Beranda / Romansa / SOMEBODY THAT YOU LOVED / 3. Pengakuan Perbuatan

Share

3. Pengakuan Perbuatan

Penulis: nouveliezte
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-20 03:46:27

Berbagai pikiran yang menghampiri Bonita tidak sanggup membuatnya tertidur walau berusaha memejamkan mata. Saat akhirnya dia membuka mata karena matanya terasa sangat perih, Velica sudah terlelap.

Dia menghela napas gusar dan mengambil ponsel yang tergeletak di dekatnya, tapi tidak ada satu pun kabar dari Benjamin hingga membuat luka di hatinya semakin menganga dan mulai terasa menyesakkan. Kini, berbagai perasaan buruk yang berkecamuk di dalam hatinya berubah menjadi ombak yang bergulung-gulung tanpa mampu dibendung.

'Dia pasti sibuk, bukan? Sibuk bercinta.' Pikirnya putus asa.

Dadanya berdenyut nyeri saat kata-kata itu muncul. Dia mampu membayangkan apa yang Benjamin dan model bernama Zayna itu lakukan seolah benar-benar sedang melihatnya di depan mata. Sesuatu yang bahkan belum pernah dilakukan olehnya dan Benjamin selama empat tahun menjalin hubungan. Namun, dia wanita dewasa. Dia tahu betul apa yang terjadi jika sepasang manusia sedang bercinta.

'Sadarlah, Boo! Seharusnya kamu merelakannya pergi jika memang benar dia berselingkuh darimu! Tegarlah seperti ayahmu!' Hardik hatinya yang lemah.

Beban yang menghampirinya bertambah. Batu yang mengendap entah sejak kapan mulai menghimpit keutuhan hatinya. Kepercayaan yang berusaha dia berikan pada seorang pria pupus hanya karena ada seorang wanita yang bersedia diajak berselingkuh.

'Siapa yang harus aku salahkan? Bee karena berselingkuh dariku atau Zayna yang bersedia diajak berselingkuh? Atau ... aku karena tidak pernah memberi Bee kesempatan untuk bercinta denganku?'

Pikiran Bonita masih berusaha menolak fakta Benjamin yang mengkhianati dirinya, tapi hatinya terlalu sakit membayangkan betapa kepercayaan yang selama ini dititipkan pada kekasihnya itu hancur begitu saja. Dia membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bisa menitipkan kepercayaan seperti itu pada seorang pria dan hanya ada penyesalan yang tersisa pada dirinya saat ini.

Wajah ibunya terbayang di kedua manik matanya. Wanita yang melahirkannya itu pergi bersama pria lain. Bonita masih ingat saat dia memanggil-manggil wanita itu agar tetap tinggal, tapi wanita itu mengabaikannya dan memilih pergi bersama pria brengsek yang bahkan namanya pun terlupakan dari ingatan.

Mata Bonita dipaksa terpejam saat pikirannya semakin gusar. Dia ingin semua pikiran-pikiran buruk itu pergi. Namun, tetap terjaga dan saling bersahutan seperti dendang genderang perang.

Alarm dari ponsel membuat Bonita membuka mata. Dia mematikan alarm dan beranjak ke wastafel untuk membasuh wajah. Saat dia kembali, Velica masih terlelap.

Dia menulis pesan di selembar kertas dan meletakkannya di bawah ponsel milik Velica, lalu mengambil tas dan serangkaian kunci miliknya sebelum keluar kamar. Kakinya berjalan cepat menuju mobil untuk kembali ke hotel tempat Benjamin menginap. Dia memarkir mobil di depan restoran yang menjadi tempat makan malam bersama Velica kemarin dan memperhatikan semua orang yang lalu-lalang di depan hotel di seberang sana.

Masih pagi sekali saat Bonita melihat pintu terpencil di sebuah sudut hotel yang semalam tidak disadari olehnya. Beberapa orang yang terlihat seperti staf kebersihan keluar-masuk dengan tergesa-gesa. Pintu itu tidak dijaga oleh siapapun dan sepertinya cukup aman untuk dimasuki.

Bonita keluar dari mobil dan berjalan sejauh dua puluh meter ke arah kiri sebelum menyeberang. Dia mengikuti langkah dua orang wanita yang mengarah ke hotel dan menyelinap masuk ke pintu terpencil itu. Jantungnya berdetak kencang seirama dengan derap langkah kakinya menyusuri lorong hotel yang sepi.

