Home / Rumah Tangga / STATUS WA SUAMIKU / Suara yang Menjijikan!

Share

Suara yang Menjijikan!

Author: Cahaya Senja
last update Last Updated: 2022-09-14 08:39:52

Namun yang membuat dadaku seperti ditusuk banyak pedang, ketika Mas Jaka mencium 0ipi wanita itu secara bergantian, begitupun sebaliknya. Setelah itu Mas Jaka mengusap pucuk kepalanya. Lalu membukakan pintu mobil untuk wanita yang sangat terlihat menggoda itu.

Mataku memanas, sebisa mungkin aku menahan agar tak menangis sekarang. Kupegang erat stir mobil meredakan gemuruh di dalam dada.

Lama kuperhatikan video itu, mereka langsung melajukan mobilnya. Kulempar ponselku ke atas sofa, lagi-lagi aku harus menahan sesak dalam dada.

Tapi ada yang aneh disitu, aku kembali membuka video yang dikirimkan Nandini. Aku memperhatikan video itu dengan saksama.

Disitu terlihat perempuan tersebut menggunakan pakaian khas seperti orang yang bekerja di kantoran.

Apa dia bekerja bersama dengan Mas Jaka? Pikiranku mulai berkelana, memikirkan siapa dan darimana wanita itu berasal.

Kenapa di video itu, terlihat seolah-olah hubungan mereka sudah terjalin lama. Jika benar, sungguh sangat hebat Mas Jaka menyembunyikan semuanya di belakangku. Apa Mas Jaka selama ini hanya berpura-pura mencintai. Ah! Rumit sekali permasalahan ini.

"Kau dimana?" Aku mengirim pesan pada Nandini.

Lama dia tak membalas, sepertinya masih dalam perjalanan.

"Aku masih mengikuti mobil Jaka, kau tenang saja di sana. Akan kukumpulkan bukti-bukti untukmu." Tak sampai 5 menit pesanku sudah dibalas dengan Nandini. Aku tersenyum penuh arti, sekaligus bangga dan terharu mempunyai sahabat yang sebegitu perhatiannya terhadapku.

"Baiklah, aku akan menunggu itu." Aku membalas. Lalu menyudahi untuk memakai ponsel, ku sandarkan kepala pada sofa, lalu memejamkan mata menikmati tiap goresan-goresan luka yang datang mendera.

Ting!

Bunyi notifikasi W******p membuyarkan lamunanku sekarang.

[Apa kau tak ingin menemuiku sekarang disini, siapa tau kau ingin menghajar pelakor itu,] tulis Nandini diakhiri dengan emot marah.

"Tak perlu, terlalu cepat mereka menikmati surga dunia." Kubalas dengan diakhiri emot tertawa ngakak. Padahal nyatanya sekarang, aku sedang menimbang-nimbang. Apakah aku perlu menyusul dan mempermalukannya?

[urga dunia, dalam lembah zina. Cih! Menjijikan.] Nandini membalas. Dalam pengintaian pun dia masih sempat membalas pesanku, aku hanya terkekeh pelan. Mengasihani diri sendiri yang ternyata sudah lama dibohongi.

Tak kubalas lagi pesannya, aku tak ingin mengganggu waktu pengintaian Nandini. Biarlah dia mencari bukti terlebih dahulu sebanyak-banyaknya. Walau sebenarnya aku tak enak hati karena sudah merepotkan ia.

"Ini kopinya, Bu." Suara Dina mengagetkanku dari lamunan.

"Taroh saja di atas meja, Din," ucapku padanya.

Dina memandangku lama, aku jadi salah tingkah ketika ia menatapku seperti itu.

Ehem!

Kucoba menetralkan perasaan saat mendapatkan tatapan heran dari Dina.

"Ada apa?" Aku bertanya padanya dengan dingin, tak suka ditatapnya seperti itu.

"Kamu jangan menatapku seperti itu, Dina. Tidak sopan!" tegasku padanya. Dina langsung merubah raut wajahnya.

"Apa Ibu habis menangis?" tanyanya padaku.

Aku mengerutkan kening mendengar penuturannya, bahkan orang lain pun paham bahwa sekarang aku sedang terluka.

