STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU
BAB 2"Indri." Mas Yoga nampak terkejut dengan kehadiranku di kamar. Untunglah tanda bukti belanja itu sudah kuremas dan tak nampak oleh Mas Yoga ketika aku membacanya."Mas." Aku pura-pura tak terjadi sesuatu apapun. Barang milik pribadi Mas Yoga segera kuletakan di nakas dekat tempat tidur kami, lalu membawa kemeja dan celana Mas Yoga ke arah keranjang pakaian kotor.Pikiranku melayang entah kemana saat setelah menaruh pakaian kotor Mas Yoga, masih berusaha menerka tentang pemilik barang yang dibeli Mas Yoga dan memilih duduk di tepian ranjang."Aku pikir kamu sudah tidur waktu aku lihat di kamar Raya," ucap Mas Yoga membuatku tersentak"Hem," jawabku singkat.Lalu aku berbaring tanpa peduli ada hadirnya. Apa aku harus membicarakan itu juga malam ini? Pertanyaan itu terus mendorongku agar segera tahu jawabnya.Setelah Mas Yoga selesai memakai piyama tidurnya, ia melangkah mendekatiku lalu berbaring sambil memelukku, bahkan ia juga mencium pipiku."Mas," ucapku. Bahasa tubuhku menolaknya. Aku harap dia mengerti."Kenapa? Tidak sedang haid kan?" tanyanya."Aku mau bertanya. Tentang ... uang yang Mas transfer tadi pagi ...," ucapku ragu dan memutuskan berbicara sambil duduk."Oh, itu. Aku salah mengetik digit-nya. Maaf, ya!" Lalu ia pun duduk dan menggapai ponselnya di atas nakas."Sudah," ucapnya lagi.Segera ku ambil ponselku yang letaknya di sebelah kunci mobil Mas Yoga. Setelah ku cek ponselku, ternyata benar saja, ia memberikan uang dengan jumlah yang sama seperti biasanya. Tapi struk belanja itu? Apa aku juga harus menanyakannya malam ini?"Sekarang boleh?" tanya Mas Yoga. Ia mencoba mendektiku lagi, mengambil handphone di tanganku dan meletakanya di sembarang tempat. Saat ia membelai tanganku, aku menepisnya pelan."Kenapa lagi?" Mas Yoga mendengus.Kutarik nafas dalam-dalam, lalu beranjak dan berjalan ke arah nakas. Setelahnya, ku ambil struk belanja dari laci di depanku. Lama kutatap kertas yang sudah lusuh bekas kuremas, berusha membuatnya rapih kembali. Bismillah, apapun jawaban yang kuterima dari Mas Yoga aku harus bisa mengendalikan diriku."Ada apa?" tanya Mas Yoga, aku menoleh padanya. Wajahnya nampak heran dan mengarah pada tanganku yang sedang merapihkan kertas lusuh. Cepat aku mendekatinya."Ini, Mas," ucapku sambil memberikan secarik kertas kecil ditanganku. Mas Yoga mengambilnya, mataku terus mengikuti reaksi wajahnya, matanya melirikku lalu melihat tulisan dikertas yang kuberikan."I-ini." Ia terbata. Ku angkat alisku lalu bersidekap. Di depannya.Mas Yoga menarik tanganku, mengarangkanku untuk duduk disebelahnya. Enggan rasanya, tapi aku harus mengikuti kemauannya terlebih dahulu untuk mendapat jawabannya."Ini sudah larut, apa kita harus bahas sekarang?" Nampak dari sudut mataku dia menatapku."Apa bedanya nanti, besok atau lusa. Hari minggu saja Mas terlalu sibuk untuk sekedar bercengkrama dengan kami," sindirku."Sayang." Mas Yoga kini menggenggam kedua tanganku dan mulai berjongkok."Mas." Ku alihkan pandanganku, aku tak mau luluh dengan tatapannya. Andai dia bersilat lidah aku tak mau terpedaya."Aku tahu kamu mempertanyakan ini." Ia melepas genggaman tangannya padaku, meremas kertas yang masih ditangannya lalu melemparkannya kesembarang tempat."Itu titipan Angga teman kantorku, kamu ingat Angga, bukan? Kamu pernah bertemu dengannya di acara ulang tahun kantor tahun lalu," lanjutnya."Angga? Tapi setahuku ia masih lajang." Ku coba menatap kedua bola matanya. Dia menggaruk hidungnya. Lalu mengeluarkan suara seperti deheman ketika tenggorakan tercekat."Begini saja, aku akan chat Angga sekarang, memintanya untuk