Share

Bab 3

STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU

BAB 3

"Sayang, dengar! Aku tahu kamu curiga. Tapi, aku mohon beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau ucapanku tadi malam adalah benar adanya, aku bisa saja menelpon Angga, memaksanya untuk datang pagi ini kerumah kita, tapi apa tidak terlalu berlebihan. Anaknya sedang sakit, pasti Angga dan istrinya merasa terganggu dengan kecemburuanmu. Belum lagi, aku belum mendapatkan kabar terbaru dari Angga tentang perkembangan kesehatan anaknya, apakah ia sudah pulang atau masih di rumah sakit?"

"Alasan." Kubuang pandanganku dari wajah Mas Yoga dengan senyum sinisku.

"Atau kamu mau ikut ke kantor bersamaku untuk bertemu Angga, sepertinya itu ide yang bagus, bukan? Sepertinya kamu memang harus ikut supaya maslah ini cepat selesai."

Sebenarnya kecurigaanku bukan tanpa alasan. Sebelum menemukan struk belanja itu, memang Mas Yoga terlihat aneh dua bulan terakhir. Pulang kerja selalu larut malam, hari minggu tidak pernah di rumah, bahkan ia juga tidak pernah sarapan pagi dan makan malam bersama kami lagi di meja makan ini. Karena usaha catring-ku yang sudah mulai dikatakan lumayan, perhatianku akan hal-hal aneh yang ditunjukan Mas Yoga teralihkan dengan kesibukanku itu, bahkan sampai-sampai aku abai dengan kebutuhan anakku sendiri.

"Bagaimana? Apa kamu mau ikut bersamaku ke kantor hari ini?"

Aku mau saja ikut dengan Mas Yoga ke kantornya, tapi rasanya tidak mungkin, pesanan catring sedang banyak-banyaknya, sedangkan aku belum menemukan orang yang bisa aku percaya untuk membantuku me-manage usaha ini. Andai saja aku sudah menemukan seseorang yang bisa kupercaya, pastilah aku tidak akan sesibuk sekarang dan pastinya juga aku mempunyai waktu luang yang cukup untuk Raya, termasuk ikut bersama Mas Yoga ke kantornya pagi ini, rasanya ingin sekali mengetahui siapa pemilik susu formula yang dibelikan Mas Yoga. Aku memang harus lebih sabar dan kalau bisa tidak terbawa emosi untuk masalah ini.

"Baiklah, Mas. Untuk kali ini aku akan sedikit bersabar."

"Percayalah, Indri. Aku tidak akan berbuat yang aneh-aneh." Senyum Mas Yoga mengembang. "Aku berangkat, ya." Lalu ia berdiri dan mendekatiku, aku pun berdiri. Aku tahu dia ingin mengecup keningku, aku mundur dan membuang tatapanku dan melihat ke arah yang lain.

"Jika kamu benar tidak membohongiku, akan kutunggu Angga dan keluarganya sore ini. Jika tidak, jangan salahkan aku akan pulang kerumah orang tuaku."

***

Sebelum makan siang, aku menjemput Raya ke sekolahnya. Setelah itu, aku dan Raya mecari buah tangan untuk dibawa kerumah orangtuaku.

"Ma, sekalian beli sepatu untuk Raya, ya. Kan sama saja, sekarang atau nanti. Jadi hari minggunya kita bisa habiskan waktu bersama dirumah sama Papa. Boleh, ya?" pinta Raya ketika kami sedang memilih beberapa buah di pusat perbelanjaan.

Akupun menyetujuinya dan akan mengajak Raya ke area sepatu dan tas setelah membayar buah yang sudah kutimbang oleh petugas penjaga area buah tersebut.

Tiba-tiba perutku sudah memberikan alarm untuk meminta segera di isi.

"Raya, kita telpon Papa, yuk! Siapa tahu Papa tidak sedang sibuk, nanti kita ajak makan siang bersama." usulku.

