“Cepetan Biru! Kamu ini dandannya lama sekali!”
“Sabar Pak. Ini sebentar lagi selesai.”
“Lagian ya kamu dandan lama pun tidak akan merubah bentukan wajah kamu yang biasa saja itu!”
Biru yang sedang memoles bibirnya dengan lipstik berwarna merah cabe itu sampai tak fokus karena mendengar kekesalan Benua.
Seharusnya dia yang melontarkan kekesalan ke Benua, tadi sore pria itu menolak kedua wanita pilihannya begitu saja. Satu jam kemudian Benua tiba-tiba meminta Biru untuk menemani ke pesta ulang tahun teman pria itu.
“Bos macam apa yang harus menunggu asisten pribadinya sampai lumutan begini? Seharusnya kamu yang nungguin saya, ini saya harus jemput kamu dan nungguin kamu pula. Hadeh!”
Tidak ada habisnya Benua menggerutu, padahal belum ada lima menit dia sampai di depan gang rumah Biru dan menunggu wanita itu.
“Kok jadi nyalahin saya Pak? Pak Benua sendiri yang mendadak minta tolong ke saya untuk menemani Pak Benua ke birthday party teman Pak Benua dan Pak Benua bilang sendiri akan menjemput saya.”
“Paling pintar memang kamu kalau urusan menyalahkan orang!” gerutu Benua untuk kesekian kalinya lalu mengakhiri obrolan dengan Biru.
Biru menggeram di dalam kamarnya setelah mendengar bertubi-tubi kekesalan Benua.
Ketiga adiknya, Auriga, Akash dan Flower datang bersama ke kamar Biru, takut kakaknya sedang kesurupan mendengar suara geraman mengerikan seperti tadi.
“Kakak kenapa?” tanya Flower, adik Biru yang paling kecil berusia 11 tahun.
“Nggak papa kok. Ini kesel aja pasang bulu mata nggak bisa-bisa hehe,” sahut Biru berusaha tenang.
“Kalian keluar ya. Kakak mau lanjut dandan lagi.”
“Syukurlah Kak kalau cuman karena bulu mata. Aku kira kakak kesurupan, padahal aku udah siap mau praktekin cara menangani orang kesurupan yang aku dapat dari internet.” Auriga adik paling besar Biru berusia 20 tahun itu terkikik.
Ketiga adik Biru kemudian tertawa bersama, Biru pun menanggapi celotehan adiknya dengan tawa.
Setelah ketiga adiknya keluar dari kamar, Biru lanjut memoles bibirnya lagi yang tadi sempat terhambat karena mendengar omelan bosnya.
Dibalut dress hitam yang sedikit mencetak lekuk tubuhnya, Biru tampak lebih cantik dan sek*i malam ini. Rambutnya yang biasa dikucir malam ini dibiarkan tergerai sampai menutup punggung.
“Kakak pergi dulu. Kalian tidurnya jangan malam-malam.” Biru berpesan sambil terburu-buru mengenakan high heels berwarna merah senada dengan warna lipstik dan tas selempang yang dia kenakan.
Biru mempercepat langkah sebelum bosnya yang mudah tantrum itu mengomel lagi seperti tadi.
“Sudah tujuh menit saya menunggu kamu, Biru!” tegur Benua langsung saat Biru masuk ke dalam mobil duduk di sampingnya.
“Ma....”
“Simpan kata maafmu. Saya bosan mendengarnya.”
Biru mengatupkan mulutnya rapat, dia memilih diam hingga sampai di tempat pesta ulang tahun teman Benua.
***
“Halo mantan.”
Biru tersedak saat sedang menikmati makanan ringan di pesta ulang tahun teman Benua, Gery namanya.
Dia melotot setelah memastikan pria yang berada di dekatnya dan barusan menyapanya adalah mantannya—Handika. Di samping kanan mantannya berdiri perempuan sek*i mengenakan dress berwarna ungu.
“Lo datang sama siapa? Kok bisa ada di pesta ini.”
“Gue datang sama—“
“Gue dong datang sama pacar baru gue yang cantik dan aduhai. Nggak kayak lo yang rata.” Handika lebih dulu bicara sebelum Biru memberikan jawaban. Dia melirik pacar barunya lalu tertawa kecil bersama dengan wanita itu.