datang ke sini besok pagi sebelum berangkat ke kantor. Nanti biar Angga yang menjelaskan, ok. Atau ..., kalau perlu istrinya juga kita minta datang, agar masalahnya clear. Aku harap bayinya sudah lebih baik. Kamu tahu, Sayang. Angga tidak ikut berkumpul saat Bos mengundang kami tadi pagi, Angga bilang anaknya terkena diare, ia menemani istrinya membawa bayinya ke rumah sakit. Karena itulah Angga memintaku untuk membelikan susu untuk anaknya. Aku dan teman-teman juga sempat menjenguk anaknya yang dirawat dan ....""Boleh ku potong sebentar?"Mas Yoga mengusut wajahnya lalu mendengkus."Bukankah tadi pagi kamu bilang Mama memintamu untuk datang kerumahnya, bukan? Kenapa sekarang kamu bilang Bos mengundang kalian untuk kumpul?" Aku menggeleng."Jadi, kamu pikir aku bohong?" Nada bicara Mas Yoga mulai meninggi."Iya, aku memang berpikir kamu bohong, Mas. Salah?""Aku sudah berusaha menjelaskan dengan cara baik-baik."Tapi, penjelasanmu itu terdengar janggal, Mas.""Sudahlah, Indri. Aku capek. Ini bukan waktunya untuk kita bertengkar. Besok aku harus kerja begitupun kamu. Kita bicara lagi besok." Lalu ia berdiri dan naik ke atas kasur tanpa peduli padaku yang masih belum puas atas penjelasan darinya.***"Pagi, Raya!" sapa Mas Yoga ketika menarik kursi, lalu ia duduk di samping Raya. Kulihat Raya tersenyum."Kopi untukku mana, Ma?"Aku diam tak menjawab pertanyaannya. Aku memang sengaja tidak membuatkannya kopi. Terakhir kali disediakan, kopi itu tak disentuhnya dan berakhir dingin. Jadi, menurutku percuma jika pagi ini aku menyiapkan itu.Kuputuskan untuk beranjak dari kursi meja makan."Ma, sudah tidak usah, biar nanti saja dikantor." Aku pun duduk kembali."Hem," jawabku singkat.Raya yang melihatku diam terlihat heran."Mama sakit?" tanya Raya.Aku melihat Raya sekilas lalu mengangguk."Sakit apa?" tanyanya kembali."Sakit gigi," jawabku asal."Raya antar ke dokter ya, Ma. Hari ini lebih baik Raya izin saja sekolahnya, Raya mau menemani Mama."Aku menggeleng tanpa menoleh."Raya sekolah saja, mama tidak apa. Mama hanya butuh istirahat," jelasku pada Raya."Iya, Raya. Raya lebih baik sekolah, nanti biar Papa yang mengantar Mama ke dokter." Mas Yoga berusaha membujuk Raya.Raya pun mengangguk lalu meletakan sendok dan garpu ditangannya ke atas piring, saat ku tanya kenapa makannya tak dihabiskan ia menjawab bahwa ia sudah kenyang. Setelahnya pamit berangkat ke sekolah.Raya memang bersekolah tak jauh dari rumah. Biasanya, ia berangkat dengan mengunakan sepeda setelah temannya satu sekolah menjemput, tapi hari ini Raya memutuskan untuk pergi sekolah sebelum temannya datang.Setelah Raya pergi, barulah Mas Yoga kembali berbicara padaku."Aku tahu kamu marah. Aku sudah menghubungi Angga, ia bilang akan datang setelah aku pulang dari kantor.""Tadi malam Mas bilang akan memintanya datang pagi ini, kenapa sekarang berubah?"STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 3"Sayang, dengar! Aku tahu kamu curiga. Tapi, aku mohon beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau ucapanku tadi malam adalah benar adanya, aku bisa saja menelpon Angga, memaksanya untuk datang pagi ini kerumah kita, tapi apa tidak terlalu berlebihan. Anaknya sedang sakit, pasti Angga dan istrinya merasa terganggu dengan kecemburuanmu. Belum lagi, aku belum mendapatkan kabar terbaru dari Angga tentang perkembangan kesehatan anaknya, apakah ia sudah pulang atau masih di rumah sakit?""Alasan." Kubuang pandanganku dari wajah Mas Yoga dengan senyum sinisku."Atau kamu mau ikut ke kantor bersamaku untuk bertemu Angga, sepertinya itu ide yang bagus, bukan? Sepertinya kamu memang harus ikut supaya maslah ini cepat selesai."Sebenarnya kecurigaanku bukan tanpa alasan. Sebelum menemukan struk belanja itu, memang Mas Yoga terlihat aneh dua bulan terakhir. Pulang kerja selalu larut malam, hari minggu tidak pernah di rumah, bahkan ia juga tidak pernah s
