Share

SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS
SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS
Author: TrianaR

1. Alasan Sebenarnya

Author: TrianaR
last update Huling Na-update: 2024-11-15 22:07:25

"Pengantin lelakinya mana? Belum datang juga?" Suara kasak kusuk para pengunjung terdengar. Mereka saling berbisik dan bertanya heran.

"Coba hubungi, Pak. Apa ada kendala macet atau karena apa? Kenapa belum datang juga padahal penghulu dan yang lainnya sudah datang?!" tukas ibu dengan raut wajah panik.

"Iya, Bu, sebentar. Ibu tenangkan Dewi ya."

Ibu mendekat ke arahku dengan tatapan cemas. Meski berusaha tenang, aku tahu betul ibu tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Nak, Dewi ...." Suara ibu tertahan. Aku segera mengambil ponsel dan menghubungi nomor Mas Gala. Tersambung tapi tak kunjung diangkat. Rasa khawatir kembali menelusup dalam dada. Apa terjadi sesuatu dengannya?

Namun tiba-tiba sebuah pesan yang dikirimkan oleh Mas Gala membuat tubuhku lemas seketika.

[Maafkan aku, Dewi, aku tak bisa melanjutkan hubungan ini. Pernikahan kita batal. Aku tak sudi punya istri yang sudah tidak pe-ra-wan. Gelar doang gadis, tapi ternyata bekas orang. Cuih. Murahan!]

Deg! Jantung berpacu dengan cepat. 'Kenapa tiba-tiba sekali? Apa maksudnya Mas Gala mengirim pesan seperti ini?'

Aku membalas pesannya dengan cepat. [Apa maksudmu, Mas?]

[Aku gak nyangka ya, ternyata kamu serendah itu. Selama kita pacaran, kamu bahkan tidak mau disentuh olehku. Tapi ternyata kamu malah main belakang dengan pria lain! Kecewa banget aku sama kamu, Wi!]

Tak lama ia mengirimkan foto-fotoku bersama seorang pria yang tak kukenal. Entah dari mana Mas Gala mendapatkan itu.

[Mas, kok kamu bilang begitu. Itu semua tidak benar, Mas] Aku membalasnya dengan cepat

[Jadi kamu akan bilang kalau itu editan hah? Sudah kuduga!]

[Tolong datang ke sini, kita bisa bicarakan baik-baik, jangan tiba-tiba membatalkan secara sepihak dengan alasan gak jelas! Jangan fitnah aku, Mas!] Balasku lagi.

Namun, pesan terakhirku itu tidak terbalas, bahkan chat wa nya centang satu, foto profilnya pun kosong, sepertinya Mas Gala sengaja memblokir nomorku.

Ingin rasanya kuremas handphone saat ini juga. Aaargghhh! Aku berteriak histeris. Kebaya pengantin dan make up yang sudah kukenakan ternyata percuma, sia-sia.

Embun tebal mulai menggenang di mataku, berusaha menahan gejolak emosi yang menderu. Kata-kata Mas Gala seolah memu .kul jantungku dengan keras, hingga seluruh tubuhku rasanya lemas. Aku berusaha mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi situasi yang sangat memalukan ini.

"Dewi, ada apa, Nak?" tanya ibu dengan suara bergetar, mendekat dengan cepat.

Aku menunjuk ponselku, menunjukkan pesan yang baru saja masuk. Ibu membacanya, dan ekspresi wajahnya berubah dari panik menjadi kemarahan yang mendalam.

"Dasar tidak beradab!" serunya. "Bagaimana dia bisa mengatakan hal seperti itu?"

Tak lama Bapak juga datang mendengar seruan ibu. Lelaki paruh baya itu tampak bingung melihatku menangis. Bapak memijat pelipisnya pelan.

"Kurang ajar! Dasar laki-laki tak bertanggung jawab!" umpatnya penuh amarah.

"Bagaimana ini, Bu, Pak? Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyaku, berusaha menjaga nada suara agar tetap stabil meskipun hati ini terasa hancur.

Ibu hanya memeluk tanpa berkata-kata. Ia mengusap punggungku dengan lembut. "Sabar ya, Nak. Bapak dan ibu akan pikirkan caranya."

"Tapi pasti ibu dan bapak akan menanggung malu karena acaranya batal," ucapku pelan sambil tertunduk lesu.

"Itu lebih baik dari pada kamu harus menikah dengan pecundang macam dia!" tukas Bapak. Ekspresi wajahnya tampak geram dan marah.

Bapak bergegas pergi meninggalkan kami.

Tetiba Teh Wita berjalan tergopoh-gopoh menghampiri kami.

"Gawat, Pak, Bu, gawaaatt!" ucapnya dengan napas terengah-engah.

"Ada apa, Teh Siti?" tanya ibu bingung.

"Anu si Mas Gala .... Mas Gala ...."

"Mas Gala kenapa, Teh?" tanyaku penasaran.

"Mas Gala ada di rumah Geni," sahutnya lagi.

Aku mengerutkan kening tak mengerti. "Maksudnya gimana, Teh?"

"Rombongan Mas Gala gak kesini Mbak Dewi, itu karena mereka ke rumahnya Geni. Katanya mereka lamaran!"

Deg! Jantung kembali berdetak dengan cepat mendengar berita itu.

"Siapa yang lamaran?"

"Mas Gala sama Geni."

Aku menggeleng dengan cepat. Tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Teh Siti. Segera kulepas sandal dan berlari keluar kamar.

"Dewi, kamu mau kemana, Wi? Dewiiii ....!" panggil ibu.

Aku terus berlari melewati tatapan orang-orang yang penuh tanya. Terus berlari menuju ke rumah Geni yang jaraknya 13 rumah dari rumah orang tuaku.

Panas dan kekalutan menyelimuti pikiranku. Aku terus berlari dengan napas terengah-engah, tidak mempedulikan rasa lelah yang menghampiri tubuhku. Tak memedulikan terik mentari yang mulai menyengat. Jarak yang seharusnya terasa dekat kini seakan semakin jauh. Kepalaku berdenyut-denyut, memikirkan kemungkinan terburuk yang terjadi.

Sesampainya di depan rumah Geni, napasku terengah-engah dan hampir tidak bisa berdiri. Dengan sisa tenaga yang ada, aku mendekat ke rumah yang pintunya terbuka dan tampak ramai oleh orang-orang.

Seketika membeku saat benar-benar melihat Mas Gala melingkarkan cincin ke jari manis Geni. Gadis itu juga dirias dengan cantik. Aku tak tahu kenapa akhirnya jadi seperti ini.

"Jadi ini alasannya kamu membatalkan pernikahan kita, Mas?" tanyaku dengan suara bergetar.

Semua mata menoleh ke arahku. Tampak raut terkejut dari keduanya. Gala dan Geni. Hatiku hancur seketika. Semua rasa sakit dan nyeri bercampur padu jadi satu, membuat lidah ini terasa kelu dan hampir tidak bisa berbicara.

"De-dewi??" ucapnya dengan wajah pias.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   49. Rencana Busuk

    Dewi menoleh, lalu mengangguk pelan. “Kalau bukan aku, siapa lagi yang bisa jagain Bapak?”Aksara muncul dari dapur, membawa handuk kecil dan air hangat di baskom. Ia tak banyak bicara, langsung duduk di lantai dan mulai membersihkan tangan Bapak dengan lembut. Gerakannya penuh kasih, penuh perhatian.“Biar aku bantu mandiin nanti,” ucapnya lirih.Ibu tak bisa menahan air matanya. Ia hanya bisa menatap menantunya dengan rasa syukur yang sulit diucapkan.Setelah semua beres, Dewi dan Aksara duduk di teras, menyeruput teh hangat. Angin pagi mengelus wajah mereka.“Mas … kamu pernah nyesel nikah sama aku?” tanya Dewi tiba-tiba, suaranya lirih.Aksara menoleh cepat. “Kenapa kamu tanya gitu?”“Soalnya aku kayak beban. Mas harus urus aku, keluarga aku, sampai kerjaan Mas juga mungkin terganggu …”Aksara menatap Dewi dalam-dalam, lalu tersenyum kecil.“Kalau harus balik ke masa lalu dan pilih lagi, aku tetap a

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   48. Pulang

    Mobil ambulans dari Rumah Sakit akhirnya berhenti di depan rumah. Dewi langsung bergegas keluar bersama Aksara.Dua petugas membantu menurunkan tandu. Di atasnya, seorang lelaki tua terbaring lemah. Wajahnya pucat, satu sisi mulutnya agak mencong, dan sorot matanya kosong sesekali berkedip pelan.“Bapak …” bisik Dewi pelan, suaranya tercekat.Bapak hanya memutar kepalanya perlahan ke arah suara Dewi. Mulutnya terbuka sedikit, mengeluarkan suara pelan, “Heh … ha … ho …”Dewi menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak.“Bapak pulang ya … Maaf ya, Pak, kami nggak bisa nyembuhin Bapak sepenuhnya,” ujarnya dengan suara bergetar.Aksara menguatkan pundaknya. Ia ikut membantu mengangkat tubuh sang Bapak dari tandu ke tempat tidur yang telah disiapkan. Di sudut ruangan, Ibu Dewi menyeka air mata dengan ujung kerudungnya. Ia duduk diam, menatap suaminya yang dulu penuh semangat mengurus ladang, kini hanya bisa terbaring.

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   47. Sandiwara

    “Nikahi aku,” ucap Geni, tanpa tedeng aling-aling.“Kamu tunjukkan ke semua orang kalau aku masih pemenangnya. Biar Dewi lihat. Biar semua orang lihat … kalau aku nggak kalah.”Gala memejamkan mata, lalu berdiri.“Lo gila. Ini bukan solusi, Gen! Lo bener-bener udah kelewat batas …”Geni ikut berdiri, wajahnya dingin tapi penuh tekanan.“Aku yang akan nutupin masalah kecelakaan ini, Mas. Aku yang bakal jaga rahasia itu rapat-rapat. Tapi sebagai gantinya, kamu harus balikin harga diriku. Mas Gala harus nikahin aku. Biar semua orang berhenti ngomongin tentang aku yang gagal nikah, dan ngomongin Dewi yang lebih beruntung."Gala masih menatapnya tajam“Kamu mau bebas kan, Mas Gala? Mau hidup tenang? Mau nggak dipenjara? Yaudah, tinggal nikahin aku. Aku bakal urus semuanya. Nama kamu bersih, rahasia aman. Dan aku dapat hidupku kembali.”Gala tertawa kecil, getir. “Hidup lo atau ego lo?”Geni mengangkat dagunya. “Sama a

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   46. Ketahuan

    Suara knalpot berisik, musik keras, dan aroma kopi instan bercampur dengan asap rokok memenuhi tempat tongkrongan di pojok jalan itu. Anak-anak muda tertawa seenaknya, tapi di salah satu sudut, Gala duduk sendiri. Kepalanya tertunduk, mata menatap kosong ke gelas yang tak disentuh. Tangan kirinya gemetar pelan. Nafasnya berat, dadanya seperti ditekan batu besar.Raka datang membawa dua gelas plastik berisi minuman. Ia mendekat dengan santai, tapi begitu melihat wajah Gala yang muram, langkahnya melambat."Bro, lu kenapa? Dari tadi kayak zombie. Nggak nyaut, nggak ngelirik. Lu abis berantem?”Gala nggak langsung jawab. Ia menarik napas panjang, tangannya mengepal.“Raka, gue nabrak orang.”Suaranya nyaris tak terdengar lirih, nyaris seperti bisikan.Raka terkejut. “Hah? Maksud lu? Lu serius?”“Gue... gue ikutin bapaknya Dewi. Gue cuma mau nakut-nakutin, sumpah. Tapi dia malah jatuh, kepalanya kebentur keras. Terus dia nggak ge

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   45. Ruang ICU

    Dewi menggenggam tangan Aksara kuat-kuat. “Dok, jadi Bapak saya belum sadar?”“Belum. Sejak dibawa ke sini, beliau dalam kondisi tidak sadar. Tapi kami akan lakukan yang terbaik. Mohon doanya.”Tak lama, pintu ruang UGD terbuka. Beberapa petugas mendorong ranjang menuju ruang operasi. Dewi dan ibunya menahan napas saat melihat tubuh Pak Basuki terbujur lemah di atas ranjang, kepala berbalut perban, wajahnya dipenuhi luka dan darah yang mulai mengering.“Pak …” bisik Dewi nyaris tak terdengar.Tanpa pikir panjang, Dewi dan ibunya langsung mengikuti di belakang brankar yang didorong petugas medis. Aksara menggandeng tangan Dewi erat, menyamakan langkah dengan keduanya.Suasana lorong rumah sakit terasa sunyi. Hanya bunyi roda ranjang yang berderit pelan dan desau napas tergesa yang terdengar. Beberapa perawat menyingkir cepat memberi jalan.Setibanya di depan ruang operasi, petugas berhenti. Seorang dokter bedah dan suster menyambu

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   44. Kritis

    “A-apa, Bu? Bapak... kecelakaan?” Suara Dewi mulai gemetar. “Tabrak lari?” Aksara langsung mendekat, menggenggam tangan Dewi yang mulai gemetar hebat. “Sayang, tenang. Gimana kondisi Bapak?” Dewi menahan napas, mendengarkan ibu di seberang sana yang menangis. “Bapak dibawa ke rumah sakit, katanya masih belum sadar ...” Air mata mulai mengalir dari mata Dewi. “Mas, kita harus ke sana sekarang.” Aksara mengangguk cepat tanpa banyak bicara. Ia langsung melepas apron, meraih kunci mobil dan jaket. “Kita berangkat sekarang. Kamu nggak sendiri, Sayang. Aku di sini.” Mata Dewi berkaca-kaca, menggenggam erat tangan suaminya. “Jangan lepasin aku ya, Mas, aku takut.” Aksara menariknya ke dalam pelukan. “Enggak akan. Aku janji.” Aksara menyalakan mesin mobil dengan cepat. Dalam hitungan detik, mobil melaju keluar dari tempat prkir, menembus gerimis yang mulai turun. Di kursi sebelah, Dewi m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status