Share

5

Author: Tie Sugianto
last update Huling Na-update: 2025-09-19 11:54:59

Aku harus bermain cantik kali ini, melakukan semuanya dengan rapi, bergerak dalam senyap. Sales rokok itu mungkin bisa mengirim bekal untuk Mas Tris setiap hari tapi aku tidak yakin kalau dia adalah orang yang sama dengan orang yang memberikan uang dan membelikan pakaian. Apa ada kemungkinan kalau Mas Tris berhubungan dengan lebih dari satu wanita?

“Mah…Mamah,”

“Astaghfirullah Nak, bisa pelan kan manggilnya?

“Kalau pelan Mamah nggak mungkin denger, dipanggil keras aja nggak jawab-jawab,” Aran anak sulungku menghampiriku di dapur, tangannya sedang sibuk mengenakan seragam sekolahnya.

“Ada apa?”

“Ada Mbah di depan.”

“Mbah siapa?”

“Mbah depan rumah manggil-manggil itu di depan pintu.”

“Kenapa kamu malah ke sini bukannya dibuka pintunya.”

“Sibuk,” jawabnya singkat lalu pergi kembali ke kamarnya.

Aku buru-buru berjalan ke depan, sudah terdengar Bude Kanti memanggil-manggil namaku sambil mengetuk pintu.

“Maaf Bude lagi di dapur,” kataku sesaat setelah membuka pintu.

“Ini aku panen pisang sama ini aku masak rica-rica buat sarapan…”

“Ya Allah Bude, sudah berapa banyak rantang di sini belum aku kembalikan, ini malah ditambah lagi segini banyaknya..”

Kedua tanganku menerima pemberian Bude Kanti, sesisir pisang raja dan sebuah rantang susun yang masih terasa hangat.

“Suamimu sudah berangkat ya?” tanya Bude Kanti.

“Belum Bude, masih tidur, mari masuk dulu.”

Aku meletakkan bawaanku di meja, Bude Kanti mengikutiku dari belakang, kami duduk berhadapan.

“Gimana Bude, ada apa?”

“Aku mau minta tolong Tari, besok minggu pagi kan ada acara di rumah besan, ini aku mau minta tolong Trisno buat nganter tapi kok rasanya nggak enak karena belum tau selesai jam berapa. Soalnya Seno nggak bisa pulang minggu ini.”

“Tumben hari libur Seno nggak pulang Bude?”

“Katanya ada acara sama teman-teman kampusnya.”

“Insyaallah Mas Tris bisa Bude, nanti biar saya bilang kalau…”

“Mau kemana Bude?” tanya Mas Tris yang tiba-tiba masuk ke ruang tamu.

“Besok minggu pagi Mas bisa antar Bude ke rumah besannya nggak?" tanyaku pada Mas Tris yang sudah duduk di sampingku.

“Iya ini mau minta tolong tapi nanti tokonya gimana ya?” tanya Bude Kanti sedikit cemas.

“Nggak masalah Bude, nanti sekalian saya belanja isi toko juga,” jawab Mas Tris.

“Ya sudah kalau begitu, terima kasih ya sebelumnya.”

“Sama-sama Bude,” jawab kami berdua bersamaan, aku lalu berdiri mengantarkan Bude Kanti.

“Bude maaf mau bicara sebentar,” kataku setelah kami berdua hampir sampai di pintu pagar.

“Kenapa Tari, ada apa?”

“Bude maaf, sepertinya saya tidak bisa memenuhi janji untuk membayar utang bulan ini. Apa boleh saya mundur beberapa bulan lagi?”

“Ya ampun Tari, kan aku sudah bilang bayarnya semampu kamu, sebisa kamu, kalau memang kamu pas ada uang lebih, kalau memang belum ada jangan dipaksa, santai saja.”

“Maaf ya Bude, sebenarnya kemarin Mas Tris sudah kasih saya uang tapi saya masih ragu dia dapat uang itu dari mana makanya saya belum mau terima.”

“Kenapa begitu?” tanyanya dengan nada lembut dan keibuan.

“Saya tidak mau memakai uang yang tidak berkah, saya takut Bude.”

