Beranda / Rumah Tangga / STATUS WA SUAMIKU / Aku Hanya Sedang Lelah, Mas!

Share

Aku Hanya Sedang Lelah, Mas!

Penulis: Cahaya Senja
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-13 20:49:15

"Ini belum seberapa, Mas. Masih permulaan," gumamku lalu mengusap sudut mataku.

"Sayang!" Masih terdengar teriakkan Mas Jaka mengiringi kepergianku.

Aku bergegas masuk ke kamar mengambil tas dan juga ponsel.

"Sayang, Mas minta maaf. Mas nggak ada niatan buat bikin kamu tersinggung, kamu jangan marah dong, Sayang," ujarnya mencoba memberikan alasan. Ia menghalangi jalanku, aku tak mempedulikannya.

"Istri aku kenapa sih? Kok jadi ngambekan gini, coba sini cerita dulu sama, Mas," ujarnya lagi sambil memegang tanganku.

"Aku capek, Mas!" ujarku langsung menunduk dan air mata jatuh begitu saja.

"Sayang, jangan menangis. Maafkan aku, maafkan kata-kata kasarku tadi," ucap Mas Jaka.

Bukan tentang itu, Mas. Aku hanya lelah saat harus berpura-pura baik-baik saja di depanmu. Aku lelah menjadi wanita yang sok tegar, padahal kenyataannya aku rapuh sangat rapuh.

Aku sekarang hancur sendirian tanpa ada lagi yang dapat kujadikan sebagai sandaran.

Aku melepaskan oelukannya. Lalu bergegas pergi dari hadapan Mas Jaka. Ia seperti kebingungan saat melihatku bertingkah seperti ini.

Kutinggalkan ia sendirian di rumah. Tak peduli lagi dengan teriakannya yang terus memanggilku.

Kupacu mobilku dengan kecepatan sedang menuju butik milikku.

Sepanjang perjalanan aku hanya tersenyum, entah tersenyum untuk apa. Mungkin, untuk kekacauan dan kekecewaan yang diberikan.

Miris! Sangat-sangat miris, entah mengapa harus terjadi mimpi buruk yang tak pernah kumimpikan ini!

Sekitar lima belas menit dalam perjalanan akhirnya aku sampai di toko butik milikku. Aku lalu berlenggang masuk ke toko.

"Selamat pagi, Bu," sapa karyawan padaku.

Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum.

"Bu, di ruangan Bu Nandini sudah menunggu," ucap Dina karyawan kepercayaanku.

"Baiklah, terimakasih." Aku bergegas masuk ke dalam ruanganku dan mendapati Nandini yang sedang makan disana.

Kutaroh tas di atas meja, lalu memasang wajah datar. Sepertinya Nandini baru menyadari aku datang, hingga dia hanya menampilkan senyum terlebar miliknya.

"Bentar, aku habisin makan dulu." Dia bergegas memasukkan makanan ke mulutnya.

Uhuk!

Uhuk!

Aku bergegas memberikannya air minum.

"Makanya, makan jangan kaya orang dikejar hantu. Nggak bakalan aku minta juga." Aku berucap, lalu duduk di sofa ruanganku.

"Iya-iya maaf, aku mau ngomong sama kamu," ucapnya.

"Yaiyalah mau ngomong, terus kesini mau apa kalo nggak ada yang diomongin. Numpang makan," ucapku dingin dengan wajah datar sambil memainkan ponselku.

"Iss, aku serius! Kamu ngajak bercanda mulu," ucapnya dengan bibir yang dimonyongkan.

"Aku juga serius, emang ada raut di wajahku terlihat seperti sedang bercanda, heh." Aku melototkan mataku padanya. Hingga membuatnya tertawa.

"Hehe, kamu semenjak kita ketemuan kemaren. Jadi banyak berubah," ucapnya sambil memainkan jari.

"Berubah gimana? Jadi Batman?" tanyaku dengan alis terangkat sebelah.

"Bukan, jadi algojo. Ganas!" teriaknya padaku.

Aku langsung menutup telingaku, suaranya mendengung di indera pendengaranku.

"Yaudah langsung aja mau ngomong apa?" tanyaku padanya tanpa basa-basi.

"Kasih jus dulu kek, traktir makan kek, kasih jajan kek," ucapnya yang membuatku geram di dalam hati.

"Kan tadi udah makan sama minum," ucapku sambil menahan kesal. Menghadapi Nandini memang harus memiliki kesabaran yang ekstra jumbo.

"Itu pakai uangku, belum pakai uangmu," ucapnya lagi.

"Nanti, sekarang mau ngomong apa?" tanyaku sekali lagi.

"Beneran," ucapnya dengan mata yang sengaja dikedip-kedipkan.

"Iyaa," jawabku penuh penekanan. Semakin dilawan semakin tak terselesaikan perdebatanku dengannya.

"Yaudah, ngomong sekarang," ucapku padanya.

Nandini diam, entah apa yang sedang dipikirkannya. Lama aku menunggunya untuk berbicara namun tak kunjung mulutnya terbuka.

"Nggak ada sih, aku cuma mastiin kamu baik-baik aja. Siapa tau nanti malah gantung diri, kan," ucapnya dengan santai, lalu mengambil ponselnya dalam tas.

"Nandini!" teriakku kesal kepadanya. Orang yang kuteriaki hanya cuek bebek.

Aku menarik nafas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Masuk," ucapku.

Kepala Dina menengok ke dalam ruanganku.

"Ada apa, Din?" tanyaku padanya

"Ada Pak Jaka di luar, Bu," ucapnya.

Aku bingung, untuk apa Mas Jaka kesini. Kulihat Nandini mengisyaratkan untuk menemuinya. Aku lalu berdiri, dan menemui Mas Jaka.

"Ada apa?" tanyaku dingin padanya setelah sampai di depan Mas Jaka. Kulihat hembusan napas keluar dari mulutnya, bibirnya pun dower dan memerah. Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak melihatnya seperti itu.

Namun, sebagai seseorang yang memiliki hati, jadi tak kunampakkan raut bahagiaku setelah mengerjai dirinya.

"Dek, jangan marah ya. Mas minta maaf tadi udah marahin kamu," ucapnya sambil memegang tanganku.

"Nggakpapa, emang aku aja yang nggak becus jadi istri buat kamu," ucapku dengan berpura-pura sedih.

"Jangan gitu, Dek. Enak kok, malah tadi udah mas habisin. Tapi piringnya belum Mas cuci." Dia nyengir terpaksa, kurasa bibirnya memerah akibat kepedasan.

"Beneran Mas habisin." Aku pura-pura bahagia mendengarnya, padahal dalam hati aku mentertawakannya.

"Iya dong, apa sih yang nggak buat istri kesayangan Mas Jaka," ucapnya dengan bangga.

Cih! Mulut buaya seperti Mas Jaka memang sangat manis. Sampai-sampai rapat sekali dia menutupi perselingkuhannya dariku.

"Makasih ya, Mas. Padahal kalo nggak enak, buang aja ke tempat sampah." Aku berucap dengan nada sedih.

"Udah dong, Sayang. Mas tadi khilaf marahin kamu," ucapnya lalu memelukku. Aku hanya diam.

Khilaf kau bilang, Mas. Apa mencari daun muda juga kau bilang khilaf atau hanya kebetulan. Aku berbicara dalam hati.

Drrt ... Drrt ...

Ponsel Mas Jaka di kantong celananya bergetar, dia melepaskan pelukan lalu melihat nama yang menelpon.

"Diangkat aja, Mas," ucapku padanya. Tapi sepertinya itu dari selingkuhannya sehingga beberapa kali menelpon selalu dimatikannya.

"Nggak penting, yaudah Mas berangkat dulu. Semangat kerjanya, Sayang," ucapnya lalu buru-buru pergi.

Aku hanya menatap mobilnya yang semakin menjauh dari pandanganku.

Tak lama setelah Mas Jaka pergi, Nandini keluar dari tempat persembunyian.

"Aku mau ngikutin si Jaka, pinjam mobilmu. Aku lupa bawa mobil," ucapnya dengan senyum lebar khasnya.

Aku menyerahkan kunci mobilku, tanpa pamit Nandini lalu berangkat mengikuti mobil Mas Jaka.

Dan aku, aku sekarang duduk santai di ruangan menunggu kabar dari Nandini.

****

Tidak sampai tiga puluh menit, Nandini mengirimkan video padaku. Durasinya 30 detik. Aku lalu mengunduhnya.

