STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU
Bab 1"Mas, uang bulananku belum kamu transfer juga. Ini sudah tanggal 15 loh. Banyak tagihan yang harus aku bayar bulan ini, belum lagi Raya minta dibelikan sepatu baru untuk hadiah ulang tahunnya minggu depan. Awal bulan semua pengeluaran sudah pakai uang aku, nanti modalku lama-lama bisa habis kalau dipakai terus untuk kebutuhan kita sehari-hari." Sambil menulis aku terus saja mengoceh.Aku hanya melirik sekilas pada Mas Yoga, lalu kembali menulis catatan di meja makan.Tanganku tak berhenti mencatat apa-apa yang akan ku beli hari ini, usaha catring-ku sudah mulai ramai, bahkan aku sudah menambah 2 karyawan lagi untuk membantu memasak dan mengantar pesanan.Sesekali aku melirik Mas Yoga, ingin tahu responnya kali ini. Sebenarnya bukan kali pertama aku mengingatkan Mas Yoga untuk mentransfer uang bulanan, sudah lebih dari dua kali aku mengatakan pada suamiku itu. Minggu kemarin saat dia sedang libur, aku juga sudah berusaha berbicara, tapi ia bilang nanti saja bahasnya, pergi dengan terburu-buru, bahkan tanpa sarapan terlebih dahulu.Hari ini pun sama, pakaiannya terlihat rapi dan tubuhnya tercium aroma wangi, seperti ia akan berkerja di hari biasanya. Aku pikir ia pasti akan pergi lagi, pada hal ini adalah hari minggu. Ia sering pergi keluar dan pulang malam. Ada acara makan-makan dengan teman kantor lah atau Bos mentraktir para anak buahnya sebagai bentuk apresiasi keberhasilan team mencapai targetlah dan mungkin akan ada alasan lain lagi yang akan digunakannya minggu ini.Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan kesibukannya, toh selama ini juga dia memang sering begitu, entah benar ia sibuk dengan temanya atau tidak, aku selalu berusaha untuk percaya padanya dan tidak mahu berpikir yang macam-macam. Aku juga berharap, dengan kepercayaan penuh pada suamiku itu, rumah tanggaku akan aman dari pertengkaran."Masa sih? Perasaan sudah aku transfer kemarin, coba kamu cek lagi!" ucapnya sambil duduk di depanku yang terhalang meja."Sudah Mas, baru saja aku cek M-banking belum masuk."Lalu Mas Yoga langsung menggulir ponselnya, mungkin akan membuka aplikasi M-banking. Seketika itu pula wajah Mas Yoga nampak pucat dan panik."Kenapa, Mas?" tanya ku heran melihat reaksi wajahnnya setelah melihat benda yang ia tatap."Eh, anu. Baiklah, aku ku transfer sekarang," ucapnya dengan terbata. "Sudah." Lalu ia memasukan benda pipih itu ke saku celananya dan beranjak.Kulirik bahasa tubuh Mas Yoga yang seperti kebingungan."A-aku diminta Mama kerumahnya, mungkin Mama ada keperluan." Ia masih terbata."Sekarang?""Hem.""Mendadak sekali." Aku berpikir sejenak. " Ya baiklah, aku ganti baju dulu," ucapku sambil beranjak dari meja, saat hendak melangkah, tiba-tiba ia menarik tanganku untuk duduk kembali."Mama memintaku untuk datang sendiri," ucapnya cepat."Hah? Oh, ya. Ya sudah." Aku kembali duduk dan kembali menghitung catatan di buku. Lalu ia pergi.Setelah suara mobil Mas Yoga pergi menjauh, aku teringat pada uang yang ia transfer baru saja. Saat ku cek M-bankingku, ternyata nominalnya tidak sama seperti bulan lalu."Kok segini, sih!" ucapku kesal. Ku embuskan napas panjang."Ya, sudahlah. Nanti malam akan aku bicarakan lagi dengan Mas Yoga," gumamku.