“Sudah mandi belum kamu?” tanya Benua setelah menghentikan langkahnya di depan Biru yang pagi ini sudah menyambut di depan ruangan kerja.
Biru yang sudah berdandan rapi dengan penampilan khasnya, rambut dikucir satu dengan sedikit poni, mengenakan blazer hitam, rok hitam, dan pantofel mengilap, terkesiap mendengar pertanyaan bosnya.
Biru tak habis pikir, bosnya akan melontarkan pertanyaan semacam itu.
Apalagi pertanyaan itu terlontar dari mulut pria yang selalu membanggakan dirinya sebagai pria terhormat.
“Tentu saja sudah Pak,” jawab Biru tenang walaupun kesal setelah mendengar pertanyaan tak bermutu dari Benua semula.
“Oh … sudah ya. Saya pikir belum, soalnya bentukan muka kamu masih begitu saja.”
“Heh begitu saja bagaimana Pak?” Biru melongo sempurna. Tak paham maksud ucapan Benua tadi.
“Ya mukamu begitu-begitu saja."
“Begitu saja bagaimana Pak maksudnya?” Biru menuntut penjelasan. Masih pagi dan Biru sudah dibuat pening untuk mencerna ucapan bosnya.
Benua mengangkat kedua bahunya, tidak minat untuk merespons lebih lanjut pertanyaan Biru tadi.
“Oh ya, saya tahu. Begitu saja yang Pak Benua maksud adalah, muka saya begitu cantik. Asal Pak Benua tahu, saya memang cantik dari lahir. Nggak mandi pun kecantikan saya tidak akan luntur,” ucap Biru dengan percaya diri. Namun, detik berikutnya dia menyesal sudah bicarasepercayadiri itu.
Di depannya, Benua mengarahkan tatapan sinis untuk Biru. “Jangan membahas hal yang tidak penting!” tegur Benua.
Biru mengepalkan erat telapak tangan kanannya, berusaha sabar. Padahal tadi yang memancing membahas hal yang tidak penting adalah Benua, tapi tidak mungkin Biru protes di depan bosnya langsung.
“Bagaimana kelanjutan tugas penting dan darurat yang semalam saya berikan ke kamu?” Benua bersandar penuh ke punggung kursi kebesarannya, menunggu jawaban dari Biru.
“Saya sudah mendapatkan dua wanita Pak.” Biru menjawab kalem.
“Kamu nggak asal-asalan kan nyarinya?” Benua mengernyit tajam. Curiga Biru tidak becus melakukan perintahnya.
“Nggak dong Pak. Dua wanita yang saya pilih itu saya pastikan sesuai dengan kriteria Pak Benua. Akan saya tunjukkan foto kedua wanita itu sekaligus latar belakangnya.” Biru menyentuh layar iPad-nya akan menunjukkan foto kedua wanita itu sekaligus biodata kedua wanita itu.
Tapi Benua mengarahkan tangan kanannya ke depan Biru, menahan Biru. “Tidak perlu lihat sekarang. Saya mau lihat langsung saja setelah bertemu dengan kedua wanita itu. Jadi jadwalkan pertemuan saya dengan mereka sore ini juga.”
“Langsung bertemu dua-duanya Pak?”
“Ya, lebih cepat lebih baik supaya saya bisa segera memutuskan!”
“Baik Pak Benua.”
“Sekarang kamu keluar dulu. Saya mau menghubungi kakek saya.”
Biru keluar dari ruangan Benua, dia menuju pantry. Biru ngopi sambil duduk cantik dahulu lalu menghubungi Ully—sahabatnya yang semalam membantu Biru mencarikan wanita secepatnya untuk dijadikan istri Benua.
Kedua wanita itu sama-sama pebisnis, ada yang di bidangfashiondan makanan, salah satunya meneruskan restoran milik keluarga. Kedua wanita itu pun selebgram ibu kota, Ully—sahabat Biru yang merupakanfood vloggermengenal banyak pebisnis danselebgram.
“Gimana, bos lo mau nggak ketemuan sama kedua wanita itu?” tanya Ully langsung penasaran setelah Biru menghubunginya.
“Dengar respons Pak Benua tadi sih dia kelihatannya mau banget. Gue aja disuruh langsungjadwalinpertemuan sama kedua wanita itu sore ini juga,” balas Biru.
“Wah bagus tuh Ru. Mereka juga kesenangan banget waktu tahu mau gue kenalin ke Pak Benua. Yah secara bos lo emang ganteng banget dan mapan walaupun agak gimana gitu ya.”
Biru tergelak mendengar ocehan Ully.
“Untung aja tampang dia ganteng jadi keanehan dia tertutup sama tampangnya,” kata Ully lagi di sela-sela tawanya.