Awal di video terlihat Mas Jaka berhenti di depan gang, yang kupastikan itu adalah tempat kos-kosan.

Mas Jaka keluar dari mobil lalu menunggu di depan gang, lalu keluarlah perempuan muda, seksi dan sepertinya menggairahkan.

Namun yang membuat dadaku seperti ditusuk banyak pedang, ketika Mas Jaka cipika-cipiki dengan wanita itu, dan mengusap pucuk kepalanya. Lalu membukakan pintu untuknya.

Mataku memanas, sebisa mungkin aku menahan sesak di dada.

-

-

-

-

-

Next?

Jangan lupa bantu vote yaa. Terima kasih semuanya, kalian sehat selalu yaa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
makanya g usah drama hau njing. sok2an.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • STATUS WA SUAMIKU   End!

    ***"Ini anak kita, Ara," jawab Jaka yang berbicara sendiri dengan dinding rumah sakit jiwa.Setelah hampir 8 bulan lamanya, Jaka divonis memiliki kelainan. Dia sekarang seperti orang gila yang berbicara sendiri."Aku di samping, anak kita di tengah, kamu di samping aku. Hihi," ucap Jaka yang masih tertawa dan berbicara sendiri. Kadang Jaka juga seperti orang yang sedih, menangis, lalu marah."Apa tidak ada cara yang lebih praktis agar anak saya segera sembuh?" tanya Sang Papa yang merasa hampir putus apa melihat Putra satu-satunya sekarang berada di rumah sakit jiwa. "Untuk saat ini masih diusahakan, Pa. Kami masih membantu dia untuk sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi, hanya saja Pak Jaka sekarang sulit sekali diajak berkomunikasi. Kadang jika wajtunya tidur, kami ada pemeriksaan Pak Jaka masih saja bermain-main dengan bayangannya seolah-olah itu adalah ia dan kekasihnya.""Sebenarnya kami merasa berat untuk menyampaikan ini, Pak. Sepertinya Pak Jaka ini depresi berat karen

  • STATUS WA SUAMIKU   Raga tanpa Jiwa

    Sesampainya di rumah setelah mengucapkan salam, Reza langsung berlalu pergi tanpa menghiraukan orang tuanya yang menatap penuh dengan keheranan karena tak biasanya putra mereka bersikap seperti itu.Pandangan mereka kini beralih pada Ara yang juga masuk ke dalam rumah terlihat sangat lesu, tak seceria saat berangkat tadi."Abangmu kenapa?" tanya sang Ibu saat Ara baru saja mendudukkan diri di sofa."Patah hati, Bu. Ditinggal nikah sama Nandini," ujar Ara pelan. Mereka berdua lalu terdiam dan saling menatap dalam."Sudahlah, biarkan dulu abangmu sendiri menenangkan dirinya. Mungkin dia hanya terkejut karena wanita idamannya sebentar lagi menjadi milik orang lain." Faisal mencoba memberikan ketenangan karena melihat raut wajah khawatir dari dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya."Ara takut Abang melakukan hal yang nekat," ujarnya sambil memainkan jari."Seperti apa?""Hah?""Maksudmu seperti apa hal nekat itu, Nak?" tanya Faisal lagi sambil menatap dalam sang putri."Bunuh diri

  • STATUS WA SUAMIKU   Perjodohan yang Menyakitkan!

    Sepanjang jalan Nandini hanya bisa menangis tanpa mengeluarkan suara. Air matanya hanya dibiarkan jatuh begitu saja membasahi pipi."Apa yang kau tangisi?" tanya Gibran dingin, tak suka melihat tingkah Nandini yang menurutnya begitu berlebihan."Cengeng!" ejeknya lagi. Nandini hanya diam tak menjawab sepatah kata pun dari Gibran yang menyebalkan."Percuma saja kau menangis, tak akan bisa mengubah segalanya. Seminggu lagi pernikahan kita, persiapkan dirimu untuk itu semua." Gibran berbicara tanpa menoleh sedikit pun pada Nandini."Bisa kita hentikan semuanya. Kamu dan aku tidak saling mencintai, bahkan kita memiliki pasangan masing-masing. Ayo kita sepakat untuk menolak perjodohan yang menyakitkan ini, Gibran," ucap Nandini memohon pada Gibran agar ia mengubah keputusan untuk menikah dengannya."Aku tidak mau!" tegas Gibran."Kenapa, bukankah kita tak saling mencintai. Bukankah kamu sudah bilang, semua ini dilakukan hanya untuk mengembangkan perusahan dan memberi peruntungan bagi orang

  • STATUS WA SUAMIKU   Tentang Cinta Kita?

