi lalu dia yang mendapatkan perusahaanku?" Telunjuknya menuding Amelia yang langsung berurai air mata. Ivana nyaris ingin meledak melihat akting Amelia. Perempuan itu sudah lama iri padanya. Ivana tahu, Amelia diam-diam merengek pada ayahnya agar perusahaan itu dialihkan padanya. "Aku, aku tidak pernah minta itu. Kak, aku tidak... Kakak jangan fitnah aku." Semua orang langsung melayangkan tatapan peringatan pada Ivana. Perempuan itu menghela napas. Amelia menangis, dia yang bakal kena getahnya. Lihat saja. "Ivana! Kamu jangan sembarangan bicara. Ayah tidak mau tahu, kau harus menikah. Kalau tidak, ayah akan ambil paksa perusahaan itu." Ini dia titik kelemahan Ivana. Perusahaan ibunya adalah ambang batasnya. "Tidak boleh!" "Kalau begitu kau harus menikah." Matthew semakin menekannya. Ivana ingin menjawab, tapi hal itu urung ia lakukan. Ketika Zack tiba-tiba berdiri di hadapannya. "Jika demikian, saya yang akan menikahi Nona Ivana."Ketika Zack kembali ke The Crystal hampir tengah malam. Dia dapati Ivana meringkuk di sofa sambil memeluk boneka beruang. Wajahnya sembab, sepertinya perempuan itu masih lanjut menangis tadi.Kata Bern, Ivana tidak turun lagi untuk makan malam. Perempuan itu bilang tidak selera. Bern sudah menawarkan jika Ivana ingin makan makanan lain dia akan membuatkannya. Namun Ivana menolak.Katanya dia lelah, langsung ingin tidur. Zack berjongkok di sisi Ivana. Dipandanginya wajah Ivana yang memerah juga basah."Aku memang membenci Armando Moonstone. Tapi kamu .... Aku tidak tahu." Jemari Zack mengusap pelan pipi Ivana. Untuk beberapa waktu pria itu berada di sana. Perhatian Zack teralihkan saat ponsel Ivana berdenting. Sebuah pesan masuk. Dari pop up Zack merasa curiga. Hingga dia membuka pesan tersebut."Maaf, Nyonya Ivana. Saya menghubungi Anda larut malam begini. Tuan saya baru ingat, jika besok siang beliau ada dinas keluar negeri beberapa hari.""Jadi beliau ingin bertemu Nyonya untuk mem
Ekspresi Zack berubah kelam. "Dari mana kamu tahu?""Jawab saja!" Ivana sudah menahannya sejak tadi. Dia perlu penjelasan, dia butuh kepastian.Zack seketika dilema. Armando memang menghabisi Tatiana. Namun menjadikan Ivana alat balas dendam, Zack tidak yakin.Selama hidup bersama, perasaan Zack sedikit demi sedikit mulai tumbuh untuk Ivana. Meski balas dendam masih mendominasi."Memang benar, kakakmu membunuh adikku. Itulah kenapa aku sangat ingin membencinya. Aku sangat ingin membalasnya. Aku membenci Armando sampai ke tulangku!"Ivana menangis saat itu juga. "Apa kamu sudah menyelidikinya. Sudah pasti kalau adikmu dihabisi kakakku." Di tengah isak tangisnya, Ivana masih coba memastikan. Tatapan Zack berubah tajam. Dia tatap Ivana yang kondisinya membuat hati Zack trenyuh. Mungkin yang dikatakan Arthur dan yang lainnya benar, Ivana tidak berhubungan dengan kejahatan Armando. Tapi hubungan darah di antara mereka memaksa Zack mencari alasan untuk ikut membenci Ivana."Kamu tidak bis
"Dia menikahimu hanya untuk balas dendam. Dia hanya ingin memanfaatkanmu. Dia sama sekali tidak mencintaimu. Dia membencimu."Rentetan ucapan Sabrina membuat Ivana syok. Dia sampai terhuyung saat berjalan kembali ke mobilnya. Tangannya gemetar, seluruh tubuhnya juga. Berkali-kali dia gagal membuka kunci fob mobilnya.Padahal benda itu tinggal tekan saja. Ivana terlalu kaget, gugup, juga panik. Begitu dia berhasil masuk mobil. Dia diam di sana untuk beberapa waktu. Pikirannya melayang kembali pada perkataan Sabrina. Berulangkali dia coba menyangkal, tapi dia tidak tahu apa yang dia sangkal."Kak Armando membunuh adik Zack, itulah sebabnya dia melarikan diri lima tahun lalu. Dia mendekatiku, menikahiku hanya untuk balas dendam."Air mata Ivana melaju cepat di pipinya. Perempuan itu pada akhirnya menangis hebat. Dadanya terasa sesak. Pertanyaan apa semua itu benar berputar di kepalanya.Apakah benar Armando mampu menghabisi nyawa orang? "Dia tidak mungkin melakukan itu kan?" Ivana seola
