"Arlando, jawab yang jujur! Apa kamu serius ingin menikah dengan Qeiza?!" tanya Papi menatap tajam putranya.
"Iya!" Arlando langsung menjawab dengan tegas. "Aku akan menikahi Qeiza Noura!""Menikah bukan karena ancaman Papi?!" tanya Tuan Theo menatap tajam putranya.Arlando langsung menelan ludah sebelum menjawab. "Ancaman apa?! Aku tidak mengerti!" ucapnya pura-pura. "Lalu, bagaimana dengan kedua orangtua Qei sendiri?!" tanya Papi. "Apa kamu sudah bicara dengan mereka?!"Arlando sejenak tertegun sebelum menjawab. "Itu masalah gampang, setelah minta restu di sini, aku dan Qei akan minta restu di sana."Qeiza langsung melihat Arlando. "Luar biasa si Arlando aktingnya. Andai ada penghargaan berbohong, pasti dia sudah jadi juara! Hi-hi-hi," hati Qeiza terkikik sendiri."Arlando, putra kesayangan kita berdua," ucap Mami. "Bagaimana mungkin, kami bisa percaya kalian ingin menikah? Bukankah selama ini, kalian tidak pernah bertemu! Bagi kami, itu hal yang lucu!"DEG!Arlando dan Qeiza tertegun. Apa yang dikatakan Mami memang masuk akal, tapi bukan Arlando namanya jika tidak punya jawaban. "Jodoh itu tidak tahu kapan datangnya Mam. Mungkin selama ini aku dan Qei tidak pernah bertemu, tapi lihat, Tuhan mempertemukan kita berdua lagi dan aku tidak mau kehilangan Qeiza untuk yang kedua kalinya. Maka dari itu, aku ingin menikahi Qeiza Noura."Kembali Qeiza dibuat takjub dengan jawaban Arlando. "Luar biasa nih bocah! Ck, ck, ck, hebat Arlando!" hati kecil Qeiza bicara sendiri.Papi melihat sinis putranya. "Apa bukan karena ancaman Papi yang akan mencabut semua fasilitas mewah kamu dan juga mengambil perusahaan yang kamu pimpin itu?!""Bukan karena itu!" jawab Arlando. "Aku ingin menikahi Qeiza karena aku mencintainya," ucap Arlando menatap wajah Qeiza yang duduk di sampingnya. SEER!Hati Qeiza langsung berdesir begitu mendengar apa yang dikatakan Arlando. "Ya Tuhan, ada apa dengan hatiku ini? Sadar Qeiza, sadar! Semua ini hanya sandiwara, Arlando tidak bersungguh-subgguh!" "Cinta?!" tanya Papi. "Tahu apa kamu tentang cinta? Pacaran saja tidak pernah!" Papi semakin memojokkan putranya.Arlando menatap manis Qeiza. "Setelah bertemu dengannya, aku tahu apa itu cinta. Di matanya, aku bisa melihat apa arti cinta."Qeiza lagi-lagi menelan ludah, ucapan Arlando sungguh gombalan playboy kelas kakap. "Sudah gila si Arlando, bicara bagai pujangga!"Papi tiba-tiba tertawa terbahak. "Ha-ha-ha. Kamu pikir Papi akan percaya begitu saja?! Jika kamu laki-laki sejati, buktikan ucapanmu!"Arlando menatap bingung Papinya. "Maksudnya apa?!"Tawa Papi kembali berderai. "Ha-ha-ha. Dasar bodoh!" ledeknya. "Lama-lama, Papi ambil semua perusahaan dari tanganmu, punya otak cuma jadi isi kepala saja!" Papi kemudian berdiri. "Ayo Mam, kita ke kamar. Pinggangku sakit terlalu lama duduk, Papi ingin rebahan."Tanpa diminta dua kali, Mami berdiri. "Qeiza, Tante masuk dulu. Anggap saja di rumah sendiri. Kalau perlu apa-apa, minta ke Arlando."Qeiza langsung berdiri. "Iya, Tante. Terima kasih.""Mam, maksud Papi