"Ngaco kamu. Nangis darimana orang saya ceria gini," ucapku padanya diiringi kekehan kecil.

"Benarkah, Bu. Lalu kenapa mata ibu seperti bengkak begitu," ucapnya lagi, sepertinya jiwa keponya saat ini sedang meronta.

"Ah, masa sih. Mungkin gara-gara tadi malam. Saya lagi bersih-bersih di kamar, terus debu banyak banget kelilipan deh," ujarku memberi alasan yang mungkin menurutnya sangat konyol.

Tak kuperhatikan lagi Dina yang terus menatapku dengan pandangan menyelidik, aku langsung saja menuju meja kerjaku untuk mengambil minuman yang diberikannya tadi.

"Oh, saya pikir Ibu habis menangis, soalnya saat Ibu sampai tak ada raut bahagia seperti hari-hari biasanya," ucapnya.

"Sotoy kamu, kaya peramal aja. Yakali saya nangis, nangis karena apa pula," jawabku sambil tertawa.

Kuseruput kopi yang ada di atas meja! Rasanya ahh nikmat.

"Yakan siapa tau gara-gara Bapak," ucapnya.

Uhuk!

Uhuk!

Kopi yang kuminum tersembur keluar dari mulut. Dina menepuk-nepuk belakangku.

"Hati-hati atuh, Bu." Dina berbicara dengan nada khawatir.

"Iya, saya nggakpapa. Kamu sih, ngagetin aja kalo ngomong. Kan tadi kamu lihat saya dan Bapak baik-baik aja," ucapku lalu membersihkan mulut menggunakan tisu.

"Oh iya, Bu. Yaudah saya minta maaf," ucapnya merasa bersalah.

"Iya nggakpapa, yaudah lanjut kerja sana," ucapku padanya, lalu Dina berjalan keluar.

****

Aku mondar mandir di depan pintu masuk. Nandini dari tadi tak ada kabar, aku takut Mas Jaka mengetahui bahwa Nandini mengikutinya.

Orang yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Sepertinya akan ada berita heboh yang disampaikannya.

"Nggak sia-sia perjuanganku, Hahaha!" tawanya menggema di ruangan hingga menjadi perhatian karyawan di butikku.

"Nggak malu dilihatin," ucapku padanya. Lalu dia menutup mulutnya dan menarik tanganku untuk masuk ke ruangan.

"Ada bukti apa?" tanyaku padanya antusias.

"Sebentar aku ambil hape dulu," ucap Nandini.

Lalu dia mengambilkan beberapa gambar dan satu rekaman suara.

Foto yang pertama terdapat Mas Jaka sedang memegang tangan wanita itu. Foto kedua Mas Jaka membelai pipi wanita muda tersebut.

Dan, yang ketiga Mas Jaka memakaikan kalung dileher jenjangnya.

Namun yang membuatku heran, mengapa wanita ini sangat asing bagiku. Wajahnya juga tak terlalu jelas disini, karena dia selalu menunduk.

"Kenapa nggak jelas gini fotonya?" tanyaku pada Nandini.

"Gimana mau jelas, aku duduknya dibelakang mereka. Kalo diperjelas ya nanti malah ketahuan dong," ucap Nandini.

Betul juga, apa yang dibicarakan olehnya. Aku masih memperhatikan foto tersebut. Otakku rasanya panas dan hampir saja mengeluarkan asap.

"Nih dengerin rekaman suaranya, iw perempuannya kaya gatal banget," ucap Nandini lalu membuka rekaman suara.

"Apa istrimu takkan mengetahui ini, Mas," ucap suara wanita di dalam ponsel. Sepertinya ia berbicara sengaja di lembut-lembutka.

"Tidak. Aku sangat pandai bermain, Sayang," ucap suara lelaki yang kuyakini itu adalah suara Mas Jaka.

"Apa kau serius, Mas," ucapnya.

"Tentu saja," ucap Mas Jaka.

Kumatikan rekaman suara itu. Cara wanita itu bicara serta jawaban Mas Jaka benar-benar membuatku murka. Jijik sekali aku mendengar pembicaraan mereka. Pantas sajalah Mas Jaka bisa jatuh ke pelukannya.

Ternyata perempuan itu selain pandai menggoda, juga pandai merayu.