Pusat perbelanjaan ini memang tak jauh dari kantor Mas Yoga. Menurutku tidak ada salahnya jika aku mengajaknya makan siang bersama. Hal yang sudah lama tidak kami lakukan, mungkin ini akan mencairkan ketegangan antara kami yang terjadi tadi pagi. Walau sebenarnya aku gengsi, ada baiknya aku kesampingkan egoku demi menyenangkan hati Raya. Atau sekalian saja aku mengundang Angga untuk makan siang bersama, jadi tidak perlu lagi ia menjelaskan padaku dan membawa anaknya yang masih bayi nanti sore. Ucapku dalam hati. Segera kuhubungi Mas Yoga.

Terdengar nada panggilan menunggu. Cukup lama dan akhirnya operator yang berbicara. Sibuk kah Mas Yoga? Ada rasa sedikit kecewa menggangu hatiku. Sesaat pikiranku melayang ke masa dimana Mas Yoga tak memberikan aku sedikit waktu tanpanya. Jika aku pergi kemana saja harus selalu mengabarkannya, kemana? dengan siapa? Bahkan harus pulang tepat waktu sesuai perjanjian yang telah ia disepakati jika ia memberikan izin aku pergi sendiri. Pun jika sudah sampai di rumah, aku harus segera menghubunginya, mengabarkan bahwa aku baik-baik saja dan selamat sampai di rumah. Ah, Mas Angga, aku jadi merindukan sosok mu yang dulu.

"Ma, jadi makan siang tidak?" tanya Raya membuyarkan lamunanku.

"Jadi, Sayang!" ucapku. Setelah itu ku ajak raya ke arah kasir untuk melakukan transaksi pembelian ke kassa terdekat.

Tiba-tiba saja ada seseorang yang menegurku dari belakang saat aku mengantri di tempat pembayaran tersebut.

"Ibu Yoga? Kebetulan sekali bisa bertemu disini. Masih ingat saya?" tanyanya ramah. Ia bersama perempuan yang berpenampilan layaknya pekerja kantor seperti pria di hadapanku.

"Maaf, siapa ya? Saya tidak ingat," ucapku.

"Saya Angga, Bu. Kita pernah bertemu di acara ulang tahun kantor tahun lalu." Lalu ia mengulurkan tangan, ku jabat tangannya. Lalu ia memperkenalkan teman perempuannya yang bernama Anya.

"Kebetulan sekali. Semoga panjang umur, baru saja aku akan mengajak ehm ...."

"Panggil Angga saja, Bu!" Sepertinya ia tahu kalau aku kesulitan memilih panggilan untuknya.

"Oh, ya, Angga. Maaf. Baru saja aku menelpon suamiku untuk mengajaknya makan siang bersama dan sekalian mengajak Angga juga, sayangnya Mas Yoga tidak menerima panggilanku."

"Saya?"

"Ya, oh, ya. Bukankah bayi Anda sedang dirumah sakit?"

"Bayi?"

"Ya, Mas Yoga juga bilang kalian sempat menitip untuk dibelikan susu formula."

"Susu?" Wajah Angga nampak keheranan.

Lalu perempuan disampingnya ikut bicara.

"Maksud Ibu, Mas Angga ini sudah mempunyai anak dan istri?" tanya perempuan yang bernama Anya tersebut.

"Ya, Mas Yoga yang menceritakannya padaku, Angga sudah menikah setahun yang lalu."

Perempuan itu nampak terkejut dan menutup mulutnya. Matanya yang menatap padaku mulai berembun, beberapa menit kemudian matanya beralih pada Angga.

"Keterlaluan kamu, Mas. Jadi selama ini kamu sudah mempunyai anak dan istri," ucap Anya pelan tapi terdengar emosi.

"Bu-bukan, Sayang." Belum selesai Angga berbicara Anya sudah berbalik dan pergi meninggalkan kami.

"Anya, tunggu!" panggil Angga. Angga melirik padaku sesaat, wajahnya nampak bingung, lalu pergi tanpa mengatakan sesuatu.

Aku pun ikut bingung dengan apa yang terjadi dihadapanku. Siapa sebenarnya Anya itu? Perempuan selingkuhan Angga kah? Dan tak lama teleponku berdering memanggil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status