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 4Kebetulan sudah tiba giliranku di antrian kassa, aku memilih menaruh barang yang hendak kubayar sebelum mengangkat telpon yang terus saja berdering.Setelah selesai menaruh semua barang, segera kurogoh sumber suara tersebut di dalam tas kecilku, sudah berhenti berdering, hanya untuk memastikan saja siapa si penelpon, lalu kubaca."Mas Yoga," gumamku, segera kembali kutekan namanya untuk menghubungi si penelpon kembali. Terhubung.Tak lama terdengar suara dari Mas Yoga. "Sayang, maaf. Tadi aku sedang sibuk, tidak sempat mengangkat telpon darimu, ada apa?""Mas, aku dan Raya sedang berada di mall dekat kantormu, jika tidak sibuk makan sianglah bersama kami!" pintaku. Sambil berbicara tanganku mengeluarkan uang dari dompet. Merasa kesulitan memasukan uang kembalian dari kasir aku menekan loudspeaker."Kamu ngapain ke mall?" Suara Mas Yoga meninggi, membuat Raya yang berdiri di depanku sedikit menoleh. Cepat kutekan kembali pengeras suara itu. La
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 5"Bagaimana kamu bisa bekerja? sementara anakmu masih terlalu kecil untuk ditinggal, Dina. Siapa yang akan mengasuhnya?" pertanyaan Mas Yoga pada Dina sungguh diluar perkiraan. Ia berbicara pada perempuan itu dan menyebut namanya seolah sangat mengenal Dina dengan baik."Aku akan menitipkannya pada mertuaku, aku yakin Ibu dari suamiku tidak akan keberatan mengasuh cucu kesayangannya, pasti ia akan dengan senang hati merawat cucu yang ia idam-idamkan selama bertahun-tahun, Bapak tahu? Menantunya yang lain tidak bisa memberikan keturunan. Hanya aku yang bisa memberikan penerus mertuaku," jelasnya yakin dan penuh percaya diri. Sementara Angga kulihat hanya diam saja, seperti tak ada wibawanya atas ucapan istrinya.Ada rasa sesak mendengar pengakuan istri Angga, ia terdengar congkak, ucapannya seolah merendahkan wanita lain yang tak bisa melahirkan bayi sepertinya.Ku tarik nafas dalam dan membuat suatu keputusan agar bisa lebih mengenal Dina."Ak
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 6***"Dina. Kenapa kamu ada disini?" Mataku terbelalak mendapati Dina yang membuka pintu rumahku."Siapa?" Suara Mas Yoga terdengar dari dalam.Dina menoleh ke sumber suara."Ibu, Pak," jawab Dina pada Mas Yoga.Aku mendorong pintu dengan kasar agar terbuka lebar. Dina tersentak, lalu mundur beberapa langkah saat tubuhku maju dan hampir menyenggol lengannya.Mas Yoga nampak pucat melihat wajahku yang menunjukan amarah."Kalian ngapain berdua di rumahku?" tanyaku dengan nada tinggi. Mataku tajam melirik Dina lalu menatap Mas Yoga."Loh, bu-bukanya kemarin kamu yang menyuruh Dina kerumah kita pagi ini?" Mas Yoga tergagap.Nafasku memburu. Mas Yoga mendekatiku, sementara Dina menjauh menghindariku."Ada hubungan apa kalian sebenarnya? Kalian bukan mahram, berani-beraninya kalian berdua di dalam rumah dengan pintu tertutup." Tak kupedulikan ucapan Mas Yoga, aku terus mencercanya dengan berbagai pertanyaan."Tenang, Indri. Pikiranmu terlalu jauh. I
