Share

DUA

Adik laki-laki Bora, Harsa Bimasena Rukmasara menderita narkolepsi. Serangan tidur mendadak saat melakukan kegiatan sehari-hari, tugas anjing terapinya adalah membangunkan Harsa dengan cara apa pun kecuali menjilat.

Adik laki-laki Bora paling kecil, Gentamas Luhung Rukmasara menderita epilepsi. Kehadiran anjing sangat dibutuhkan karena bisa beritahu empat puluh menit sebelum terjadi sehingga Genta memiliki waktu untuk minum obat atau minta tolong ke sekitar.

Harsa menderita depresi yang sama dengan Bora karena kekerasan rumah tangga sehingga muncul auto imun yang menyebabkan penyakitnya muncul, ditambah dengan sejarah dari keluarga papa mereka termasuk penyakit Genta.

"Apa mungkin papa hanya mengambil anak sehat saja untuk diurus? Kedua adikku menderita penyakit dan harus bergantung pada anjing terapi." Bora menghela napas dengan sedih.

Ditya menatap prihatin Bora lalu mengacak rambutnya untuk menghibur. "Kalau begitu kamu harus berubah, jangan suka membolos hanya karena Bern. Aku rasa Bern juga tidak suka melihat kondisi kamu yang sekarang, makanya rela meneruskan- yah anggap saja visi dari Tuhan."

Bora menata rambutnya dengan kesal. "Ya."

"Untuk sementara jangan pelihara hewan dulu kalau kamu masih tinggal di rumah itu." Nasehat Ditya.

Bora menjadi cemberut. "Aku mau keluar rumah itu dan mencari kos sambil kuliah dan kerja. Dok, kalau kliniknya ada lowongan- aku daftar ya, angkat-angkat barang pun tidak masalah."

"Aku yang masalah, nanti bisa dimarahi ayah kamu!" Ditya berkacak pinggang. "Ayah kamu salah satu pejabat ibukota."

Bora menghela napas panjang.

"Jika ayah kamu tidak memberikan uang yang cukup, aku akan memberikan pekerjaan. Pokoknya harus rajin dan tidak boleh takut hewan apa pun?"

"Hewan apa pun?"

"Seperti ular dan sebangsanya."

Bora merinding begitu mendengarnya, tapi mau tidak mau dia harus menerima demi bertahan hidup. "Ya, gak masalah- sambil terapi juga."

"Bora Zanitha, kamu tahu nama itu?" tanya Ditya.

Bora menggeleng.

"Bora adalah kecerdasan, Zanitha adalah anggun. Jika digabungkan-" Ditya mengetuk pelipis kanannya. "Kecerdasan yang anggun."

Bora mengedipkan kedua mata. Kecerdasan yang anggun?

Bora memikirkan nasehat dokter Ditya sampai malam dan akan tidur.

Kecerdasan yang anggun-

Kalau tidak salah, yang memberikan nama ini adalah kakek dari pihak mama. Bahkan nama keluarga Rukmasara dari pihak mama.

Bora ingat cerita saat papa yang hanya anak kepala sekolah kampung dan ibu rumah tangga biasa menikah dengan mama yang merupakan keturunan bangsawan bali dari pihak nenek buyut dan bangsawan jawa dari pihak kakek buyut, mereka keluar dari kerajaan dan membentuk keluarga Rukmasara.

Rukmasara sendiri memiliki arti bahasa sansekerta yang berarti emas. Dan nama itu digunakan untuk perempuan, lucu kan? Tapi yang membuat romantis dalam kisahnya adalah, semua keluarga Rukmasara sangat menghargai wanita atau anak perempuan. Bukan patriaki pria yang diagungkan.

Keluarga mama awalnya tidak setuju karena masalah perselingkuhan di dalam keluarga papa, tapi karena papa menunjukkan niat baik dan merawat mama Bora seperti putri, keluarga pun setuju.

Tapi pernikahan itu tidak berlangsung lama, karena papa berselingkuh dengan janda yang merupakan ibu tiri Bora sekarang saat mama Bora hamil anak ketiga.

Papa Bora bersikeras menikahinya untuk mencari surga dan meningkatkan derajat wanita, mama Bora dan keluarga berang. Hal itulah yang membuat papa Bora melakukan kekerasan rumah tangga.