Aku benar-benar mual membayangkan bagaimana malam-malam yang sering dilalui oleh Mas Jaka dan perempuan yang aku tak tahu namanya.

"Dengarlah sampai habis," ucap Nandini padaku.

"Ogah, jijik aku, Nan." Aku berucap, sambil menahan mual di perutku.

"Yaudah, aku kirim ya," ucap Nandini. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

Sesudah mengirim rekaman itu ke tempatku, aku mengirimkan pesan pada Mas Jaka.

[Pulanglah malam ini, ada yang ingin kubicarakan! Jangan selalu beralasan lembur, aku juga perlu waktumu walau hanya semenit!]

Begitulah isi pesan yang kukirimkan pada Mas Jaka. Kumatikan ponselku, aku tak ingin melihat penolakan pada dirinya.

Aku akan memberikanmu kejutan, Mas! Perlahan tapi pasti. Aku berbicara pada diriku sendiri lalu menyunggingkan bibir sebelah.

-

-

-

-

-

-

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
banyak bacot
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • STATUS WA SUAMIKU   End!

    ***"Ini anak kita, Ara," jawab Jaka yang berbicara sendiri dengan dinding rumah sakit jiwa.Setelah hampir 8 bulan lamanya, Jaka divonis memiliki kelainan. Dia sekarang seperti orang gila yang berbicara sendiri."Aku di samping, anak kita di tengah, kamu di samping aku. Hihi," ucap Jaka yang masih tertawa dan berbicara sendiri. Kadang Jaka juga seperti orang yang sedih, menangis, lalu marah."Apa tidak ada cara yang lebih praktis agar anak saya segera sembuh?" tanya Sang Papa yang merasa hampir putus apa melihat Putra satu-satunya sekarang berada di rumah sakit jiwa. "Untuk saat ini masih diusahakan, Pa. Kami masih membantu dia untuk sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi, hanya saja Pak Jaka sekarang sulit sekali diajak berkomunikasi. Kadang jika wajtunya tidur, kami ada pemeriksaan Pak Jaka masih saja bermain-main dengan bayangannya seolah-olah itu adalah ia dan kekasihnya.""Sebenarnya kami merasa berat untuk menyampaikan ini, Pak. Sepertinya Pak Jaka ini depresi berat karen

  • STATUS WA SUAMIKU   Raga tanpa Jiwa

    Sesampainya di rumah setelah mengucapkan salam, Reza langsung berlalu pergi tanpa menghiraukan orang tuanya yang menatap penuh dengan keheranan karena tak biasanya putra mereka bersikap seperti itu.Pandangan mereka kini beralih pada Ara yang juga masuk ke dalam rumah terlihat sangat lesu, tak seceria saat berangkat tadi."Abangmu kenapa?" tanya sang Ibu saat Ara baru saja mendudukkan diri di sofa."Patah hati, Bu. Ditinggal nikah sama Nandini," ujar Ara pelan. Mereka berdua lalu terdiam dan saling menatap dalam."Sudahlah, biarkan dulu abangmu sendiri menenangkan dirinya. Mungkin dia hanya terkejut karena wanita idamannya sebentar lagi menjadi milik orang lain." Faisal mencoba memberikan ketenangan karena melihat raut wajah khawatir dari dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya."Ara takut Abang melakukan hal yang nekat," ujarnya sambil memainkan jari."Seperti apa?""Hah?""Maksudmu seperti apa hal nekat itu, Nak?" tanya Faisal lagi sambil menatap dalam sang putri."Bunuh diri

  • STATUS WA SUAMIKU   Perjodohan yang Menyakitkan!