Mulut Biru sudah gatal ingin memaki-maki mantannya, tapi dia tidak ingin merusak pesta ulang tahun orang lain.
“Oh ... lo datang sama bos lo. Hmm … udah gue duga, lo kalau sama dia senangnya nempel terus. Yah daripada duit nggak cair. Iya nggak?” ucap Handika meledek Biru lalu melirik Benua lagi yang berdiri tidak jauh dari Biru, sedang mengobrol dengan Gery.
Wajah Biru sudah menegang dipenuhi kemarahan, gelas di dekatnya itu rasanya ingin dia lempar ke wajah Handika dan pacar baru pria itu yang ikut menertawakannya.
“Dadah mantan.” Handika menggandeng pacar barunya, dia tersenyum miring sambil berjalan menjauh dari Biru. Pacar baru Handika pun ikut menatap Biru sinis.
“Dasar pasangan edan. Ya lo cocok banget sama tuh perempuan. Edannya selevel. Nyesel banget dulu gue jadi pacar tuh cowok!” Biru mengentak-entakkan kasar kakinya ke lantai.
Biru belum bisa tenang, dia masih sangat marah karena ucapan dan tatapan merendahkan Handika tadi.
Biru pergi dari keramaian dan menuju toilet. Biru hanya ingin membasuh wajahnya, tidak peduli jika itu merusak riasannya.
“Bisa-bisanya ya gue bertahan empat tahun sama Handika. Dia emang sering ledekin gue dan suka ngambek nggak jelas, tapi gue yang bucin banget sama dia jadi nggak pernah sadar sama keburukan dia,” gerutu Biru di depan cermin yang berada di dalam toilet.
Sebelum Benua mencari-carinya, Biru lalu keluar dari toilet.
“Oh ... Jadi kamu sudah putus.”
“Pak Benua.” Biru melonjak, Benua sudah berada di luar toilet, pria itu berdiri sambil bersandar ke tembok.
“Kok Pak Benua tahu?”
“Saya mendengar ucapan dia ke kamu tadi. Kamu diputusin kenapa?”
“Saya nggak mau bahas itu Pak. Mau pulang sekarang apa gimana nih Pak?”
“Diputusin gara-gara rata ya?”
“Pak!!”
Biru belum selesai dengan kemarahannya karena Handika, tapi si bos menambah-menambah kemarahan Biru.
Pria itu kemudian melangkah lebih dulu sambil tertawa-tawa.
“Setidaknya kalau kamu sudah putus, saya tidak lagi mendengar suara berisik kamu yang suka bilang 'ayang aku kangen, ayang I love you, bla bla bla' menggelikan sekali kamu!”
Biru menghentikan langkah, terkejut luar biasa mendengar penuturan bosnya tadi, dari mana bosnya tahu dia sering mengatakan itu ke Handika?
“Kok Pak Benua bisa tahu kalau saya pernah bicara begitu?” tanya Biru, dia melangkah lagi menyusul Benua yang sudah berjalan cukup jauh di depannya.
“Jelas saya tahu. Kamu sering curi-curi waktu buat menghubungi pacar kamu!” sahut Benua.
Biru tersenyum canggung, dia malu sendiri, ternyata selama ini bosnya tahu salah satu kelakuannya saat di tempat kerja. Dia memang bucin parah ke Handika.
“Heran saya sama kamu, lelaki begitu saja sampai bikin kamu begitu.”
“Dia tuh dulu salah satu cowok keren di kampus Pak. Waktu tahu dia naksir sama saya, ya saya nggak bisa nolak.”
Benua yang alergi cinta-cintaan sampai bergidik mendengar cerita singkat Biru tentang mantannya.
“Kita pulang sekarang!” perintah Benua mengakhiri bahasan tentang kisah cinta Biru.
Benua berpamitan dahulu ke Gery—teman Benua sejak SMA dan kuliah.
“Makin cakep aja tuh aspri lo. Ya kali nggak demen sama dia.” Gery berbisik saat Benua menepuk pelan pundaknya.
Benua berdecak kesal, lalu mengusap-usap telinganya setelah mendengar bisikan Gery tadi. “Tuh perempuan bikin gue emosi terus. Kalau nggak karena kasihan ogah gue nerima dia jadi aspri gue.” Benua balas berbisik.
Biru menyelidik serius saat melihat Benua dan Gery saling balas berbisik sambil menatap ke arahnya.