“Tari, sampai kapan kamu akan terus-terusan curiga pada suamimu seperti ini?”

“Saya sendiri tidak tahu Bude tapi hati saya mengatakan ada sesuatu yang sedang terjadi di belakang saya.”

“Terjadi sesuatu bagaimana maksudnya?”

“Mungkin Mas Tris mengulangi kesalahannya yang dulu itu Bude.”

“Kenapa kamu bisa bicara seperti itu? Apa ada buktinya?”

“Sudah lama hati saya merasa tidak enak Bude dan saya belum merasakan perubahan apa pun pada Mas Tris sejak kejadian itu.”

“Tari, itu semua karena kamu belum percaya sepenuhnya pada suamimu, pikiranmu jadi kemana-mana. Kejadian itu kan sudah bertahun-tahun yang lalu, keadaan juga sudah berubah, anak-anak sudah besar, yakinlah bahwa Trisno juga sudah berubah.”

“Berkali-kali saya coba meyakinkan diri saya tapi perasaan saya mengatakan sebaliknya. Mas Tris belum benar-benar berubah Bude.”

“Tari, demi anak-anak, demi kenyamanan mereka berusahalah untuk membuang semua prasangka buruk itu, pelan-pelan saja, kamu pasti bisa.”

“Tapi Bude kemarin itu saya menemukan…..”

Aku langsung berhenti bicara karena anak-anakku datang untuk berpamitan, Bude Kanti masih menatapku seperti sedang menunggu aku melanjutkan kalimat.

“Aran kamu hati-hati bawa motornya ya Nak.”

Kedua anakku hanya mengangguk dan langsung pergi setelah bersalaman denganku, aku pun ikut pamit pada Bude Kanti karena harus siap-siap berangkat kerja.

Bude Kanti sudah seperti orang tuaku sendiri, dia menjadi tempatku bercerita tentang apa pun, menjadi tempatku meminta tolong. Rumah kami berhadapan, dipisahkan jalan yang tidak terlalu besar, kami bertetangga sudah lama sejak aku masih kecil karena itulah kami jadi dekat sekali. Bude Kanti sering sekali meminta tolong Mas Tris untuk mengantarnya pergi karena anak bungsunya Seno, kuliah di luar kota. Aku dan Mas Tris selalu berusaha untuk bisa membantunya meskipun kadang harus mengorbankan kepentingan sendiri. Bude Kanti royal sekali pada keluargaku, kebaikannya membuat kami merasa sungkan.

Aku melihat Mas Tris juga sedang bersiap untuk berangkat dan tiba-tiba sebuah ide muncul begitu saja. Aku mendekatinya yang sedang berganti baju di kamar.

“Mas, gimana kalau besok Minggu aku saja yang jaga toko?”

“Nggak usah.”

“Tadi Bude kan bilang kalau dia belum tahu pulangnya jam berapa.”

“Ya kalau misalnya pulangnya sore atau mungkin malam belanjanya kan bisa besok lagi.”

“Bukan itu, kalau seharian toko tutup kan sayang, dapat seratus dua ratus ribu kan lumayan. Besok kan aku juga libur Mas, aku bisa jaga seharian.”

“Tumben sekali kamu begini, biasanya mau aku tutup berhari-hari juga sepertinya kamu bodo amat.”

“Tadi di depan aku minta maaf sama Bude karena belum bisa membayar utang Mas. Dulu kita janji untuk membayarnya dalam waktu satu bulan tapi sampai berbulan-bulan kita belum membayarnya. Aku ingin menyicilnya sedikit demi sedikit dari yang aku punya karena aku tidak enak hati pada Bude. Dia sudah sangat baik pada keluarga kita Mas.”

Mas Tris tidak menjawabku, dia masih sibuk memakai sepatu ketsnya lalu berdiri memakai pomade di rambutnya.

“Kamu mau cari info apa di toko?”

“Info? info... apa... maksudmu Mas,” aku sedikit tergagap menjawab pertanyaan yang tidak terduga dari Mas Tris.