    Sepanjang jalan Nandini hanya bisa menangis tanpa mengeluarkan suara. Air matanya hanya dibiarkan jatuh begitu saja membasahi pipi."Apa yang kau tangisi?" tanya Gibran dingin, tak suka melihat tingkah Nandini yang menurutnya begitu berlebihan."Cengeng!" ejeknya lagi. Nandini hanya diam tak menjawab sepatah kata pun dari Gibran yang menyebalkan."Percuma saja kau menangis, tak akan bisa mengubah segalanya. Seminggu lagi pernikahan kita, persiapkan dirimu untuk itu semua." Gibran berbicara tanpa menoleh sedikit pun pada Nandini."Bisa kita hentikan semuanya. Kamu dan aku tidak saling mencintai, bahkan kita memiliki pasangan masing-masing. Ayo kita sepakat untuk menolak perjodohan yang menyakitkan ini, Gibran," ucap Nandini memohon pada Gibran agar ia mengubah keputusan untuk menikah dengannya."Aku tidak mau!" tegas Gibran."Kenapa, bukankah kita tak saling mencintai. Bukankah kamu sudah bilang, semua ini dilakukan hanya untuk mengembangkan perusahan dan memberi peruntungan bagi orang

  • STATUS WA SUAMIKU   Tentang Cinta Kita?

    Tentang cinta kitaSaat sedang duduk bersantai di kafe, mata Nandini tak sengaja menatap seseorang yang sudah ditunggunya dari tadi. Tiba-tiba perasaan sesak mendera dirinya saat tak sengaja menatap sosok lelaki yang pernah memberikan warna dalam kehidupannya.“Kamu terlihat lebih bahagia saat tidak bersama denganku,” kata Nandini dengan senyum yang samar. Dari jauh Ara melambaikan tangannya pada sosok sahabat yang selama ini sudah ditunggu olehnya.Nandini balas melambaikan tangannya pada Ara. Lalu, tak berapa lama Ara dan Reza sekarang berada di depan Nandini. “Hey, apa kabar?” tanya Ara langsung memeluk Nandini dengan penuh rasa rindu.“Aku baik, bagaimana denganmu, Ara?” tanya Nandini balik. Ia menatap Ara dari atas hingga bawah. Begitu takjub dengan penampilan Ara yang sekarang.“Kamu semakin cantik dengan penampilanmu yang sekarang.” Nandini memegang lengan Ara.“Ma Syaa Allah, alhamdulillah aku baik, Nan. Terima kasih atas pujiannya, aku langsung meleyot dengar pujian yang kamu

  • STATUS WA SUAMIKU   Penyakit yang Mematikan!

    Ina menangis tersedu menatap wajah Yose yang memucat. Ia memegang tangan sang anak, berharap dapat menyalurkan energi hangat padanya."Kenapa semua ini bisa menimpamu, Nak. Astaghfirullah, perbuatan apa yang sudah kamu lakukan, sampai-sampai Allah SWT memberikan hukuman yang begitu berat untukmu," ujar Ina mencium punggung tangan Yose berkali-kali.Ia benar-benar terkejut mengetahui bahwa sang anak tidak akan bisa kembali seperti semula lagi. Bahkan bisa juga karena salah satu masalah ini Yose akan mengalami frustasi hingga membuatnya gila.Ina tidak tahu bagaimana pergaulan Yose selama di kota. Bahkan, Ina pun tak tahu bahwa Yose menjadi simpanan om-om besar dan juga orang ke tiga dalam rumah tangga orang lain.Di kampung, Ina tak pernah berhenti mendoakan yang terbaik untuk putrinya. Berdoa agar Allah SWT menjaga putrinya di mana pun ia berada.Namun sayang, seribu kali sayang. Ia harus menelan saliva pahit saat mengetahui bahwa kehidupan Yose jauh berbanding terbalik dengan apa yan

  • STATUS WA SUAMIKU   Antara Hidup dan Mati

    "Dek, are you ok?" tanya Eza saat melihat Ara yang daritadi hanya menundukkan kepalanya."Ara baik-baik aja, kok. Ya sudah, kalo gitu Ara mau istirahat di kamar saja, capek!" ucap Ara berniat segera berlalu pergi dari ruang tengah ini."Dek, sebentar duduk dulu. Ada yang ingin Abang bicarakan padamu," ucap Eza sambil menatap manik mata milik Ara.Ara lalu memilih untuk duduk kembali ke sofa dan menatap abangnya dengan raut wajah yang tak dapat diartikan."Kenapa, Bang?" tanya Ara sedikit penasaran."Bagaimana dengan rencanamu yang ingin pergi ke London, apakah jadi?" tanya Eza pada Ara yang terlihat bingung memikirkan sesuatu."Sepertinya enggak jadi, Bang. Lagipula Ara kan udah dapat kerjaan, Nandini yang merekomendasikan tempat kerja itu pada Ara. Jadi, mungkin sekarang akan fokus pada pekerjaan itu saja," ucap Ara setelah menimbang-nimbang untuk memutuskan."Baiklah. Apapun keputusanmu, Abang setuju saja. Selagi itu dalam hal baik dan positif, oh ya satu lagi. Kamu tidak perlu terl

  • STATUS WA SUAMIKU   Penuh dengan Amarah!