Ivana tidur sepanjang sisa hari. Dia bahkan makan di kamar. Itu pun setengah dipaksa supaya dia buka mata. Luis benar-benar terkejut setelah mengecek darah Ivana."Siapapun yang memegang kendali produk ini, dia seratus persen gila. Dia lipatgandakan formulanya. Dan akibatnya mengerikan.""Lalu Ivana bagaimana? Apa hal buruk akan terjadi padanya?" Zack mendadak cemas akan keadaan sang istri."Untungnya dosis yang diberikan pada Ivana sangat rendah. Dan dia sudah minum antidot-nya. Efeknya akan berangsur hilang dalam beberapa hari. Jangan khawatir.""Selain itu antidot-nya akan menjaganya tetap kebal pada zat yang sama. Dia akan aman untuk beberapa waktu ke depan. Omong-omong, kamu kentara sekali peduli padanya?"Ehem! Zack memalingkan wajah guna menghindari tatapan penuh selidik dari Luis. "Tidak, mana ada yang seperti itu. Aku hanya ....""Jangan mengelak. Akui saja. Nanti dia diambil orang kalau kamu denial terus soal perasaanmu.""Itu ... mustahil," desis Zack sangat percaya diri."
Ivana hampir menyikut perut Clayton untuk membebaskan diri. Tapi ketika pria itu menekan urat nadi lehernya dengan senjata. Ivana terpaksa mengurungkan niatnya.Perempuan itu coba jaga jarak dengan Clayton yang dadanya nyaris bersentuhan dengan punggungnya. Sejumlah orang menahan napas, sebagian bahkan menutup mulut. Yang lain nyaris berteriak untuk memanggil polisi."Bukannya Anda dipenjara? Bagaimana Anda bisa ada di sini?" Ivana coba mencari celah untuk menyelamatkan diri."Nona cantik tidak perlu tahu intrik penjara seperti apa. Nona terlalu lembut untuk memahami kalau penjara bisa dibeli," kata Clayton bangga."Oh, jadi Anda tidak takut jika penguasa sebenarnya tidak suka dengan kebebasan Anda?""Mereka tidak akan peduli dengan orang kecil sepertiku."Ivana mencibir, dia cukup mengetahui bagaimana Clayton bisa dipenjara. Semua itu ada sangkut pautnya dengan Zack. Lelaki itu membuka aib Clayton hingga memaksa aparat untuk menangkap Clayton saat itu.Sekarang setelah isu mereda, m
"Apa Ivana tahu?"Zack buru-buru melangkah masuk ke kamarnya. Di mana Ivana meringkuk sambil memeluk boneka beruang, yang secara mengejutkan dibeli Zack. Waktu berada di sebuah pusat perbelanjaan.Zack menyentuh kening Ivana yang masih berkeringat. Perempuan itu tidur dalam gelisah. Dahinya berkerut beberapa kali, kelopak matanya juga bergetar. Pria itu lantas membuka laci terbawah nakas di sebelah ranjang besar mereka. Lalu mengambil seperangkat alat suntik juga tabung reaksi."Aku pikir tidak. Kamu tahu istrimu sangat memuja kakaknya.""Nonsense!" Tolak Zack segera. Ivana berjengit sesaat ketika ujung jarum yang tajam menembus kulit lengannya. "Easy, Na. Tahan sebentar. Jika dia terbukti melakukannya. Aku akan menghajarnya."Darah merah dengan cepat berpindah ke tabung kecil tadi. Zack begitu lihai, santai saat melakukannya. Bahkan dia tidak kesulitan mencari pembuluh darah vena di atas lipatan siku Ivana. Pria itu seperti sudah biasa mengerjakan hal tersebut.Zack menggoyangkan t