'Sekarang apa yang harus kulakukan? Aku bahkan tidak tahu di mana kamar mereka berada. Haruskah aku kembali ke mobil saja?'

Tepat saat Bonita berpikir seperti itu, dia sampai di depan sebuah lift. Jarinya secara asal menekan tombol angka empat dan memasuki lift yang pintunya segera terbuka. Dia berniat melihat-lihat isi hotel dan akan pergi jika tidak ada tanda-tanda apapun dari Benjamin atau Zayna.

Pintu lift tertutup dan kembali terbuka setelah sampai di lantai empat. Seorang pria berpakaian formal memberi salam pagi padanya saat berpapasan. Bonita membalas salam dengan canggung dan beranjak menjauh karena khawatir dikenali sebagai penyusup.

"Kenapa aku tidak bertanya padanya di mana kamar Zayna? Mungkin saja dia tahu." Desis Bonita saat menyadari kealpaannya.

Bonita berdecak kesal untuk meratapi betapa bodoh dirinya seraya melangkahkan kaki melewati lorong dengan banyak pintu di kedua sisi. Di pintu itu ada berbagai nomor yang berurutan. Dia yakin ada Benjamin dan Zayna di salah satu kamar itu. Entah kamar dengan nomor berapa.

Seorang wanita yang terlihat mabuk keluar dari kamar yang berjarak sekitar sembilan meter dari tempat Bonita berdiri. Mereka berpapasan di tengah jalan tanpa saling malempar tatap atau mengatakan apapun. Bonita melanjutkan langkah dan berbelok, lalu menemukan lorong lain dengan pintu-pintu di kedua sisinya. Lorong dengan pintu-pintu yang terlihat sama dengan lorong dan pintu lain sebelum ini.

Bonita menghela napas keras karena merasa usahanya sia-sia dan berbalik ke arah datangnya beberapa saat lalu. Alih-alih menggunakan lift, dia turun menggunakan tangga darurat ke lantai tiga. Dia baru saja akan terus turun ke lantai dua saat mendengar suara pria yang dia kenali. Langkahnya terhenti untuk mendengarkan suara pria itu dengan seksama. Suara pria itu ringan dan terdengar lembut di telinganya.

"Berita tentang kita harus dikonfirmasi." Ujar pria itu penuh dengan nada tuntutan yang mendesak.

Bonita yakin sekali itu suara Benjamin. Dia mengintip dengan menggeser tubuh sedikit ke arah lift berada.  Dugaannya tepat. Benjamin sedang berdiri di depan lift dengan seorang wanita anggun dan seksi yang diketahui Bonita melalui foto bernama Zayna. Zayna sedang memeluk lengan Benjamin dan menyandarkan kepala di bahu Benjamin dengan tatapan manja seolah Benjamin miliknya. Pemandangan yang dilihat Bonita itu tiba-tiba terlihat menjijikkan.

'Mereka benar-benar melakukannya. Mereka benar-benar bercinta, bukan?' Pikir Bonita dengan kebencian yang mulai tumbuh. Amarah menyambar melalui nadi ke seluruh tubuhnya hingga membuatnya tegang dan terdiam untuk mencari kalimat apa yang paling cocok untuk mengutuk kedua pelaku selingkuh itu.

Tepat saat Bonita akan membuka suara untuk menegur keduanya, mereka memasuki lift. Dia melangkahkan kaki dengan cepat untuk menghampiri mereka dan bertemu tatap dengan Benjamin saat pintu lift hampir saja tertutup sempurna.

Benjamin melepas pelukan Zayna dari lengannya saat menyadari keberadaan Bonita, tepat saat Bonita berlari menuruni tangga darurat dengan hati hancur tanpa mampu mengatakan apapun. Niat untuk menyalurkan amarah pada Benjamin dan Zayna menguap begitu saja saat Bonita menyadari tatapan bersalah di mata Benjamin seolah tatapan bersalah itu merupakan pengakuan atas perbuatannya.

"Boo!" Teriak Benjamin seraya menjejalkan diri keluar dari lift yang dipaksa terbuka tiba-tiba. Sial baginya karena pintu lift terbuka dengan sangat lambat. "Tunggu!"