    Tentang cinta kitaSaat sedang duduk bersantai di kafe, mata Nandini tak sengaja menatap seseorang yang sudah ditunggunya dari tadi. Tiba-tiba perasaan sesak mendera dirinya saat tak sengaja menatap sosok lelaki yang pernah memberikan warna dalam kehidupannya.“Kamu terlihat lebih bahagia saat tidak bersama denganku,” kata Nandini dengan senyum yang samar. Dari jauh Ara melambaikan tangannya pada sosok sahabat yang selama ini sudah ditunggu olehnya.Nandini balas melambaikan tangannya pada Ara. Lalu, tak berapa lama Ara dan Reza sekarang berada di depan Nandini. “Hey, apa kabar?” tanya Ara langsung memeluk Nandini dengan penuh rasa rindu.“Aku baik, bagaimana denganmu, Ara?” tanya Nandini balik. Ia menatap Ara dari atas hingga bawah. Begitu takjub dengan penampilan Ara yang sekarang.“Kamu semakin cantik dengan penampilanmu yang sekarang.” Nandini memegang lengan Ara.“Ma Syaa Allah, alhamdulillah aku baik, Nan. Terima kasih atas pujiannya, aku langsung meleyot dengar pujian yang kamu

  • STATUS WA SUAMIKU   Penyakit yang Mematikan!

    Ina menangis tersedu menatap wajah Yose yang memucat. Ia memegang tangan sang anak, berharap dapat menyalurkan energi hangat padanya."Kenapa semua ini bisa menimpamu, Nak. Astaghfirullah, perbuatan apa yang sudah kamu lakukan, sampai-sampai Allah SWT memberikan hukuman yang begitu berat untukmu," ujar Ina mencium punggung tangan Yose berkali-kali.Ia benar-benar terkejut mengetahui bahwa sang anak tidak akan bisa kembali seperti semula lagi. Bahkan bisa juga karena salah satu masalah ini Yose akan mengalami frustasi hingga membuatnya gila.Ina tidak tahu bagaimana pergaulan Yose selama di kota. Bahkan, Ina pun tak tahu bahwa Yose menjadi simpanan om-om besar dan juga orang ke tiga dalam rumah tangga orang lain.Di kampung, Ina tak pernah berhenti mendoakan yang terbaik untuk putrinya. Berdoa agar Allah SWT menjaga putrinya di mana pun ia berada.Namun sayang, seribu kali sayang. Ia harus menelan saliva pahit saat mengetahui bahwa kehidupan Yose jauh berbanding terbalik dengan apa yan

  • STATUS WA SUAMIKU   Antara Hidup dan Mati

    "Dek, are you ok?" tanya Eza saat melihat Ara yang daritadi hanya menundukkan kepalanya."Ara baik-baik aja, kok. Ya sudah, kalo gitu Ara mau istirahat di kamar saja, capek!" ucap Ara berniat segera berlalu pergi dari ruang tengah ini."Dek, sebentar duduk dulu. Ada yang ingin Abang bicarakan padamu," ucap Eza sambil menatap manik mata milik Ara.Ara lalu memilih untuk duduk kembali ke sofa dan menatap abangnya dengan raut wajah yang tak dapat diartikan."Kenapa, Bang?" tanya Ara sedikit penasaran."Bagaimana dengan rencanamu yang ingin pergi ke London, apakah jadi?" tanya Eza pada Ara yang terlihat bingung memikirkan sesuatu."Sepertinya enggak jadi, Bang. Lagipula Ara kan udah dapat kerjaan, Nandini yang merekomendasikan tempat kerja itu pada Ara. Jadi, mungkin sekarang akan fokus pada pekerjaan itu saja," ucap Ara setelah menimbang-nimbang untuk memutuskan."Baiklah. Apapun keputusanmu, Abang setuju saja. Selagi itu dalam hal baik dan positif, oh ya satu lagi. Kamu tidak perlu terl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status