Share

Part-5: Bau Pesing Menyengat Hidung

     Kekagetan ternyata tak hanya menimpa Sapta, namun Wendra juga.

     “Aneh, ngapain si Sapta itu ketakutan melihat aku ya?” pikir Wendra.

     Baru saja Wendra terjaga setelah dirinya dihadiahi kekagetan oleh kemunculan sesosok penampakan kelelawar raksasa hitam, kini dia dihadiahi lagi oleh keheranan. Sapta bagai ketakutan melihat dirinya. Ganta yang berwajah bonyok bahkan ikut juga terlepas dari papahan Sapta.

     “Hoi Sapta, kamu itu lagi ngapain? Lagi kesurupan setan apa?”

     Sapta yang mendengar makhluk gosong itu bicara langsung tersentak.

     “Orang apa siluman!” Kulit jidat Sapta berkeriput banyak. Dalam penglihatannya, Wendra adalah sesosok makhluk berwujud siluman.

     “Wah, udah gila elu Sap, kamu pikir aku ini makhluk siluman!”

     “Bah! Siluman bisa bicara?” Sapta ternganga.

     “Buset elu Sap!” Wendra mencela.

     “Itu Wendra Sap, bukan siluman.” Ganta yang ikut terjungkal menceletuk.

     “Hah! Ternyata kamu Wend, bukan siluman?”

     “Begok kamu Sap!”

      Menggelikan. Sapta nyengir kuda, sosok makhluk yang dilihatnya gosong itu ternyata adalah Wendra.

     “Wajah elu kusam Wend, makanya aku tadi kaget.”

     “Dasar mata rabun!” Wendra langsung menukas.

     “Tolong aku dulu Sapta, bawa aku istirahat ke dalam, aku sudah nggak tahan.” pinta Ganta yang semakin bonyok setelah terjungkal.

      “Wend, tolong bantuin tuh, papah si Ganta!”

      “Kalau nolong kawan jangan tanggung-tanggung Sap. Bangkit dong, kamu teruskan bawa Ganta ke dalam.” Wendra berkilah. Jujur saja, rasa ketakutan masih saja menyekap pikirannya.

     “Biar saja Sapta duluan yang masuk ke dalam biar lebih aman,“ pikir Wendra lagi dengan akal bulusnya.

     “Keterlaluan kamu Wend!” gerutu Sapta.

     Rasa penasaran melanda pikiran Sapta di saat dia melihat ke arah pintu ruangan penumpang. Pintu itu ternyata dalam keadaan terbuka, bukannya tertutup rapat seperti apa yang dikatakan oleh Syahera dan Nita tadi. Aneh tentunya.

     “Wendra, pintunya itu apa memang sudah terbuka dari tadi?” Sapta menatap tajam ke arah pintu ruangan.

     Darah Wendra langsung berdesir-desir mendengar pertanyaan Sapta. Dia langsung menoleh ke arah pintu. Ternyata memang sudah terbuka. Padahal saat dia terjaga dari pingsannya tadi, pintu itu masih tertutup rapat dilihatnya.

     “Bedebah! Kapan terbukanya ya?” Benak Wendra galau melihat. Waswas juga dia. Pintu yang terbuka itu dipelototinya dengan tatapan tak percaya. Keadaan di dalam ruangan penumpang itu dia diperhatikan. Sepintas lalu dilihatnya juga tak ada orang di sana.

     Kecurigaan Sapta muncul, wajah Wendra dilihatnya begitu galau saat mengetahui pintu itu telah terbuka.

     “Pasti telah terjadi sesuatu yang aneh sebelum aku kemari tadi,” pikir Sapta.

     “Wendra, ditanya kok malah bengong, pintu itu apa memang sudah terbuka dari tadi?” Sapta mengulangi pertanyaannya.

     “Dari tadi memang sudah terbuka kok.” Wendra masih berkilah, mencoba menyimpan rapat-rapat rasa ketakutannya.

     “Tapi kenapa kamu tiba-tiba jadi galau begitu Wend?”

     “Nggak usah pakai tanya lagi Sap, kamu ke dalam sajalah bawa si Ganta,” tukas Wendra.

     Kecurigaan Sapta semakin mencuat. Celana Wendra kemudian dia perhatikan, terlihat basah. Sapta mendekatinya, ternyata ada aroma pesingnya. Lumayan juga menyengat baunya.

     “Buset deh! Baunya minta ampun, ternyata kamu ngompol dalam celana ya Wend?”

     “Ah, ngaco kamu Sapt!”

     “Tuh, lihat saja sendiri,” tunjuk Sapta.

     “Wendra melihat ke bawah. Ternyata celananya memang basah, bau pesing pula. Dia juga baru menyadarinya.