Biru menunduk melihat pakaian yang dia kenakan, dia rasa tidak ada yang salah. “Apa mungkin masalahnya bukan di baju gue, tapi di bentuk tubuh gue? Apa iya gue serata itu? Padahal bagian depan dan belakang gue lumayan oke,” gumam Biru tiba-tiba jadi tak percaya diri ingat ucapan Handika yang meledeknya.
“Hai Benua!” sapa seorang wanita yang kini sedang berjalan dengan lenggokan indahnya mendekati Benua.
Mata Biru melotot, dia tak menyangka melihat wanita itu—Darla pemilik bisnis kecantikan yang produknya sudah populer di Indonesia, Biru bahkan mengenakan salah satu produk dari brand kecantikan milik wanita itu.
“Mukanya lebih cantik aslinya.” Biru memuji sampai melongo melihat wanita itu.
Dia yang wanita saja sampai minder melihat Darla yang begitu bening dan memiliki bentuk tubuh yang indah, bentuk tubuh idaman banyak wanita.
Wanita itu, Darla sedang cipika cipiki dengan Benua lalu bergantian dengan Gery. Darla lalu mengajak berbincang kedua pria itu.
Tidak ingin terlihat bodoh di dekat kedua pria dan satu wanita itu, Biru mundur perlahan, sedikit menjauh dari ketiganya.
“Oh … mereka saling kenal sejak SMA. Keren.” Biru bertepuk tangan pelan saat memperhatikan serius Darla bersama kedua pria itu.
“Ih Pak Benua kenapa masang wajah lempeng begitu sih? Mana diajak ngobrol sama Mbak Darla jawabnya datar aja lagi.” Biru mendengus kesal melihat respons dingin yang bosnya berikan ke Darla saat wanita itu mengajak Benua mengobrol.
“Setahu gue kan Mbak Darla udah cerai sama suaminya, boleh tuh Pak Benua sama Mbak Darla, si janda premium, hihi.” Biru menutup mulutnya, dia takut kelepasan tertawa saat ide hebat itu tiba-tiba melintas di kepalanya, ide membuat Darla agar bisa menjadi istri Benua.
“Biru, ayo kita pulang!” seru Benua tiba-tiba membuat Biru terkesiap.
“Iya siap Pak.” Biru menyahut cepat.
“Dia siapa Benua?” tanya Darla melirik Biru yang kini mendekat ke arah Benua.
“Dia asisten pribadi saya,” sahut Benua.
“Hai Mbak Darla. Saya salah satu fans Mbak Darla.” Biru meniup-niup telapak tangannya hendak bersalaman dengan Darla.
“Eh Pak!” teriak Biru karena Benua tiba-tiba menarik tangannya, dia gagal bersalaman dengan Darla padahal tadi Darla hampir menyambut tangan kanan Biru.
Di dalam mobil Biru menggerutu berkali-kali karena Benua sudah menggagalkan keinginannya yang ingin bersalaman dengan Darla.
“Tingkah kamu tuh berlebihan sekali sih Biru. Ngapain pengin salaman sama dia segala, hah?!”
“Ih … saya kan ngefans sama dia, Pak. Saya suka lihat konten-konten dia di media sosial tentang kecantikan.”
Benua mendesah kasar, mobil yang dia kendarai melaju lebih cepat setelah keluar dari halaman rumah Gery.
“Oh iya Pak, ternyata dia teman SMA Bapak ya?”
“Bukan teman hanya sekadar kenal!”
“Walaupun sekadar kenal, tapi Pak Benua cocok lho sama Mbak Darla. Dia setara sama Pak Benua. Walaupun dia janda, dia janda premium Pak. Buruanlah gas dapetin dia Pak!”
Ucapan Biru dibalas lirikan tajam Benua, dia lalu fokus ke depan lagi.
“Saya akan membantu Pak Benua untuk mendapatkan Mbak Darla. Saya serius Pak.” Biru berucap dengan bersungguh-sungguh.
“Bisa diam tidak kamu, hah?!” bentak Benua.
“Pak Benua kok malah marah sih. Bukannya senang ya sama ide saya barusan.”
“Nggak senang sama sekali, Biru. Saya tidak tertarik sama dia mau dia sudah pernah menikah ataupun belum!”
Biru melongo sempurna, menurutnya ada yang salah dengan Benua. Bisa-bisanya pria itu tidak tertarik dengan Darla, dia yang perempuan saja terpesona saat melihat wanita itu.