"Sudahlah. Dia tidak akan mendengarkanmu." Ujar Zayna santai dengan tangan menggapai lengan Benjamin untuk kembali dipeluk olehnya.

Benjamin menepis tangan Zayna. Dia berlari mengejar Bonita. Sayangnya langkah Bonita terlalu cepat untuk dikejar. 

Bonita tidak lagi peduli untuk menggunakan pintu yang mana. Rasa sakit di hatinya membuatnya tidak mampu berpikir jernih. Langkahnya menghampiri pintu utama dan keluar tanpa menoleh, dengan gaung suara Benjamin yang memanggil namanya berulang-ulang.

Perasaan Bonita yang semula ragu, kini mantap dengan sendirinya. Dia akan meninggalkan Benjamin dan hidup sendiri selamanya. Satu-satunya hal yang terpatri di jiwanya sejak bertahun lalu, yang sempat terlupakan selama empat tahun, kini kembali padanya. 

Alasannya?

Karena jika yang lain berniat pergi, maka yang lain harus merelakan. Seperti hubungan yang terjadi pada kedua orang tuanya.

*** 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SOMEBODY THAT YOU LOVED   Extra Part [2]

    Bermandi peluh dalam kenikmatan yang tidak terelakkan membuat Bonita dan Benjamin lupa segala yang terjadi di luar campervan. Sudah tidak terhitung berapa kali Jeremy mencoba menelepon pengantin baru yang menghilang di acara pernikahannya sendiri. Padahal dia sudah jauh-jauh datang mengitari setengah dunia demi menghadiri acara sakrat adiknya yang selalu bersikap seenaknya. "Sudahlah, biarkan mereka berdua. Tidak akan terjadi apa-apa." Ujar Melissa yang mencoba membuat kemarahan Jeremy reda seraya menepuk punggung anak laki-laki mereka yang bernama Julian yang berada di pelukannya. "Bahkan jika terjadi sesuatu, mereka akan menemukan cara menyelesaikannya." Jeremy melirik ke arah Edith yang tersenyum simpul di sudut resort yang disewa sebagai tempat menginap selama menyiapkan acara pernikahan. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan ibunya, perasaan benci yang dulu menggerogoti hatinya perlahan pudar. "Edith tidak akan khawatir. Boo sudah membuktikan dirinya pantas berkeliling du

  • SOMEBODY THAT YOU LOVED   Extra Part [1]

    Cumbuan dalam dan hangat terjalin di antara sepasang suami istri yang baru saja menikah di altar yang dibangun di area air terjun yang dikelilingi kabut tipis. Keluarga dan sahabat kedua mempelai bersorak riang saat menyaksikan dua sejoli itu akhirnya bersatu dalam cinta setelah perjalanan panjang yang menghabiskan waktu bertahun-tahun dan jarak jauh hingga mengelilingi dunia. Hanya ada belasan orang di tengah dinginnya hawa pegunungan termasuk pengantin. Tempat yang tidak lazim untuk mengadakan pesta pernikahan tentu saja, tapi apapun akan dilakukan agar Bonita dan Benjamin yang sudah lama menjalin hubungan dalam ketidakpastian mampu melangkah ke jenjang pernikahan. Gaun dan jas yang dipakai mempelai pengantin merupakan gaun dan jas yang sudah mereka miliki sejak lama. Dekorasi altar pernikahan dibuat sederhana menggunakan bunga dan tanaman pohon lokal yang berada di sekitar lokasi pernikahan. Velica dan Melissa yang menyiapkannya selama beberapa hari. Sedangkan hidangan hangat yang

  • SOMEBODY THAT YOU LOVED   76. Berbagi Napas

    "Hentikan!" Tegur Bonita.Tawa Benjamin menggema di dinding batu. Poin-poin yang dituliskan Bonita sebagian besar masuk akal, walau ada poin yang menurutnya konyol, "Kamu yakin ingin tahu tentang itu? Kamu mungkin akan cemburu.""Aku tidak akan cemburu selama kamu jujur padaku. Aku tidak akan cemburu pada yang hal-hal sudah berlalu.""Baiklah." Ujar Benjamin seraya menggenggam tangan Bonita dan mengajaknya duduk di sofa. Tatapannya terpaku pada wanita yang paling bersinar di matanya itu, "Hanya agar segalanya jelas, apakah ini artinya aku diterima menjadi kekasihmu lagi?""Selama kamu memenuhi semua poin di kertas itu ..., maka: ya."Kecupan yang mendarat di bibir Bonita membuatnya terkejut dan canggung. Dia belum sempat berpikir lebih baik saat Benjamin meraih wajahnya seraya menggeser tubuh lebih dekat pada kekasih hatinya itu. Perlahan, Benjamin memimpin kecupan hingga berubah menjadi cumbuan lembut. Belum terbiasa bercumbu setelah bertahun-tahun berlalu, Bonita berusaha menyamakan

  • SOMEBODY THAT YOU LOVED   75. Lembah Cinta

    "Itu benar." Ujar Bonita dengan wajah tertunduk. Dia sudah memikirkan hal itu jutaan kali. Keputusan membatalkan pernikahan memang bukan hanya karena Mea. "Aku pergi mencari ibuku di hari seharusnya kita berkencan —di hari kamu bertemu Mea. Ibuku memberitahu semua yang terjadi dengan hubungannya dengan ayahku. Aku memang mencintaimu, tapi ... kupikir mungkin lebih baik jika aku kembali memikirkan apa landasanku jatuh cinta. Aku tidak tahu apakah cintaku padamu murni atau karena aku mencintai ide tentang jatuh cinta seperti yang dulu ibuku rasakan pada Frans."Angan Benjamin yang awalnya melayang, ditebas hingga roboh. Dia sadar harapannya masih ada, tapi alasan Bonita membatalkan pernikahan mereka membuatnya merasa hampa."Jujur saja, aku ragu apakah kamu benar-benar mencintaiku. Mencintai seseorang pada pandangan pertama terasa sangat sulit untuk kupercayai. Saat mengetahui tentang Mea, kupikir kamu hanya mencintaiku karena aku mungkin mirip dengannya.""Kalian sangat berbeda." Jelas

  • SOMEBODY THAT YOU LOVED   74. Rumah Batu

    Semua jendela di rumah batu milik keluarga Tristan berteralis hingga membuat Bonita menyerah untuk kabur. Dia sudah mencari setiap sudut rumah yang sekiranya bisa dibuka, tapi tidak ada jalan untuk keluar. Dia sudah meminta tolong pada orang-orang yang lewat melalui jendela, tapi mereka semua mengabaikannya seolah tidak ingin memiliki masalah karena membantu tahanan.Bulan sabit muncul dengan cepat. Bonita memilih bersabar menunggu Tristan esok hari dan akan membuat perhitungan dengan pria itu karena menyekapnya bersama Benjamin walau perkataan Tristan tentang makanan dan kamar benar adanya.Benjamin sudah mandi dan berganti dengan pakaian yang ditemukannya dari dalam lemari. Dia meminta Bonita untuk mandi dan berganti pakaian sementara dia menghangatkan makanan yang ada di dalam kulkas, tapi Bonita terlalu kesal untuk menurut saat melihat semua pakaian wanita di lemari hanyalah gaun tidur seksi.Anting berlian dan gaun putih berenda masih membalut tubuh Bonita yang berbaring di tempat

  • SOMEBODY THAT YOU LOVED   73. Rahasia Kecil

    "Apakah kamu sedang menggunakan metode yang sama seperti saat kamu meminta dekorasi bunga kesukaan Mea untuk tema pernikahan kita?" tanya Bonita dengan tatapan miris.Pertanyaan Bonita membuat tubuh Benjamin membeku. Dia tidak menyangka Bonita menaruh perhatian pada bunga itu hingga masih mengingatnya setelah bertahun-tahun berlalu."Kukira aku sudah menuliskan dengan jelas bahwa aku tidak sudi menjadi pengganti bagi wanita manapun.""Kamu tidak pernah menjadi pengganti wanita manapun, Boo.""Jangan!" Teriak Bonita penuh amarah seraya menunjuk ke wajah Benjamin. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu! Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menyebutku seperti itu!""Baiklah. Akan kukatakan sekali lagi agar kamu mengerti. Kamu tidak pernah menjadi pengganti bagi wanita manapun, Bonita."Ujung jari Bonita terasa seolah terkena aliran listrik saat Benjamin menyebutkan namanya. Dia menurunkan telunjuknya dan menyilangkan lengan di depan dada untuk melindungi diri dari serangan yang mungkin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status