"Banyak cara mencari surga dan pahala tapi bukan dengan cara menikahi janda." Berang mama Bora lalu pergi membawa ketiga anaknya karena sudah tidak tahan lagi.

Papa Bora bersikeras tidak mau berpisah dan tidak bisa mengubah keputusan mama Bora hingga akhirnya sang papa meminta hak asuh Bora ke pengadilan, pengadilan pun setuju.

Bora tidur menatap langit kamar dan mencium aroma therapy untuk menenangkan diri. Terlihat bintang dan bulan mengitari langit kamar.

Sedikit demi sedikit Bora menutup mata dan tertidur lelap.

'Bern, aku datang.'

'Ya, kamu sudah datang.'

Bora berkedip saat melihat Bern sudah berdiri di hadapannya. "Bern?"

'Hallo, Bora.'

Bora menangis lalu memeluk gumpalan bulu Bern. "Bern, maaf aku tidak bisa menyelamatkan kamu!"

'Bora, ada sesuatu yang ingin aku beritahu.'

Bora mengangguk lalu duduk di depan Bern, Bern ikut duduk dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan Bora.

'Bora, terima kasih sudah merawat aku selama ini. Memberikan banyak cinta dan yang bisa aku berikan hanya hidupku. Aku tidak bisa bekerja mencari uang, aku hanya bisa menggigit orang yang menyakitimu.'

Bora memeluk erat kepala Bern. "Tidak ada yang bisa menggantikan kamu di hatiku."

'Tidak Bora, di luar sana masih banyak yang tidak beruntung dariku. Aku ingin kamu menolong mereka dan juga dirimu sendiri.'

"Menolong aku?"

'Apakah Bora ingat saat aku dibakar dan menangis kesakitan?'

Bora masih mengingatnya, dia hanya bisa mendengar dan tidak punya keberanian untuk melihat kejadian mengerikan itu.

'Saat itu, ada orang banyak dan tidak ada yang menolong aku. Mereka menganggap aku hanya seekor hewan yang tidak berguna bagi mereka.'

"Bern, jangan bilang begitu!"

'Bora, aku sudah bertemu banyak teman disini. Mereka cerita mengenai kehidupan mereka. Sangat sakit, padahal mereka hanya ingin bertahan hidup. Tempat mereka juga digusur, tidak ada tempat untuk bertahan hidup. Satu-satunya cara adalah menjadi hama untuk manusia.'

'Kucing bertahan hidup dari makan tikus, tapi tikus malah diracun. Yang membuat tikus berkembang biak, kucing-kucing diracun dan diusir. Lalu para kucing cerita mengenai wabah pes di london.'

"Ha- hah?"

'Kamu tidak percaya?'

Bora tertawa geli. "Bern, rupanya kamu banyak teman ya di sana."

'Ya, menyedihkan saat mendengarnya. Mereka menganggap kucing adalah jelmaan setan lalu dibantai hingga akhirnya muncul wabah pes, tikus berkembang biak dengan bebas.'

Bora terdiam lalu bergidik ngeri.

'Bora. Setelah kematian, aku bertemu malaikat dan malaikat itu berkata- kamu sudah mengubah takdir orang yang kamu cintai. Tahu kenapa?'

Kenapa?

'Karena aku yang memintanya.'

Bora terkejut, Bern bangkit lalu duduk di hadapan Bora.

'Jika aku masih hidup, kamu yang akan menderita. Kita bertiga- kamu, aku dan papa akan meninggal di hakim massa. Yang pertama meninggal adalah papa, aku lalu terakhir kamu tapi kamu menyaksikan semua itu.'

"Bern."

'Konsekuensi merubah masa depan adalah nyawaku. Aku ingin masa depan kamu berubah.'

Air mata Bora mengalir.

'Jangan menangis, Bora. Kamu harus kuat sekarang, jika ingin melindungi orang yang kamu cintai- kamu harus kuat.'

Bora menghapus air mata dengan punggung tangan. "Sekarang, ceritakan semuanya. Apa yang harus aku lakukan?"

Bern menjilat pipi Bora. 'Ini adalah Bora yang aku kenal.'

Bora berusaha menahan tangis sambil melihat visi yang diperlihatkan Bern.

'Kamu harus mengingat semuanya, Bora. Tidak ada satu pun yang boleh dilupakan!'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status