“Kok bisa Pak Benua nggak tertarik sama Mbak Darla?”
“Ya jelas bisa. Kenapa saya harus tertarik?”
“Hm … kayaknya memang benar ya ada yang salah sama Pak Benua.”
Mobil yang Benua kendarai berhenti mendadak, sebentar lagi sampai di depan gang rumah Biru.
“Apa maksud kamu bicara begitu?” tanya Benua marah.
“Pak Benua nggak nor—mal, nggak suka perempuan,” balas Biru terbata.
Emosi Benua langsung meledak, tergambar jelas di wajahnya yang terlihat tegang. Benua lalu membunyikan klakson tiba-tiba membuat Biru terkejut.
“Lancang sekali kamu bilang begitu Biru!” Benua menarik tangan kanan Biru membuat wanita itu mendekat ke tubuhnya.
Biru tidak sanggup mengatakan apa pun, dia gemetar tiba-tiba saat pria itu menarik tangannya dan melihat sepasang mata Benua yang tajam itu dalam jarak sedekat ini.
“Saya buat bunt1ng tahu rasa kamu!” tegas Benua tepat di depan wajah Biru.
“Bos lo tuh gimana sih Ru? Katanya pengin dicariin perempuan buat dijadiin istrinya, eh giliran udah dicariin dia malah cuekin dan pergi gitu aja. Nggak enak nih gue sama Laura dan Chika. Mereka marah-marah sama gue!”Biru mengembuskan napas lelah mendengarkan kemarahan Ully, tapi dia memaklumi itu, Benua memang sudah keterlaluan dan dia menyaksikan sendiri bagaimana sikap dingin Benua ke Laura dan Chika.“Maaf ya Ul. Gue juga jadinya nggak enak sama lo mana lo udah bantuin gue.”“Bilangin ke bos lo, cari aja sendiri perempuan yang mau dia jadiin istri. Biar lo juga nggak ikut puyeng karena tugas konyol dari dia itu!”Ully mengakhiri obrolan lebih dulu, Biru kemudian melempar ponselnya ke samping. Dia lanjut memijat kakinya yang mulai terasa cenat cenut lagi. Meski kakinya masih terasa sakit karena kecelakaan motor kemarin malam, tapi Biru berusaha menahan itu agar tetap terlihat profesional saat bekerja.Dia pun sampai rela lari-larian mengejar bosnya saat di kafe dan tadi dia rela
“Saya tidak mau jadi istri Pak Benua!”“Kenapa tidak mau?”“Saya kan asisten pribadi Pak Benua, masa saya mau dijadiin istri Pak Benua?”“Tidak ada yang salah Biru, kamu tetap bisa menjadi asisten pribadi saya sekaligus istri saya nantinya.”“Pokoknya saya tidak mau!”“Kamu tidak boleh menolak. Nanti malam saya akan melamar kamu!”Percakapan emosional saat di taman tadi pagi terus mengganggu Biru dan setelah Benua mengungkapkan permintaan tidak terduga itu, pria itu meminta Biru untuk fokus bekerja lagi.Sekarang Biru akan cari aman takutnya Benua benar-benar nekat akan melamarnya, dia akan kabur ke apartemen Ully.“Kakak pergi dulu ya. Kalau ada yang cari kakak bilang aja lagi di rumah temen.” Biru berpesan terburu-buru ke ketiga adiknya yang sedang berkumpul di ruang TV yang menyatu dengan ruang tamu.“Kakak mau menginap?” Flower memegang tangan Biru sebelum kakaknya itu keluar penuh dari rumah.“Iya soalnya Ully lagi pengin ditemenin malam ini, tapi jangan bilang kakak lagi di apar
Jemari Biru gemetar saat Benua akan menyematkan cincin ke jari manis sebelah kirinya.Di dekat Biru dan Benua, ketiga adik Biru menyaksikan proses mendebarkan itu. Sementara ibu Biru yang bekerja di Taiwan menyaksikan lamaran itu lewat video call, pun dengan kakek Benua yang malam ini tidak bisa menghadiri lamaran Benua dan Biru, kakek Benua sedang berada di luar kota.“Yey selamat Kak!” Flower loncat-loncat kesenangan melihat kakaknya sudah mengenakan sempurna cincin itu di jari manisnya.Setelahnya Biru yang bergantian menyematkan cincin itu ke jari manis Benua.Lamaran yang dilakukan secara sederhana itu berjalan dengan lancar. Ketiga adik Biru sama bahagianya malam ini, ketiganya memang mendukung penuh kakaknya bersama Benua.Senyum tulus yang ketiga adik Biru tunjukkan sekarang berbeda dengan senyum kaku Biru. Di depan ketiga adiknya, ibunya dan Pak Jagat, Biru harus menunjukkan seolah dia bahagia setelah Benua melamarnya, padahal tak ada bahagianya sama sekali.Jika tidak karena
