Marisa hanya terdiam membisu melihat tingkah sang ibu, mengapa Bu Minah seperti senang melihat anaknya kesusahan. Bagai menari di atas penderitaan anaknya sendiri."Mar, apa kamu tidak bosan hidup dalam kemiskinan dan kelaparan. Ibu tahu Nak, kamu menjalani rumah tangga dengan suamimu selalu kekurangan. Apa kau tidak ingin menggugat cerai Dio. Percuma kau menikah tapi kau menderita seperti ini. Ibu sakit Nak melihat anak perempuan ibu kelaparan, kedinginan dan kekurangan," rintih Bu Minah menumpahkan isi hatinya begitu detail, sandiwaranya begitu sempurna memberi arahan yang memang salah.Bu Minah menatap anak cikalnya dengan penuh kasih sayang. Lalu Ia berbicara sambil melangkah mengelilingi kediaman Marisa yang berdiri lemah dengan kepala menunduk."Sudahlah Nak. Kau tinggalkan saja tukang cendol itu. Masih banyak lelaki diluar sana yang mau menikahimu. Memberimu makan dan baju yang layak, serta menjadikanmu perempuan berwibawa. Bukan seperti gembel begini," lirih Bu Minah mengolok-o
"Sayang Tante punya baju bagus banget loh. Kamu pake ya. Yuk ganti dengan yang bagus. Dan buang baju lusuh sudah tidak layak pakai ini," perintah Keke pada Tasya yang sedang berdiam diri di ruang tamu. Keke membawa gaun dres anak perempuan berwarna pink dengan tali pita di pinggang. Sangat cocok. Apalagi Tasya anak yang cantik dan manis menambah karismanya terpancar."Waw, bagus banget Tante," kata Tasya sambil melihat dirinya yang begitu cantik di pantulan kaca."Gimana kamu suka 'kan sayang. Kalau Tasya suka, Tasya pake aja. Tapi, Tasya janji ya jangan bilang-bilang kalau gaun ini dari Tante. Entar kalau ada yang nanya atau Ibu Marisa nanya. Tasya jawab aja dibeliin Papa," pesan sang Tante."Baik Tante. Aku suka banget soalnya," ucap Tasya sambil tersenyum sumringah dengan hadiah yang diberikan Tantenya itu."Ya sudah Tasya pake aja ya, gak usah diganti lagi. Tante mau mandi duluan. Daah anak manis," pamit Keke pada keponakan sambungnya itu.Keke melangkahkan kaki seraya pergi menja
Sedangkan Keke menyaksikan sang Kakak yang di amuk oleh Bu Santi. Tampak ada kegembiraan di wajahnya karena rencananya untuk menjebak Tasya berhasil sempurna.Renca ini di lakukannya ialah supaya Marisa merasa miskin hidup bersama tukang cendol itu hingga akhirnya Marisa akan menyerah dan berpisah dengan Dio."Gimana, Bu. Rencana aku bagus 'kan?" tanyanya pada Bu Minah yang sama-sama sedang menyaksikan Marisa bersedih di balik dinding yang terbuat dari anyaman bambu."Bagus banget Ke. Setelah ini pasti Kakak kamu akan menyarah hidup di dalam kemiskinan dan kelaparan terus menerus dan akhirnya minta cerai deh sama si dekil," ucap Bu Minah."Ya sudah Ke. Ngapain kita masih disini, kita jalan-jalan beli bakso. Ibu sudah lapar lagi," ajak Bu Minah pada si bungsu kesayangannya.***"Bu,gimana kita jadi beli telur ke warung?" tanya Tasya."Jadi Sya." Marisa meraba selembar uang yang tinggal 10 ribu lagi di dalam sakunya. Mereka pun berlalu pergi untuk membeli telur dan berniat akan mengutan
'Apa Andio! Kenapa namanya sama dengan Mas Dio. Atau mungkin hanya kebetulan saja sama, tidak mungkin juga Mas Dio mengenali wanita paruh baya itu. Kelihatannya ia orang berada," batin Marisa menebak.Marisa menuntun lagi tangan mungil anaknya, dengan secepat mungkin segera pulang kerumah.Wanita Paruh baya itu menoleh kebelakang untuk melihat wajah Tasya barusan. Memastikan bahwa itu bukan Tasya cucunya yang telah hilang."Angga entah kenapa aku seperti bertemu dengan cucuku Tasya. Wajah anak kecil tadi memang mirip dengan Tasya cucuku. Apa jangan-jangan memang benar," kata wanita paruh baya memastikan."Tidak mungkin Kak Sonia. Dia bukan anak Dio. Nama Tasya di dunia bukan hanya yang tadi, kalau oun Tasya disini pasti bersama Dio bukan dengan wanita yang tadi," pungkas Angga adik kandung dari Omah Sonya."Tapi angga, ada sedikit perbedaan saat aku bertemu dengan anak kecil tadi. Rasanya seperti bertemu dengan cucuku sendiri," ungkap Omah Sonya."Mungkin Kakak hanya sedang merindukan