    "Jika kau masih tak bisa diberitahu, lebih baik kita pulang saja sekarang. Aku tidak ingin jika harus terlibat dalam permasalahanmu lagi. Jika kau masih ingin di sini, setidaknya jaga emosi dan ucapanmu di tempat orang lain!" tegas Anton sambil menatap sang anak dengan tatapan tajam."Maafkan, Jaka, Pa. Ya sudah kalo begitu Jaka ingin masuk ke dalam bersama Papa," ujarnya menunduk dan merapikan jasnya.Jantungnya berdetak kencang saat menginjak rumah Ara, karena ini adalah kali kedua ia menginjak rumah ini setelah sempat pernah adu selisih dengan Ara dan juga mantan mertuanya.Sedangkan Eza di belakang menatap Jaka dengan pandangan yang tak dapat diartikan. Ia takut Jaka akan melakukan hal konyol lagi yang bisa saja membahayakan nyawa mereka yang berada dalam rumah ini.**"Bagaimana kabar, Ayah?" tanya Jaka dengan perasaan gelisah. Karena sekarang ia merasa sedang diintimidasi. Bahkan tatapan-tatapan mereka yang berada di dalam sini serasa sedang mengulitinya."Baik," jawab Faisal si

  • STATUS WA SUAMIKU   Adu Mulut!

    "Ara."Panggilan dari sebuah suara membuat Ara berhenti bernapas beberapa detik. Helaan napasnya terdengar berat."Dia lagi," gumam Ara nyaris tak terdengar."Bagaimana kabarmu? Kulihat sekarang kau semakin berisi dan terlihat lebih bahagia," ujar Jaka tanpa memedulikan tatapan tajam yang dilontarkan Eza padanya. Sekarang ia hanya memfokuskan pandangannya pada Ara.Wanita yang hampir membuatnya gila dan penuh akan segala obsesi yang tak bisa dikendalikan."Mau apa kau ke sini?" tanya Eza dengan wajah datar. Tangannya mengepal erat, bahkan sekarang napasnya pun tak beraturan. Terlihat terengah-engah.Baru saja tadi ia merasakan suasana yang baik-baik saja, tenang, damai tanpa ada gangguan sedikit pun. Setelah kehadiran Jaka, semuanya berubah menjadi panas dan tegang."Ara," panggil Jaka lembut tanpa menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan oleh Eza.Karena memang dari awal kedatangannya bukan untuk bertemu dengan Eza, melainkan melihat wanita yang dulu dan hingga saat ini masih memen

  • STATUS WA SUAMIKU   Bertemu Kembali

    "Kau sadar tidak Jaka, caramu seperti ini hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Aku sudah lelah mengikuti segala kemauanmu, padahal kau baru saja tahu bahwa mamamu sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Jika mamamu mendengar kabar berita ini, dia juga pasti akan sangat sedih melihatmu begitu berambisi.""Pa, aku tidak berambisi. Aku hanya ingin memperbaiki semuanya bersama Ara. Aku tau aku salah, aku bahkan tidak mengelaknya. Namun, apakah salah jika aku mencoba untuk berubah dan menata semuanya agar kembali menjadi rapi?" tanya Jaka pada sang Papa. Semangatnya ketika ingin bertemu dengan Ara tadi hilang begitu saja saat mendengar penuturan dari sang Papa."Hentikan semua ini, Jaka! Kau lupa, baru beberapa hari ini kau membuat masalah pada Ara. Kau menyalahkan segalanya atas kematian mamamu pada Ara. Padahal jelas, mamamu pergi karena semua terjadi atas kecerobohanmu. Karena keras kepalamu yang hanya menuruti ego semata, tanpa memikirkan sebab apa yang akan terjadi ke depannya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status