“Kalau memang mau pergi ke toko pergi saja, sekalian kamu bantu beres-beres barang. Besok minggu pagi aku kasih kuncinya sebelum aku pergi.”

Aku hanya bisa menganggukkan kepala dan tersenyum tipis saat Mas Tris kemudian berangkat. Aku tidak menyangka Mas Tris bisa menjawab setenang itu tadi. Jangan-jangan dia sudah mempersiapkan semuanya karena akhir-akhir ini kecurigaanku padanya terlalu berlebihan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SUAMI BERSAMA   6

    “Mah tadi ada yang beli chiki dan waktu Adek lihat ternyata sudah kedaluwarsa.”“Waduh, Bapak pasti lupa tidak periksa barang. Arla tolong bantu periksa yang dekat-dekat meja kasir saja ya!”Arla mengangguk dan aku perlahan memeriksa satu per satu rak mulai dari depan ke belakang. Cukup mengejutkan karena kami berhasil mengumpulkan sampai satu keranjang penuh. Untuk ukuran toko kecil itu sudah sangat banyak menurutku, Mas Tris benar-benar teledor sekali. Seharusnya keadaan toko yang sepi bisa dimanfaatkan Mas Tris untuk bisa memeriksa barang terutama produk makanan.Apa mungkin ini salah satu penyebab toko kami jadi sepi? Mungkin sudah banyak pembeli yang menemukan barang-barang rusak itu dan membuat mereka enggan untuk kembali. “Maaf Mas Tris ada?” terdengar suara perempuan bertanya pada Arla.“Nggak ada itu mbak, ada apa ya?”“Ada perlu mbak,” suara wanita itu bernada sedikit genit dan aku merasa sudah pernah mendengar sebelumnya.Aku lalu mengintip dari celah rak paling bel

  • SUAMI BERSAMA   5

    Aku harus bermain cantik kali ini, melakukan semuanya dengan rapi, bergerak dalam senyap. Sales rokok itu mungkin bisa mengirim bekal untuk Mas Tris setiap hari tapi aku tidak yakin kalau dia adalah orang yang sama dengan orang yang memberikan uang dan membelikan pakaian. Apa ada kemungkinan kalau Mas Tris berhubungan dengan lebih dari satu wanita?“Mah…Mamah,”“Astaghfirullah Nak, bisa pelan kan manggilnya?“Kalau pelan Mamah nggak mungkin denger, dipanggil keras aja nggak jawab-jawab,” Aran anak sulungku menghampiriku di dapur, tangannya sedang sibuk mengenakan seragam sekolahnya. “Ada apa?”“Ada Mbah di depan.”“Mbah siapa?”“Mbah depan rumah manggil-manggil itu di depan pintu.”“Kenapa kamu malah ke sini bukannya dibuka pintunya.”“Sibuk,” jawabnya singkat lalu pergi kembali ke kamarnya.Aku buru-buru berjalan ke depan, sudah terdengar Bude Kanti memanggil-manggil namaku sambil mengetuk pintu. “Maaf Bude lagi di dapur,” kataku sesaat setelah membuka pintu. “Ini aku

  • SUAMI BERSAMA   4

    “Tari, laporanku yang kamu minta kemarin, sudah selesai belum?” Sika, sahabatku sejak kecil sekaligus teman sekantorku sudah berdiri di sampingku, tidak lupa ada camilan di tangannya. Kedatangannya ke mejaku itu tanda kalau bos tidak ada di tempat jadi anak-anak ada waktu sebentar untuk sekedar meluruskan punggung. “Belum aku pegang sama sekali Ka.” “Ampun, mau aku bantu nggak?” “Sudahlah jangan suka kasih harapan palsu.” “Ha...ha…ha, namanya juga basa-basi biar kelihatan baik hati.” “Prettt lah kau.” “Eh iya besok anak-anak pulang kantor mau mampir ke tempatnya Pak Brewok, udah tau belum?” “Ya…tapi aku nggak bisa.” “Awww…sakit woy,” lanjutku sembari mengibaskan tangan Sika yang mencubit pipiku. “Tari....anak-anak anda itu sudah besar loh sekarang, kalau kamu telat sebentar sampai rumah juga nggak ada masalah. Meraka kan bisa jajan makanan sendiri kalau kamu belum siapkan makanan buat mereka. Ini acara pakai duit kas kita jadi jangan mau rugi dong..” Sika duduk