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 7Aku dan Andi menurunkan beberapa kantong besar, juga dibantu oleh kedua perempuan yang menyambut kami baru saja. Kami membawa masuk makanan tersebut ke dalam rumah dan akhirnya di sambut oleh Pak Andi si pelanggan catering kami dan juga petugas keamanannya. Sedikit berbasa basi lalu pamit undur diri. Karena pembayaran sudah full di muka, maka kami pun ingin cepat pergi.Perempuan itu--Anya yang pernah aku temui bersama Yoga sesekali melirikku dengan ragu. Takku acuhkan. Sungguh aku tidak mau ikut campur urusannya dengan Angga. Walau, sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang menggangu pikiranku akan hubungannya dengan Angga."Bu, sebentar," Anya mengejarku ketika aku sedang membuka pintu mobil. Aku menoleh.Kutatap matanya, ia tertunduk."Boleh aku berbicara sebentar!" pintanya. "Tidak lama." Lanjutnya lagi, lalu Anya meyakinkanku meminta sedikit waktu."Baiklah.""Sebagai perempuan aku ikut prihatin dengan masalah yang menimpa rumah tangga Ibu
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 8Kulihat mata Raya terpejam lagi. Akhirnya aku memutuskan menggendongnya ke kamar. Saat aku berdiri, telepon genggamku di meja berdering. Aku melirik pada Mama."Sini mama saja yang gendong Raya," ucap Mama menawarkan diri."Raya sekarang sudah berat sekali, Ma. Mama tolong angkat teleponku saja, ya!" pintaku.Sementara aku melangkah menuju kamar Raya. Kudengar Mama menyebut nama Mas Yoga. Mungkin Mas Yoga baru sampai di rumah dan tak mendapati aku di sana, mungkin juga karena itulah ia menelpon.Tak lama aku kembali menghampiri Mama."Mas Yoga ya, Ma?" tanyakuMama tak menjawab, malah mengulurkan tangannya untuk memberikan teleponku, lalu pergi menuju arah dapur. Mungkin Mama sengaja meninggalkanku agar aku lebih leluasa berbicara dengan Mas Yoga."Hallo, Mas!""Kamu mau menginap lagi? Kamu mau merajuk lagi? Apa kamu tidak lelah bertengkar setiap hari? Kamu curiga lagi karena aku tidak menepati janji?" Mas Yoga memberondongiku dengan beberap
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 9"Baiklah, Dina. Aku akan memberikanmu kesempatan bekerja di sini. Hari kerja hanya 5 hari dalam seminggu, tetapi liburnya akan di gilir, jika ada keperluan mendadak akan diganti dengan hari libur kerjamu. Kalau kerjamu bagus dalam seminggu ini, kamu akan terus lanjut bekerja, jika bayi ini menghambatmu bekerja, maaf, aku tidak bisa mempekerjakanmu di sini," jelasku."Baikah, Bu. Terima kasih atas kesempatan yang Ibu berikan padaku. Aku akan berusaha sebaik mungkin dalam bekerja dan berjanji akan bekerja dengan rajin." Mata Dina berbinar.Kulihat anaknya menggeliat lagi. Aku beranjak dari kursi dan berpindah duduk di sebelah kiri Dina. Ku amati anaknya lalu meminta Dina memberikannya padaku."Bayi yang cantik," ucapku saat menatap wajah makhluk Tuhan yang mungil ini di pangkuanku. Tanpa terasa mataku basah. Ku buang pandanganku dari Dina. Cengeng sekali hatiku ini. Sangat mudah terharu melihat hal itu. Ucapku dalam hati."Baikah, Bu. Apa aku b
STRUK BELANJA DISAKU CELANA SUAMIKUBAB 10"Tidak bisa, Sayang. Maksudku, begini. Ada yang ingin aku ceritakan padamu. Tentang masalah pekerjaanku, aku sengaja datang kesini untuk meminta pendapatmu."Aku sedikit kecewa. Kutatap bayi itu dengan seksama, bibir mungilnya sibuk meminum susu buatan ibunya. Sebenarnya aku ingin sekali bertanya pada Dina. Kenapa ia sampai memberikan susu formula untuk anaknya? Kenapa ia tidak memberikan ASI-nya saja? Tetapi, urung aku lakukan, sepertinya tidak pantas aku mencampuri urusan orang lain yang baru aku kenal."Sayang, ayo kita pergi makan siang, aku sudah lapar," pinta Mas Yoga memaksa. Membuatku sedikit tersentak."Dina, maaf. Tadinya aku ingin lebih dekat dengan Yuna dan kamu. Mungkin lain kali, itu pun jika kamu mau." Ku sentuh lagi kaki bayi mungil itu."Iya, Bu. Tidak apa," ucap Dina, lalu ia tersenyum simpul dan menunduk. "Kalau begitu saya permisi keluar, Bu!" Ia meletakan Yuna--bayi mungil itu ke sofa, membereskan peralatan bayi yang ia k