     Sapta mengernyitkan hidungnya. Dia buru-buru menjauh dari sana tak rela mencium bau pesing Wendra yang menyengat penciumannya.

     Namun ... siapakah sebenarnya yang telah membuka pintu ruangan itu tadi? Mengapa Wendra bisa-bisanya ngompol dalam celana? Dan mengapa juga di saat Sapta melihat Wendra tadi bagai melihat sosok makhluk berwujud siluman? Kesemuanya itu kini menjadi tanda tanya besar bagi Sapta. 

*****     

    “Syahera, Nita, Ratih, Cici, Vivi, Nining, semuanya masuk ke dalam, pintunya dari tadi memang sudah terbuka kok. Hantunya juga nggak ada!” Suara teriakan Sapta terdengar dari arah belakang ruangan penumpang.

     Ratih, Cici, Vivi dan Nining yang baru saja sampai di lantai geladak kapal bahagian belakang langsung tergopoh-gopoh ingin secepatnya masuk ke dalam ruangan penumpang. Syahera masih saja berdiri di sana memandang ke arah mereka.

     “Ra, tunggu apa lagi, ayo dong buruan cepat masuk ke dalam ruangan.” Ratih yang berjalan paling depan menyambar tangan Syahera.

     “Duluan saja Rat, ntar lagi aku nyusul.” Syahera melepaskan tangannya.

     Di belakang ruangan penumpang, Ratih menghentikan langkahnya. Dilihatnya Nita tersandar lemas di sana. Cici, Vivi dan Nining juga melihatnya, namun mereka tak menghiraukan Nita. Ketiganya terus saja masuk ke dalam ruangan penumpang menyelamatkan badan.

     “Lho, kamu kok nongkrong di sini Nit.?” Ratih menghampiri Nita. Nita hanya diam menundukkan wajahnya.

     “Ayolah, berdiri dong,” ajak Ratih lagi. Namun Nita masih duduk membeku. Dia  juga tak bersuara.

     “Di depan sana ada badai Nit, bahaya kalau di sini,” sebut Ratih lagi. Dia mencoba meraih tangan Nita mengajaknya untuk berdiri. Ratih kaget, begitu dingin terasa. Tangan Nita kembali dilepaskannya.

     “Lho, ada apa sih Nit, tangan kamu kok bisa dingin begitu?”

     Nita tetap saja tak bersuara. Dia masih memeluk kedua kakinya yang terlipat sembari tetap menundukkan wajah.

     “Gini Rat, tadi Nita mengalami kejadian yang aneh.” Syahera mencoba menjawab pertanyaan Ratih.

      “Mengalami kejadian yang aneh?” Ratih menatap wajah Syahera lekat-lekat. Ingin dia menanyakan kejadian aneh apa sebenarnya, namun untuk sementara ditahannya.

     “Nanti saja deh kita bicarakan Ra, sekarang kita harus masuk ke dalam ruangan dulu, sebentar lagi pasti akan ada badai. Kita juga harus bersiap-siap dengan baju pelampung untuk berjaga-jaga kalau ada hal yang tak terduga terjadi nantinya.”

     “Iya juga sih Rat, tapi... nggak apa-apa, nanti kita bawakan saja satu baju pelampung untuk Nita.” Syahera mencoba untuk tidak mengusik Nita. Dia tahu, mungkin saja Nita memang tengah berada dalam puncak traumanya.

     “Aku tadi melihat kelelawar raksasa muncul di dekat ruangan penumpang Rat.” Nita yang diam mulai menceletuk.

      “Bukan hanya itu Rat, Nita tadi juga melihat pintu ruangan penumpang tiba-tiba saja tertutup rapat.” Syahera langsung menyambung kalimat Nita.

     “Anehnya lagi, hanya Nita yang lihat, tapi aku nggak.” Syahera menambahkan kalimatnya.

      Mendengar kata kelelawar dan pintu ruangan penumpang tiba-tiba saja tertutup rapat, ingatan Ratih langsung tersengat. Ratih menyipitkan matanya melihat pada Syahera, lalu dia menatap wajah Nita.

      “Hah, Kelelawar? Pintu ruangan penumpang tiba-tiba saja tertutup rapat?”gumam Ratih mengernyitkan jidatnya mengulangi kalimat Nita dan Syehera.     

     Gumaman Ratih itu terdengar oleh Nita. Apa yang diucapkan Ratih mulai memunculkan kecurigaan dalam benak Nita bahwa ternyata bukan hanya dirinya saja yang melihat kemunculan sosok kelelawar raksasa yang misterius itu. Nita kemudian mengangkat wajahnya, lalu dia melihat ke arah Ratih dengan tatapan curiga.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status