apa?!" Arlando masih tidak mengerti dengan kalimat Papi yang tadi."Pikir sendiri! Pakai otaknya!" jawab Mami langsung pergi menyusul suaminya yang telah pergi lebih dulu.Hati Qeiza begitu lega setelah kedua orangtua Arlando pergi, tubuhnya langsung dihempaskan ke sofa. "Ya Tuhan, leganya."Berbeda dengan Arlando yang masih diliputi kebingungan. "Qeiza, apa kamu mengerti dengan apa yang dikatakan Papi tadi?!"Qeiza mendorong kepala Arlando pelan. "Dasar bodoh! Masa begitu saja tidak mengerti!" ucapnya kesal. "Dasar otak udang!"Tak lama kemudian, Bibi datang dengan tangan membawa nampan berisi dua gelas juice jeruk dan toples kecil. "Bibi," sapa Qeiza. "Masih ingat denganku Bi?!" tanyanya."Tentu saja ingat Neng!" jawab Bibi sambil menaruh gelas ke atas meja. "Neng Qeiza yang waktu kecilnya sering ingusan itukan?!" Qeiza langsung merengut. "Ih, Bibi! Kok yang diingatnya ingus sih?!"Arlando tertawa. "Ha-ha-ha. Memang ingus kamu yang paling berkesan!"Wajah Qeiza semakin merengut. "Menyebalkan! Di rumah ini yang diingat tentangku hanya ingus!" Qeiza kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. "OMG! Saking tegangnya, aku tidak menyadari ruangan ini tidak berubah sama sekali.""Bi," panggil Arlando. "Apa ada tamu yang datang mencariku?!" "Tidak ada Tuan muda," jawab Bibi. "Tapi tadi sepertinya ada telepon dari kantor menanyakan Tuan muda."Arlando langsung melihat ponselnya. "Pantas telepon ke rumah, ponselku mati." Arlando lalu berdiri. "Qei, aku mau ke kamar. Kamu mau ikut atau tunggu di sini?!""Ikut!" Qeiza langsung berdiri. "Aku ingin melihat kamarmu?!"Arlando kemudian pergi menuju kamar pribadinya di lantai dua diikuti Qeiza dari belakang."Kamarmu luas banget," ucap Qeiza begitu kakinya menginjak lantai kamar Arlando. Nampak sebuah tempat tidur berukuran king size berada ditengah-tengah ruangan serta beberapa aksesoris menghias kamar. "Kamu tidur sendiri di sini?!""Pertanyaan bodoh apa itu?! Tentu saja aku tidur sendiri!" jawab Arlando ketus.Qeiza mendelik. "Aku hanya bertanya. Bisa enggak sih, jawabnya biasa saja!" Arlando kemudian membuka jaket yang dipakainya, melemparnya begitu saja ke atas tempat tidur lalu pergi ke arah pintu yang berada di sudut ruangan. Tak lama kemudian, terdengar suara air dari dalam.Qeiza membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Empuk banget!" Satu menit, dua menit, Arlando tak kunjung ke luar dari kamar mandi. Qeiza yang telentang di atas tempat tidur merasakan matanya mengantuk, suhu ruangan yang dingin serta kasur yang empuk membuat Qeiza perlahan menutup mata pergi ke alam mimpi.Tak lama kemudian Arlando ke luar dari kamar mandi dalam keadaan tubuh memakai bathrobe serta rambut basah. Datang mendekati Qeiza yang tidur telentang. Diperhatikannya baik-baik wajah Qeiza lalu tatapan Arlando menyusuri tubuh dan berhenti pada paha mulus yang tertutup rok mini hitam berempel. Seketika, dia merasakan tubuhnya menegang!"Shit..."lirih Arlando tanpa sadar.Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami