Share

5. Kesal

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2024-11-15 22:13:51

Part 5

“Arrgghh! Sungguh menyebalkan! Kenapa tiba-tiba Mbak Dewi nikah sama Mas Aksara sih?!” gerutu Geni dengan sangat kesal.

“Malah dikasih barang-barang hadiah dan seserahan yang lengkap pula! Harusnya kan dia menderita bukan malah bahagia kayak gini!”

Geni berjalan mondar-mandir di ruang tamu, perasaannya begitu gelisah. Karena yang terjadi tak sesuai dengan rencananya. Kedua tangannya mengepal erat, amarahnya meluap-luap.

“Kalau kayak gini Mbak Dewi makin besar kepala! Dia pasti akan menghinaku kembali, ckk!”

Geni memanyunkan wajahnya, bibirnya terkatup rapat. Ia merasa tak habis pikir kenapa keberuntungan selalu berpihak pada kakak sepupunya itu.

Perempuan itu menghempaskan tubuhnya duduk di sofa. Ia mengambil ponsel ingin menghubungi Gala, dan segera membuka aplikasi whattsapp.

Namun matanya terpaku pada status WA Dewi yang baru saja muncul. Karena rasa penasaran, ia mengklik status WA kakak sepupunya itu

"Terima kasih, Mas Aksara. Aku gak nyangka kamu malah ngasih kejutan sebanyak ini." Tulis Dewi di status WA-nya dengan emoticon berkaca-kaca.

Lalu disertai foto-foto hadiah perabotan yang disusun rapi seolah tengah mengejeknya, begitu juga dengan foto pernikahan Dewi yang tampak begitu bahagia, seolah tak ada insiden buruk yang terjadi sebelumnya.

Geni mendengus kesal, entah kenapa hatinya perih bagai ditusuk ribuan jarum. Dadanya pun terasa begitu sesak.

"Itu seharusnya untuk aku!" gumamnya dengan penuh iri.

"Dia tidak layak mendapatkan kebahagiaan itu!" desis Geni sambil meninju bantal sofa dengan keras.

Beberapa bulan lalu, ia ingat betul saat terusir dari desanya sendiri gegara telah mengganggu Damay dan keluarganya. Bukannya Dewi membela, tapi justru memakinya.

“Emangnya kenapa kok bisa para warga ngejar kamu?” tanya Dewi sesaat setelah Geni datang ke rumahnya.

“Aku gak ngapa-ngapain, Mbak.”

“Gak mungkin kan kalau gak ngapa-ngapain! Kamu pasti sudah melakukan kesalahan! Ngaku saja deh!" tukas Dewi lagi.

"Jangan-jangan kamu ngehancurin hubungan orang lagi, iya? Astaga, Geni! Kamu itu masih muda kenapa harus jadi pelakor sih! Apa cuma itu keahlianmu?"

Geni hanya diam seribu bahasa, takut salah menjawab. Untunglah, saat ibu budhe-nya ikut membela, hingga tak

“Dewi, jangan bertanya-tanya terus, kasihan Geni, biar dia istirahat dulu,” ucap ibundanya menyela.

“Jadi untuk beberapa hari ke depan bulik kamu menitipkan Geni di sini. Dia akan tinggal bersama kita selama beberapa waktu sampai urusan rumah selesai,” jelas sang ibunda Dewi.

Kening Dewi mengernyit. “Urusan rumah, maksud ibu apa?”

“Ya, bulik kamu sama Geni mau jual rumah yang di sana, sambil cari rumah baru di lingkungan kita. Mereka mau pindah ke sini."

Dewi melongo mendengar ucapan sang ibunda.

Namun tak sampai disitu, yang membuat Geni muak, Dewi begitu bawel padanya, sering menyuruhnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang sangat membosankan.

“Kamu kan bisa kerja juga jangan malas-malasan terus seperti ini! Manfaatin masa mudamu jangan begini terus, kasihan ibumu, Geni!”

“Halaah, apaan sih kamu Mbak! Sok bijak! Baru juga jadi kasir toko, belum jadi staff kantor, sombong banget kamu, Mbak!”

“Dih, dinasehatin malah ngeyel.”

***

“Gen … Geniiii!!” sebuah teriakan membuyarkan lamunannya. Sang Ibunda berjalan tergopoh-gopoh menghampirinya. Nafasnya tampak terengah-engah.

“Ada apa, Bu?”

“Haduh, Gen, kenapa kamu malah pulang duluan sih, tadi ibu cari kamu di sana! Kamu tau gak kata sopirnya, barang-barang yang dibeliin si Aksara nominalnya mencapai 50 juta lebih!”

“Hah? 50 juta? Serius, Bu?”

Ibu mengangguk cepat.

Geni makin lemas saat mendengar nominal yang disebutkan oleh ibunya. Itu tidak mungkin kan?

“Sepertinya kamu juga harus minta seserahan yang lebih sama Gala, biar kita gak dipermalukan, Gen!”

“Iya, Bu, kemarin aku sudah diskusi kok. Lihat saja nanti, Bu. Aku yakin Mas Gala pasti mampu memberikan apa yang aku mau. Dia juga kan orang kaya."

Bu Wanda tersenyum dan manggut-manggut. "Hmmm, memang pinter anak ibu. Pokoknya kali ini jangan sampai gagal lagi ya!"

Geni mengangguk. Ia meraih ponselnya kembali dan langsung mengirimkan pesan pada Gala.

[Mas, nanti kalau kita nikah nanti seserahannya yang lengkap ya! Aku pengen springbed, meja rias, sofa, lemari pokoknya semua isi rumah. Biar gak kalah sama Mbak Dewi]

Tak berselang lama, Gala justru menghubunginya via video call.

"Hallo, Mas ..."

"Hallo, Geni, maksudmu apa tadi? Dewi dapat dari mana hadiah itu?"

"Dari suaminyalah."

"Suami?"

Geni tersenyum sinis saat melihat ekspresi bingung di wajah Gala di layar ponselnya.

“Iya, orang yang menggantikan posisimu dalam pernikahan Dewi."

Gala terlihat semakin bingung.

"Pokoknya, aku mau barang seserahannya yang banyak ya, Mas. Jangan sampai kalah dari Mbak Dewi."

"Hmmm ... kita lihat saja nanti," sahut Gala. Ia menghela napas panjang dan menutup video callnya.

Geni memandang sekeliling ruangannya dengan puas. “Ini akan menjadi permainan yang menarik. Dan aku tidak akan berhenti sampai semua orang tahu siapa yang sebenarnya lebih beruntung di sini,” bisiknya pada dirinya sendiri sambil tertawa kecil.

***

Dewi berjalan menghampiri Aksara yang turun dari motornya. Lelaki itu baru saja pulang dari toko. Ia memberikan paper bag berisi cake yang ada di toko.

"Aku bawakan kue untukmu."

Dewi tersenyum dan menyambut uluran tangan Aksara meski masih dengan perasaan canggung.

"Wah makasih ya, Mas."

"Hmmm ... ada untuk bapak dan ibu juga."

Dewi mengangguk. Ia berjalan berdampingan dengan suaminya masuk ke dalam rumah. Menghampiri bapak ibu dan berbicara dengan ramah.

Di dalam kamar ....

"Mas ..."

"Ya?"

"Terima kasih."

"Untuk apa?"

"Hadiahnya, Mas. Kenapa kamu beli perabotan banyak sekali? Itu untukku semua?"

Aksara tersenyum. "Iya, bukankah udah semestinya begitu? Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk istriku," ucapnya sembari mengusap kepala sang istri.

Dewi mengulum senyum.

Ting! Sebuah notifikasi pesan WA membuyarkan kebersamaan mereka. Dewi segera meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Raut wajahnya seketika berubah saat mendapati pesan dari Geni.

[Mbak Dewi, jangan gak tau malu ya, cepat balikin uang mahar dan seserahan yang diberikan Mas Gala! Pernikahan kalian kan udah batal! Jangan makan hak orang lain!]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   Part 63. END

    Beberapa Minggu Kemudian ...Toko Kue Aksara yang awalnya hancur lebur hanya sisa puing-puing kebakaran, kini mulai dibangun kembali. Dan berdiri lebih kokoh.Papan kayu bertuliskan “Renovasi – Segera Dibuka Kembali” kini sudah diganti dengan papan baru yang lebih besar dan elegan.“Grand Re-Opening – Toko Kue Aksara”Bangunan toko yang dulu hangus kini berdiri kembali, lebih cantik, lebih modern. Catnya berwarna krem hangat dengan jendela besar yang memajang deretan kue. Semua itu berdiri berkat bantuan modal dari Pak Arif yang tanpa ragu mengeluarkan tabungan dan menjual sebagian asetnya.“Papa nggak usah segitunya,” Aksara sempat menolak dulu.Tapi Pak Arif hanya menepuk bahunya sambil tersenyum. “Harta bisa dicari lagi, Nak. Tapi kerja keras dan impian kalian harus terus hidup. Ayah hanya ingin lihat kalian bahagia.”Hari pembukaan toko, suasana begitu meriah. Balon warna-warni menghiasi pintu, banner promosi “Beli 1 Gratis 1” terpampang jelas, dan stand kecil di depan menyediaka

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   Part 62

    Ruang Sidang – Siang HariRuangan penuh sesak, wartawan berjejer dengan kamera, keluarga korban duduk di bangku pengunjung. Dewi menggenggam erat tangan Aksara yang masih tampak lemah tapi berusaha tegar. Arjuna duduk di sisi mereka, wajahnya tegas, sementara Pak Arif, Bu Rini, dan keluarga Dewi duduk di belakang, menatap penuh emosi.Hakim memasuki ruangan. Semua berdiri, suasana hening.“Sidang perkara pembakaran dan percobaan pembunuhan dengan terdakwa Gala Saputra dan Geni Larasati, dinyatakan dibuka kembali,” ucap hakim dengan suara mantap.Gala dan Geni digiring masuk dengan borgol di tangan. Gala masih berusaha menegakkan kepala dengan tatapan menantang, sedangkan Geni hanya menunduk, wajahnya pucat pasi.Jaksa penuntut membacakan tuntutannya dengan tegas:“Bahwa kedua terdakwa secara sah dan terbukti melakukan perencanaan untuk membakar toko milik korban, yang mengakibatkan kerugian besar, trauma psikologis, dan hampir merenggut nyawa korban Aksara. Tindakan tersebut memenuhi

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   Part 61

    Dewi menunduk, mencium tangan Aksara sambil terisak. “Mas… kita selamat. Kita bisa mulai lagi. Yang penting Mas sehat dulu.”Arjuna meraih bahu saudara kembarnya dengan lembut.“Aku janji, Sa. Mulai sekarang aku gak akan biarin ada orang lagi yang nyakitin kamu dan Dewi," ucap Arjuna, suaranya bergetar karena menahan emosi***Keesokan Pagi – Ruang Rawat AksaraMatahari baru naik, sinarnya menembus tirai tipis rumah sakit. Suasana ruang rawat Aksara lebih hangat pagi ini. Dewi masih setia di samping ranjang, sesekali membetulkan selimut suaminya. Bella duduk di sofa kecil sambil memainkan ponselnya, sementara Pak Arif berdiri memperhatikan televisi kecil yang menempel di dinding.Tiba-tiba, layar TV menampilkan berita terbaru. Suara penyiar terdengar jelas:“Pemirsa, berita mengejutkan datang dari kepolisian kota. Dua pasangan muda yang tengah pesta pora di vila sewaan, Gala Saputra dan Geni Larasati, resmi ditangkap setelah diduga menjadi dalang di balik kasus pembakaran sebuah toko

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   Part 60

    Arjuna melangkah cepat ke ruang tunggu. Pak Arif dan Bella yang sejak tadi resah langsung berdiri. Dewi, dengan wajah lelah penuh cemas, menghampiri begitu melihat tatapan Arjuna yang serius.“Gimana, Mas? Ada hasilnya?” tanya Dewi terbata.Arjuna menarik napas dalam, lalu menatap satu per satu. “Dalangnya sudah ketahuan.” “Siapa?” tanya Pak Arif.“Gala,” jawab Arjuna tegas.Hening seketika. Bella menutup mulutnya, tak percaya. Dewi melotot kaget, tubuhnya goyah. “Mas Gala…?"Arjuna mengangguk pelan, rahangnya mengeras. “Aku dengar langsung dari mulut orang suruhannya. Mereka gak mungkin bohong, karena bukti udah kuat. Gala yang bayar mereka buat bakar toko.”Dewi menunduk, air matanya mengalir. “Astaga… jadi benar ada yang mau hancurin kita…”Pak Arif mengepalkan tangan, nadanya berat. “Kurang ajar. Dia bukan cuma hancurin bisnis Aksara, tapi udah main api sama nyawa kalian.”Tiba-tiba suara lirih terdengar dari ranjang. “Dewi…”Semua serentak menoleh. Aksara membuka mata perlahan

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   Part 59

    Kantor Polisi – Ruang InterogasiLampu neon putih menyala redup. Di tengah ruangan sempit itu hanya ada meja kayu dengan dua kursi berhadapan. Kedua pria yang tadi ditangkap sudah duduk dengan tangan diborgol ke meja. Wajah mereka kusut, masih ada sisa bau alkohol yang menyengat.Seorang polisi senior, Kompol Rendra, masuk ke ruangan dengan map tebal di tangannya. Arjuna ikut di belakang, bersandar di dinding sambil menyilangkan tangan. Tatapannya tajam, penuh emosi yang ditahan.“Baiklah,” Kompol Rendra membuka map. “Kalian berdua ditangkap saat mabuk di bar. Kami punya rekaman CCTV di sekitar lokasi toko kue yang terbakar. Wajah kalian jelas terekam. Jadi berhenti pura-pura bodoh.”Pria pertama mendengus, mencoba terlihat tenang. “Kami cuma lewat, kebetulan aja ada di sana.”Kompol Rendra menghantam meja dengan telapak tangan, membuat keduanya tersentak. “Jangan main-main! Ada saksi yang lihat kalian lari setelah api membesar!”Arjuna maju selangkah, mencondongkan tubuh. Suaranya da

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   Part 58

    Arjuna mondar-mandir di parkir rumah sakit, sambil memegang ponsel dan berbicara dengan polisi. Tangannya mencatat setiap detail dari rekaman CCTV dan keterangan saksi, namun wajah pelaku masih misterius.“Pak Polisi, kita belum tahu siapa mereka. Saya perlu semua informasi kendaraan yang lewat di sekitar toko malam itu, siapa pun yang terlihat mencurigakan,” ujar Arjuna tegas.Beberapa menit kemudian, pihak kepolisian mengabari bahwa ada satu mobil pickup yang parkir dekat toko sekitar pukul 02.30 pagi. Dua orang keluar, wajah mereka tertutup topi dan jaket tebal. Mereka membawa sesuatu yang tampak seperti alat pemicu kebakaran. Polisi belum bisa mengenali identitasnya.Arjuna menatap layar ponsel, wajahnya serius. “Jadi kita belum tahu siapa mereka. Tapi saya yakin mereka pasti orang suruhan. Kita harus gali lebih dalam, cari pola dari kendaraan, jalur yang ditempuh, dan saksi sekitar.”Ia mulai menghubungi toko-toko sekitar untuk menanyakan apakah ada orang atau mobil mencurigakan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status