Share

Part 17–Masih Sakit Hati

Selepas kepergian Mas Aldi, aku merenungkan semua perkataannya di kamar sembari melihat satu per satu foto kami di galeri ponsel. Ada yang berdesir perih di dalam dada. Baru tersadar kalau setiap kali kami mengambil foto, selalu aku yang merangkul dan menyentuh. Tangan Mas Aldi tak pernah membalas. Bahkan, hanya untuk sekadar menggenggam tangan ini pun tidak. Kedua tangannya selalu masuk ke saku celana atau terlipat di dada.

"Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?" lirihku menahan sakitnya hati seperti diremas-remas.

Telunjuk bersiap menekan tombol hapus, tapi ragu. Kutarik kembali sambil terisak memandangi fotoku yang tersenyum bahagia seraya menyandarkan kepala di bahunya.

"Bodohnya kamu, Nurma. Bodoh." Aku merutuki diri sendiri seraya memukul-mukul kepala.

"Nur!"

Aku terkesiap mendengar suara Ibu seiring ketukannya. Lekas kuhapus jejak-jejak air mata di wajah, meletakkan ponsel di nakas, lalu melangkah menuju pintu.

"Bu," gumamku setelah pintu terbuka. Menampilkan sosok Ibu yang me
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status