"Senang bertemu denganmu Marisa," kata Kania menatap dengan sorot tatapan yang susah diartikan. Terlihat kecut dan kecewa."Aku juga Kania senang bisa bertemu denganmu," jawab Marisa."Dio, Mar kalau gitu aku duluan ya, ada urusan mendadak soalnya," pamit Kania."Loh Kania. Baru juga kita ketemu kamu sudah mau pergi begitu saja. Semoga di lain waktu kita bisa kembali ya," ucap Marisa ramah."Iya."Kania lagi-lagi harus menerima kekecewaan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dulu dia harus dikalahkan dengan temannya Salsabila -istri pertama Dio, yang sudah bercerai 5 tahun yang lalu. Dan kali ini Kania harus dipertemukan dengan wanita lain lagi yang hadir mendampingi lelaki bertubuh ideal itu.Langkah kaki Kania begitu loyo, dengan perasaan yang amat kacau."Sial benar-benar sial! Lagi-lagi aku harus dikejutkan dengan istri barunya si Dio. Akan lebih sulit lagi untuk ku singkirkan. Semuanya bangsat!." Kania murka.Kania menoleh secara diam-diam memperhatikan dari kejauhan kediaman
Tujuan Kania mengunjungi rumah Marisa dan Dio, karena Kania ada maksud tertentu. Sehingga terpaksa harus terlihat baik dan ramah.Seketika membuat Keke terperangah saat kedatangan Marisa membawa seorang wanita yang tidak di kenalnya.'Kalau dilihat dari penampilannya sih itu pasti orang kaya, tapi siapa dia? Mana mungkin orang kaya mau berteman dengan Kak Marisa yang miskin ini,' batin Keke di balik kamar memperhatikan Kania. Keke segera menghampiri wanita yang sedang duduk di ruang tamu dengan Tasya. Keke melihat ada tas bagus yang di bawa oleh wanita itu. Seketika bibir Keke tersenyum sinis."Hai, aku Keke. Adik dari Kak Marisa. Kakak pasti orang kaya 'kan," tebak Keke pada Kania yang sedang menghempaskan pantatnya di kursi bambu yang sudan reod.Kania bertumpang kaki sambil sibuk dengan ponsel di tanganya. Sejenak Kania menyimpan ponselnnya lalu menoleh Keke."Owh. Aku Kania, memang aku orang kaya. Tapi aku bukan temen Kakakmu itu, Kakakmu tidak cocok harus berteman dengan aku, wan
"Dio! Mana ibu pinjam uang untuk belanja hari ini!," pinta sang mertua kepada Dio yang tak sengaja bertemu di tepi jalan.Bu Minah menengadahkan sebelah tangannya memaksa meminta uang kepada menantunya yang sedang berjualan cendol."Bu, Dio belum juga ada pembeli. Baru juga berangkat," tampik Dio."Heh Dio! Masa iya dari tadi kamu jualan kagak laku-laku sih! Dasar tidak berguna kamu jadi menantu! Bisanya cupa ngebebanin aja. Kalau saya gak belanja tiap hari mau makan apa kamu dan keluarga yang harmonis alias melarat ini! Bikin jengkel saja, kenapa gak ceraikan saja anak saya!" gerutu Bu Minah pada sang menantu.Dio hanya menundukan kepala sambil mencoba tak menggubris gerutu sang mertuanya itu."Iya maaf Bu. Abis mau gimana lagi kalau sekarang Dio memang belum ada pembeli," ungkap Dio sambil mengelap gerobaknya yang terlihat kotor."Kamu itu emang gak bisa diandalkan jadi menantu. Heran aku sama si Marisa, mau maunya menikah sama tukang cendol. Padahal anakku cantik gak sepadan sama s
"Apa kamu sudah lupa Mas. Kemarin kamu bilang aku dan Tasya jangan kesini karena panas matahari yang begitu terik! Tapi nyatanya apa?! Hari ini aku tidak kesini tapi kamu malah berduaan sama Kania, Mas," rintih Marisa kecewa."Mar, ini salah paham. Tadi aku dan Kania hanya bercanda saja tidak lebih." Dio menjelaskan."Iya Dio benar Mar. Mana mungkin juga aku bisa cinta dengan sahabat ku. Apalagi Dio sudah punya istri yaitu kamu." Kania mencoba meyakinkan."Bacot! Kalian semua memang pendusta yang hebat! Tepuk tangan yang meriah sudah melukai hati Kakaku ini," sahut Keke kembali memanaskan hati sang Kakak.Marisa melenggang kecewa. Ia pergi menjauh dari kediaman Dio dan Kania serta Keke masih nyerocos tak jelas."Mar!" panggil Dio.Tapi Marisa tak menghiraukan istrinya yang terus berlalu secepat mungkin. Ada rasa cemburu bercampur rasa kecewa dengan sang suami yang telah membohonginya.Andai saja Dio tak melarang Marisa mungkin tak akan sesakit itu.Marisa benar-benar dilanda frustasi.