***Lama aku menunggu Mas Yoga datang, sampai-sampai mataku pun terpejam."Mah ...." Suara Raya--putriku yang berusia 8 tahun membangunkanku.Berlahan mataku terbuka."Raya kenapa belum tidur?""Mama kenapa tidur disini?" Raya malah balik tanya."Mama lagi nunggu Papa." Kulirik penunjuk waktu di dinding. Hampir pukul 12 malam."Yuk, ke kamar! Nanti mama temani." Ku tuntun anakku menuju kamar.Setelah aku dan Raya berbaring di kasurnya, sambil membelai rambut panjang anakku, aku bersenandung agar ia mau terlelap. Tapi Raya malah menatapku dengan sendu."Bukannya merem, malah liatin mama." Ku colek hidung lancipnya."Mah, kita tinggal dirumah Oma lagi aja, yuk! Raya nggak betah tinggal disini. Papa nggak pernah ada di rumah. Mama juga sibuk terus."Benar apa yang dikatakan Raya, akhir-akhir ini aku dan Mas Yoga memang sibuk dengan pekerjaan masing-masih. Dulu, sebelum Mas Yoga membeli rumah ini, Mas Yoga sering mengajak kami jalan-jalan di akhir pekan atau jika di waktu makan siang dan pekerjaannya sedang santai, Mas Yoga juga sering menemani Raya di tempatku ketika masih merintis usaha.Kini suasananya sudah berbeda, Mas Yoga memutuskan untuk membeli rumah 3 bulan yang lalu dan kami tak lagi tinggal bersama kedua orang tuaku. Secara kebetulan juga usaha catering-ku mulai banyak peminat. Hingga, waktu untuk Raya semakin berkurang. Aku berpikir, seandainya saja kami masih tinggal bersama kedua orangtuaku, mungkin Raya tidak akan merasa kesepian. Akan ada Oma dan Opanya yang menemani Raya bermain."Maaf ya, Sayang. Gara-gara kesibukan mama, Raya jadi kesepian. Besok, setelah pulang sekolah, kita akan ke rumah Oma. Mama juga udah kangen sama Oma."Lalu Raya tersenyum. Barulah ia mau memejamkan mata sambil memelukku.Tak lama terdengar suara mobil Mas Yoga datang dan selang beberapa menit, terdengar suara pintu kamar Raya terbuka. Aku hanya diam, aku pikir dengan diamnya diriku Mas Yoga akan mendekatiku dan membangunkan untuk pindah ke kamar kami. Tenyata tidak, justru kudengar pintu kamar Raya ditutup kembali.Aku memastikan Raya benar-benar sudah terlelap, barulahlah aku beranjak dari tempat tidurnya dan berniat menemui Mas Yoga untuk membicarakan mengenai uang yang ia transfer.Saat aku masuk ke kamar, terdengar suara air yang jatuh, sudah menjadi kebiasaan Mas Yoga, ia tidak pernah menutup pintu kamar mandi dengan benar dan selalu bersenandung ketika sedang mandi.Ku ambil baju Mas Yoga yang tergelak di lantai. Ya, banyak kebiasaannya yang kuhapal selama kami menikah. Tapi, sebelum baju itu kumasukan ke tempat cucian kotor, baiknya ku periksa isi sakunya. Saat ku periksa saku baju dan celananya, aku menemukan kunci mobil, handphone dan juga ..., kertas apa ini? Struk belanja?Mataku terbelalak melihat apa yang baru saja aku baca. Susu formula?Anak siapa yang Mas Yoga belikan susu? Perasaan tidak ada ponakan atau adiknya berusia batita?Jadi ini susu untuk siapa?STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 2"Indri." Mas Yoga nampak terkejut dengan kehadiranku di kamar. Untunglah tanda bukti belanja itu sudah kuremas dan tak nampak oleh Mas Yoga ketika aku membacanya."Mas." Aku pura-pura tak terjadi sesuatu apapun. Barang milik pribadi Mas Yoga segera kuletakan di nakas dekat tempat tidur kami, lalu membawa kemeja dan celana Mas Yoga ke arah keranjang pakaian kotor.Pikiranku melayang entah kemana saat setelah menaruh pakaian kotor Mas Yoga, masih berusaha menerka tentang pemilik barang yang dibeli Mas Yoga dan memilih duduk di tepian ranjang."Aku pikir kamu sudah tidur waktu aku lihat di kamar Raya," ucap Mas Yoga membuatku tersentak"Hem," jawabku singkat.Lalu aku berbaring tanpa peduli ada hadirnya. Apa aku harus membicarakan itu juga malam ini? Pertanyaan itu terus mendorongku agar segera tahu jawabnya.Setelah Mas Yoga selesai memakai piyama tidurnya, ia melangkah mendekatiku lalu berbaring sambil memelukku, bahkan ia juga mencium pipiku.
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 3"Sayang, dengar! Aku tahu kamu curiga. Tapi, aku mohon beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau ucapanku tadi malam adalah benar adanya, aku bisa saja menelpon Angga, memaksanya untuk datang pagi ini kerumah kita, tapi apa tidak terlalu berlebihan. Anaknya sedang sakit, pasti Angga dan istrinya merasa terganggu dengan kecemburuanmu. Belum lagi, aku belum mendapatkan kabar terbaru dari Angga tentang perkembangan kesehatan anaknya, apakah ia sudah pulang atau masih di rumah sakit?""Alasan." Kubuang pandanganku dari wajah Mas Yoga dengan senyum sinisku."Atau kamu mau ikut ke kantor bersamaku untuk bertemu Angga, sepertinya itu ide yang bagus, bukan? Sepertinya kamu memang harus ikut supaya maslah ini cepat selesai."Sebenarnya kecurigaanku bukan tanpa alasan. Sebelum menemukan struk belanja itu, memang Mas Yoga terlihat aneh dua bulan terakhir. Pulang kerja selalu larut malam, hari minggu tidak pernah di rumah, bahkan ia juga tidak pernah s
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 4Kebetulan sudah tiba giliranku di antrian kassa, aku memilih menaruh barang yang hendak kubayar sebelum mengangkat telpon yang terus saja berdering.Setelah selesai menaruh semua barang, segera kurogoh sumber suara tersebut di dalam tas kecilku, sudah berhenti berdering, hanya untuk memastikan saja siapa si penelpon, lalu kubaca."Mas Yoga," gumamku, segera kembali kutekan namanya untuk menghubungi si penelpon kembali. Terhubung.Tak lama terdengar suara dari Mas Yoga. "Sayang, maaf. Tadi aku sedang sibuk, tidak sempat mengangkat telpon darimu, ada apa?""Mas, aku dan Raya sedang berada di mall dekat kantormu, jika tidak sibuk makan sianglah bersama kami!" pintaku. Sambil berbicara tanganku mengeluarkan uang dari dompet. Merasa kesulitan memasukan uang kembalian dari kasir aku menekan loudspeaker."Kamu ngapain ke mall?" Suara Mas Yoga meninggi, membuat Raya yang berdiri di depanku sedikit menoleh. Cepat kutekan kembali pengeras suara itu. La
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 5"Bagaimana kamu bisa bekerja? sementara anakmu masih terlalu kecil untuk ditinggal, Dina. Siapa yang akan mengasuhnya?" pertanyaan Mas Yoga pada Dina sungguh diluar perkiraan. Ia berbicara pada perempuan itu dan menyebut namanya seolah sangat mengenal Dina dengan baik."Aku akan menitipkannya pada mertuaku, aku yakin Ibu dari suamiku tidak akan keberatan mengasuh cucu kesayangannya, pasti ia akan dengan senang hati merawat cucu yang ia idam-idamkan selama bertahun-tahun, Bapak tahu? Menantunya yang lain tidak bisa memberikan keturunan. Hanya aku yang bisa memberikan penerus mertuaku," jelasnya yakin dan penuh percaya diri. Sementara Angga kulihat hanya diam saja, seperti tak ada wibawanya atas ucapan istrinya.Ada rasa sesak mendengar pengakuan istri Angga, ia terdengar congkak, ucapannya seolah merendahkan wanita lain yang tak bisa melahirkan bayi sepertinya.Ku tarik nafas dalam dan membuat suatu keputusan agar bisa lebih mengenal Dina."Ak
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 6***"Dina. Kenapa kamu ada disini?" Mataku terbelalak mendapati Dina yang membuka pintu rumahku."Siapa?" Suara Mas Yoga terdengar dari dalam.Dina menoleh ke sumber suara."Ibu, Pak," jawab Dina pada Mas Yoga.Aku mendorong pintu dengan kasar agar terbuka lebar. Dina tersentak, lalu mundur beberapa langkah saat tubuhku maju dan hampir menyenggol lengannya.Mas Yoga nampak pucat melihat wajahku yang menunjukan amarah."Kalian ngapain berdua di rumahku?" tanyaku dengan nada tinggi. Mataku tajam melirik Dina lalu menatap Mas Yoga."Loh, bu-bukanya kemarin kamu yang menyuruh Dina kerumah kita pagi ini?" Mas Yoga tergagap.Nafasku memburu. Mas Yoga mendekatiku, sementara Dina menjauh menghindariku."Ada hubungan apa kalian sebenarnya? Kalian bukan mahram, berani-beraninya kalian berdua di dalam rumah dengan pintu tertutup." Tak kupedulikan ucapan Mas Yoga, aku terus mencercanya dengan berbagai pertanyaan."Tenang, Indri. Pikiranmu terlalu jauh. I
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 7Aku dan Andi menurunkan beberapa kantong besar, juga dibantu oleh kedua perempuan yang menyambut kami baru saja. Kami membawa masuk makanan tersebut ke dalam rumah dan akhirnya di sambut oleh Pak Andi si pelanggan catering kami dan juga petugas keamanannya. Sedikit berbasa basi lalu pamit undur diri. Karena pembayaran sudah full di muka, maka kami pun ingin cepat pergi.Perempuan itu--Anya yang pernah aku temui bersama Yoga sesekali melirikku dengan ragu. Takku acuhkan. Sungguh aku tidak mau ikut campur urusannya dengan Angga. Walau, sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang menggangu pikiranku akan hubungannya dengan Angga."Bu, sebentar," Anya mengejarku ketika aku sedang membuka pintu mobil. Aku menoleh.Kutatap matanya, ia tertunduk."Boleh aku berbicara sebentar!" pintanya. "Tidak lama." Lanjutnya lagi, lalu Anya meyakinkanku meminta sedikit waktu."Baiklah.""Sebagai perempuan aku ikut prihatin dengan masalah yang menimpa rumah tangga Ibu
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 8Kulihat mata Raya terpejam lagi. Akhirnya aku memutuskan menggendongnya ke kamar. Saat aku berdiri, telepon genggamku di meja berdering. Aku melirik pada Mama."Sini mama saja yang gendong Raya," ucap Mama menawarkan diri."Raya sekarang sudah berat sekali, Ma. Mama tolong angkat teleponku saja, ya!" pintaku.Sementara aku melangkah menuju kamar Raya. Kudengar Mama menyebut nama Mas Yoga. Mungkin Mas Yoga baru sampai di rumah dan tak mendapati aku di sana, mungkin juga karena itulah ia menelpon.Tak lama aku kembali menghampiri Mama."Mas Yoga ya, Ma?" tanyakuMama tak menjawab, malah mengulurkan tangannya untuk memberikan teleponku, lalu pergi menuju arah dapur. Mungkin Mama sengaja meninggalkanku agar aku lebih leluasa berbicara dengan Mas Yoga."Hallo, Mas!""Kamu mau menginap lagi? Kamu mau merajuk lagi? Apa kamu tidak lelah bertengkar setiap hari? Kamu curiga lagi karena aku tidak menepati janji?" Mas Yoga memberondongiku dengan beberap
STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKUBAB 9"Baiklah, Dina. Aku akan memberikanmu kesempatan bekerja di sini. Hari kerja hanya 5 hari dalam seminggu, tetapi liburnya akan di gilir, jika ada keperluan mendadak akan diganti dengan hari libur kerjamu. Kalau kerjamu bagus dalam seminggu ini, kamu akan terus lanjut bekerja, jika bayi ini menghambatmu bekerja, maaf, aku tidak bisa mempekerjakanmu di sini," jelasku."Baikah, Bu. Terima kasih atas kesempatan yang Ibu berikan padaku. Aku akan berusaha sebaik mungkin dalam bekerja dan berjanji akan bekerja dengan rajin." Mata Dina berbinar.Kulihat anaknya menggeliat lagi. Aku beranjak dari kursi dan berpindah duduk di sebelah kiri Dina. Ku amati anaknya lalu meminta Dina memberikannya padaku."Bayi yang cantik," ucapku saat menatap wajah makhluk Tuhan yang mungil ini di pangkuanku. Tanpa terasa mataku basah. Ku buang pandanganku dari Dina. Cengeng sekali hatiku ini. Sangat mudah terharu melihat hal itu. Ucapku dalam hati."Baikah, Bu. Apa aku b