“Sudah kakek duga, kamu itu sebenarnya naksir sama asisten pribadi kamu. Terbukti kan sekarang, kamu gerak cepat ingin menikahi dia.”Benua langsung terbatuk-batuk mendengar penuturan kakeknya tadi.“Nggak Pak Jagat, Pak Benua ....” Biru tidak jadi melanjutkan kalimatnya saat Benua menyenggol kakinya. Tadinya Biru berniat akan meluruskan alasan Benua menikahinya tentunya bukan karena naksir. Biru tidak pernah berpikiran sedikit pun bahwa bosnya naksir, kalau enek melihatnya bisa saja, tapi dia lupa, alasan utama Benua menikahinya jangan sampai bocor ke kakek pria itu.Biru paham sekarang mengapa Benua langsung menyenggol kakinya, pria itu pasti takut Biru akan keceplosan.“Kek jangan bahas itu.” Benua baru memberikan respons setelah tadi sempat terbatuk-batuk.“Bukankah sangat menarik membahas kamu sama Biru? Apalagi kalian akan menikah. Ya menurut kakek, seru saja membahas tentang kamu sama Biru karena cucu kakek yang selama ini tidak tertarik ke wanita mana pun tiba-tiba memutuskan
“Dengerin gue baik-baik, Biru. Gue minta lo datang ke taman malam ini untuk bilang kalau gue mau putus dari lo. Hubungan kita selesai malam ini!” Handika, pria yang sudah menjadi kekasih Biru selama 4 tahun menegaskan dengan suara lantang kata putusnya di depan Biru.Biru masih mengatur napasnya yang ngos-ngosan setelah tadi berlari dari parkiran menuju taman tempat kekasihnya menunggunya.Dia pikir Handika memintanya bertemu malam ini karena kangen, dia dan pria itu sudah tidak bertemu selama dua bulan. Nyatanya pria itu melontarkan kata putus.Biru masih lemas dan hampir pingsan setelah mendengar kata “putus” yang kekasihnya lontarkan.“Aku nggak mau putus dari kamu. Aku—““Gue udah benar-benar muak sama lo yang selalu mentingin bos lo, mentingin adik-adik lo, dan satu lagi, lo perempuan yang ngebosenin!” Handika menegaskan tajam di depan wajah Biru.“Sok-sokan selalu nolak setiap gue ajak ci*man padahal lo pasti udah tidur sama bos lo. Makanya lo nurut terus sama dia. Cih!” Handika
“Sudah mandi belum kamu?” tanya Benua setelah menghentikan langkahnya di depan Biru yang pagi ini sudah menyambut di depan ruangan kerja.Biru yang sudah berdandan rapi dengan penampilan khasnya, rambut dikucir satu dengan sedikit poni, mengenakan blazer hitam, rok hitam, dan pantofel mengilap, terkesiap mendengar pertanyaan bosnya.Biru tak habis pikir, bosnya akan melontarkan pertanyaan semacam itu.Apalagi pertanyaan itu terlontar dari mulut pria yang selalu membanggakan dirinya sebagai pria terhormat.“Tentu saja sudah Pak,” jawab Biru tenang walaupun kesal setelah mendengar pertanyaan tak bermutu dari Benua semula.“Oh … sudah ya. Saya pikir belum, soalnya bentukan muka kamu masih begitu saja.”“Heh begitu saja bagaimana Pak?” Biru melongo sempurna. Tak paham maksud ucapan Benua tadi.“Ya mukamu begitu-begitu saja."“Begitu saja bagaimana Pak maksudnya?” Biru menuntut penjelasan. Masih pagi dan Biru sudah dibuat pening untuk mencerna ucapan bosnya.Benua mengangkat kedua bahunya,