  • SUAMI BERSAMA   3

    Sudah jam sepuluh malam, Mas Tris belum juga pulang, makan malam yang sudah aku siapkan dari tadi sudah tidak hangat lagi. Berkali-kali aku menguap, mataku terasa lengket sekali tapi aku sudah berniat menunggu Mas Tris pulang. Akhirnya aku menyerah, aku menutup pintu rumah, badan dan pikiranku sudah sangat lelah. Baru saja aku mau masuk ke dalam kamar, suara motor Mas Tris terdengar, aku buru-buru kembali ke ruang tamu untuk membuka pintu. Tidak ada salam yang terucap, Mas Tris langsung masuk saat aku membukakan pintu, aku mengikutinya dari belakang. “Mau dibikinkan teh hangat Mas?” tanyaku saat Mas Tris sedang mengganti bajunya. “Nggak usah,” jawabnya singkat, dia langsung berbaring di tempat tidur. Sikap dingin Mas Tris memaksaku untuk mengalah walaupun sebenarnya masih ada seribu tanya di hatiku. Mas Tris memang tidak akan mempan diberi serangan karena dia punya jurus pertahanan yang kuat, dia betah berlama-lama perang dingin dengan istrinya sendiri. “Aku minta maaf Mas,

  • SUAMI BERSAMA   2

    Hari ini aku sengaja izin setengah hari dari kantor, hati dan perasaan yang penuh tanda tanya membuatku tidak tenang bekerja. Hampir satu jam perjalanan dengan motor akhirnya aku sampai ke sebuah rumah joglo mewah di tengah kota. Aku diminta menunggu sebentar karena pemilik rumah masih bersama tamu yang lain. Keadaan rumah ini ternyata belum banyak berubah, rumah ini adalah rumah yang bertahun lalu pernah aku datangi. “Maaf, mbak berdua ini betul keluarganya Trisno?” tanya nyonya pemilik rumah saat itu, nada bicaranya khas orang berada yang sedang menunjukkan kelasnya. Wajahnya masih terlihat cantik di usianya yang mungkin sudah lebih dari setengah abad, duduknya tegak, pandangannya fokus pada lawan bicara. “Ini Mbak Asri kakak kandung Mas Tris, dan saya Lestari istrinya Mas Tris,” jawabku memperkenalkan diri. “Oh...kamu Lestari, bagaimana keadaan kamu? Sehat-sehat kan? Apakah sudah merasa lebih baik sekarang?” “Saya…alhamdulillah sehat, saya baik-baik saja Bu.” “Maaf kalau

  • SUAMI BERSAMA   1

    “Kemarin Mas Tris sendiri yang bilang kalau bulan ini sepi, uang yang ada tinggal buat modal sama ongkos jalan, terus kenapa tiba-tiba ada amplop itu. Itu uang dari mana Mas?” “Uang dari mana katamu? Pertanyaan macam apa itu? Aku tiap pagi berangkat dari rumah itu menurut kamu aku ke mana? Nongkrong? Touring?” Nada bicara suamiku sedikit meninggi walaupun dia sedang asyik megepulkan asap rokoknya dan tangannya sibuk dengan handphone.“Mas, lima juta itu bukan uang yang sedikit Mas.”“Terus kenapa? Masih kurang?”“Mas, sudah dua tahun ini Mas mengerjakan semuanya sendirian tanpa pembantu, etalase dan rak banyak yang kosong karena utang kita pada supplier menumpuk. Belum lagi utang kita di luar sana, sudah berapa banyak utang kita yang sudah lunas Mas? Satu lagi, coba tolong ingat baik-baik berapa banyak yang selama ini Mas bisa berikan untuk kebutuhan keluarga kita? Sekarang Mas bawa amplop dengan uang sebanyak ini, bukankah sudah sewajarnya aku bertanya uang ini dari mana?”“S

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status