“Sudah kakek duga, kamu itu sebenarnya naksir sama asisten pribadi kamu. Terbukti kan sekarang, kamu gerak cepat ingin menikahi dia.”Benua langsung terbatuk-batuk mendengar penuturan kakeknya tadi.“Nggak Pak Jagat, Pak Benua ....” Biru tidak jadi melanjutkan kalimatnya saat Benua menyenggol kakinya. Tadinya Biru berniat akan meluruskan alasan Benua menikahinya tentunya bukan karena naksir. Biru tidak pernah berpikiran sedikit pun bahwa bosnya naksir, kalau enek melihatnya bisa saja, tapi dia lupa, alasan utama Benua menikahinya jangan sampai bocor ke kakek pria itu.Biru paham sekarang mengapa Benua langsung menyenggol kakinya, pria itu pasti takut Biru akan keceplosan.“Kek jangan bahas itu.” Benua baru memberikan respons setelah tadi sempat terbatuk-batuk.“Bukankah sangat menarik membahas kamu sama Biru? Apalagi kalian akan menikah. Ya menurut kakek, seru saja membahas tentang kamu sama Biru karena cucu kakek yang selama ini tidak tertarik ke wanita mana pun tiba-tiba memutuskan
Jemari Biru gemetar saat Benua akan menyematkan cincin ke jari manis sebelah kirinya.Di dekat Biru dan Benua, ketiga adik Biru menyaksikan proses mendebarkan itu. Sementara ibu Biru yang bekerja di Taiwan menyaksikan lamaran itu lewat video call, pun dengan kakek Benua yang malam ini tidak bisa menghadiri lamaran Benua dan Biru, kakek Benua sedang berada di luar kota.“Yey selamat Kak!” Flower loncat-loncat kesenangan melihat kakaknya sudah mengenakan sempurna cincin itu di jari manisnya.Setelahnya Biru yang bergantian menyematkan cincin itu ke jari manis Benua.Lamaran yang dilakukan secara sederhana itu berjalan dengan lancar. Ketiga adik Biru sama bahagianya malam ini, ketiganya memang mendukung penuh kakaknya bersama Benua.Senyum tulus yang ketiga adik Biru tunjukkan sekarang berbeda dengan senyum kaku Biru. Di depan ketiga adiknya, ibunya dan Pak Jagat, Biru harus menunjukkan seolah dia bahagia setelah Benua melamarnya, padahal tak ada bahagianya sama sekali.Jika tidak karena
“Saya tidak mau jadi istri Pak Benua!”“Kenapa tidak mau?”“Saya kan asisten pribadi Pak Benua, masa saya mau dijadiin istri Pak Benua?”“Tidak ada yang salah Biru, kamu tetap bisa menjadi asisten pribadi saya sekaligus istri saya nantinya.”“Pokoknya saya tidak mau!”“Kamu tidak boleh menolak. Nanti malam saya akan melamar kamu!”Percakapan emosional saat di taman tadi pagi terus mengganggu Biru dan setelah Benua mengungkapkan permintaan tidak terduga itu, pria itu meminta Biru untuk fokus bekerja lagi.Sekarang Biru akan cari aman takutnya Benua benar-benar nekat akan melamarnya, dia akan kabur ke apartemen Ully.“Kakak pergi dulu ya. Kalau ada yang cari kakak bilang aja lagi di rumah temen.” Biru berpesan terburu-buru ke ketiga adiknya yang sedang berkumpul di ruang TV yang menyatu dengan ruang tamu.“Kakak mau menginap?” Flower memegang tangan Biru sebelum kakaknya itu keluar penuh dari rumah.“Iya soalnya Ully lagi pengin ditemenin malam ini, tapi jangan bilang kakak lagi di apar
“Bos lo tuh gimana sih Ru? Katanya pengin dicariin perempuan buat dijadiin istrinya, eh giliran udah dicariin dia malah cuekin dan pergi gitu aja. Nggak enak nih gue sama Laura dan Chika. Mereka marah-marah sama gue!”Biru mengembuskan napas lelah mendengarkan kemarahan Ully, tapi dia memaklumi itu, Benua memang sudah keterlaluan dan dia menyaksikan sendiri bagaimana sikap dingin Benua ke Laura dan Chika.“Maaf ya Ul. Gue juga jadinya nggak enak sama lo mana lo udah bantuin gue.”“Bilangin ke bos lo, cari aja sendiri perempuan yang mau dia jadiin istri. Biar lo juga nggak ikut puyeng karena tugas konyol dari dia itu!”Ully mengakhiri obrolan lebih dulu, Biru kemudian melempar ponselnya ke samping. Dia lanjut memijat kakinya yang mulai terasa cenat cenut lagi. Meski kakinya masih terasa sakit karena kecelakaan motor kemarin malam, tapi Biru berusaha menahan itu agar tetap terlihat profesional saat bekerja.Dia pun sampai rela lari-larian mengejar bosnya saat di kafe dan tadi dia rela
“Cepetan Biru! Kamu ini dandannya lama sekali!”“Sabar Pak. Ini sebentar lagi selesai.”“Lagian ya kamu dandan lama pun tidak akan merubah bentukan wajah kamu yang biasa saja itu!”Biru yang sedang memoles bibirnya dengan lipstik berwarna merah cabe itu sampai tak fokus karena mendengar kekesalan Benua.Seharusnya dia yang melontarkan kekesalan ke Benua, tadi sore pria itu menolak kedua wanita pilihannya begitu saja. Satu jam kemudian Benua tiba-tiba meminta Biru untuk menemani ke pesta ulang tahun teman pria itu.“Bos macam apa yang harus menunggu asisten pribadinya sampai lumutan begini? Seharusnya kamu yang nungguin saya, ini saya harus jemput kamu dan nungguin kamu pula. Hadeh!”Tidak ada habisnya Benua menggerutu, padahal belum ada lima menit dia sampai di depan gang rumah Biru dan menunggu wanita itu.“Kok jadi nyalahin saya Pak? Pak Benua sendiri yang mendadak minta tolong ke saya untuk menemani Pak Benua ke birthday party teman Pak Benua dan Pak Benua bilang sendiri akan menje
“Sudah mandi belum kamu?” tanya Benua setelah menghentikan langkahnya di depan Biru yang pagi ini sudah menyambut di depan ruangan kerja.Biru yang sudah berdandan rapi dengan penampilan khasnya, rambut dikucir satu dengan sedikit poni, mengenakan blazer hitam, rok hitam, dan pantofel mengilap, terkesiap mendengar pertanyaan bosnya.Biru tak habis pikir, bosnya akan melontarkan pertanyaan semacam itu.Apalagi pertanyaan itu terlontar dari mulut pria yang selalu membanggakan dirinya sebagai pria terhormat.“Tentu saja sudah Pak,” jawab Biru tenang walaupun kesal setelah mendengar pertanyaan tak bermutu dari Benua semula.“Oh … sudah ya. Saya pikir belum, soalnya bentukan muka kamu masih begitu saja.”“Heh begitu saja bagaimana Pak?” Biru melongo sempurna. Tak paham maksud ucapan Benua tadi.“Ya mukamu begitu-begitu saja."“Begitu saja bagaimana Pak maksudnya?” Biru menuntut penjelasan. Masih pagi dan Biru sudah dibuat pening untuk mencerna ucapan bosnya.Benua mengangkat kedua bahunya,
“Dengerin gue baik-baik, Biru. Gue minta lo datang ke taman malam ini untuk bilang kalau gue mau putus dari lo. Hubungan kita selesai malam ini!” Handika, pria yang sudah menjadi kekasih Biru selama 4 tahun menegaskan dengan suara lantang kata putusnya di depan Biru.Biru masih mengatur napasnya yang ngos-ngosan setelah tadi berlari dari parkiran menuju taman tempat kekasihnya menunggunya.Dia pikir Handika memintanya bertemu malam ini karena kangen, dia dan pria itu sudah tidak bertemu selama dua bulan. Nyatanya pria itu melontarkan kata putus.Biru masih lemas dan hampir pingsan setelah mendengar kata “putus” yang kekasihnya lontarkan.“Aku nggak mau putus dari kamu. Aku—““Gue udah benar-benar muak sama lo yang selalu mentingin bos lo, mentingin adik-adik lo, dan satu lagi, lo perempuan yang ngebosenin!” Handika menegaskan tajam di depan wajah Biru.“Sok-sokan selalu nolak setiap gue ajak ci*man padahal lo pasti udah tidur sama bos lo. Makanya lo nurut terus sama dia. Cih!” Handika