Biru masih asyik menertawakan komentar Ully tentang Benua. Yah selama ini Biru memang seringcurhatke Ully tentang Benua membuat Ully tahu meski tidak secara langsung betapa menyebalkannya bos Biru.
***
Seperti yang Benua perintahkan tadi pagi, Biru sudah menyiapkan dua tempat berbeda untuk pertemuan Benua dengan kedua wanita itusore ini.
Biru sudah memesan salah satu tempat di bagianindoorKafeTeracotta, posisinya di bagian pojok. Ada duagelasjusjeruk yang semula sudah lebih dulu Biru pesankan untuk Benua dan wanita yang pertama.
“Jangan tegang ya Pak, relaks okay! Selamat berkenalan semoga perempuan yang pertama langsung cocok.” Biru mengangkat kedua tangannya memberikan semangat ke Benua setelah dia mempersilakan pria itu duduk.
Sayangnya yang diberikan semangat hanya memasang tampang jutek, seperti tak berselera melakukan pertemuan sore ini.
“Jangan lupa senyum, Pak.” Biru memperingatkan dan langsung mempraktikkan senyum manisnya di depan Benua agar pria itu ikut tersenyum, tidak terus menunjukkan tampang jutek dannyeremin.
“Sudah sana! Banyak bicara kamu!” usir Benua galak.
Biru menjauh dari posisi duduk Benua sambil mendesah kasar berkali-kali. “Padahal kan gue pengin kasih semangat ke dia biar dia nggak tegang. Eh gue malah kena semprot.”
Biru duduk tidak jauh dari posisi Benua sekaligus agar bisa memantau Benua.
Wanita pertama yang akan dikenalkan ke Benua sudah datang, Biru segera mendekati wanita itu lalu mengantar wanita itu ke tempat duduk Benua.
Biru kemudian kembali ke tempat duduknya semula, mulai memantau Benua.
“Hai, Benua kan?” sapa wanita berpakaian formal itu, penampilannya tidak jauh berbeda dengan Biru hanya saja rok yang dia kenakan lebih pendek tak sampai menutup lutut.
“Hm.” Benua menatap dingin wanita yang barusan datang dan menyapanya.
“Aku Laura, sorry ya aku telat. Pasti capek ya nungguin aku tadi,” kata wanita bernama Laura itu dengan lembut.
Bibir berwarna merah terang wanita itu membentuk senyuman manis dan matanya berbinar-binar memandang pria tampan di depannya. Namun, pria yang Laura tatap tampak tidak minat membalas senyuman dan tatapannya.
“Aku udah pernah intip-intip media sosial kamu dan pernah baca berita tentang kamu di mediaonline. Aku kagum banget sama kamu, kamu sungguh luar biasa. Pokoknya aku senang banget bisa kenalan langsung sama kamu.”
Laura asyik mengoceh, tapi Benua garuk-garuk tengkuk dan menguap, tampak sudah malas dan ingin segera beranjak dari depan wanita itu.
Respons Benua sekarang membuat Biru meradang. Diageregetsendiri ke pria itu, katanya ingin segera menikah, tapi pria itu tampak tidak minat meski di depannya duduk wanita cantik dan kelihatan pintar.
“Pokoknya ….” Laura memajukan posisi duduknya lalu kakinya yang berada di bawah meja mulai tak mau diam, mengusap kaki Benua sengaja menggoda Benua.
Benua membelalak tajam saat menunduk melihat ke bawah meja. Dia pikir ada tikus nakal yang sedang bergerak-gerak di kakinya, nyatanya kaki berbaluthigh heelsitu yang sedang menggodanya.
“Aku mau banget jadi istri kamu!” teriak Laura heboh sendiri.
Brak!
“ARGH!!” Laura menjerit karena dorongan tiba-tiba di kaki kursi yang dia duduki. Laura hampir terjungkal karena ulah Benua tadi.
“Benua kok jahat sih?!” Laura merengek ke Benua, tapi Benua mengabaikan, menatap ke arahnya saja enggan.
Benua tidak memedulikan rengekan wanita itu, ada yang lebih penting, nasib kaki terhormatnya yang barusan disentuh kaki Laura.
Benua memandang kesal Laura sambil geleng-geleng kepala, dia lalu keluar dari kafe tanpa berminat melanjutkan perkenalan dengan Laura.
“Benua! Kok aku ditinggal gitu aja?” ujar Laura hampir menangis.
Benua sudah melangkah jauh mengabaikan Laura yang menangisi kepergiannya.
“Tuh orang kenapa main pergi gitu aja sih? Duh gue jadinya nggak enak sama Laura, tapi gue harussusulinbos gue.” Biru kebingungan antara menenangkan Laura yang sedang menangis atau mengejar Benua.
Teringat nasib ketiga adiknya, Biru memutuskan berlari mengejar Benua, dia takut dipecat setelah ini.
“Pak kenapa tadi pergi begitu aja?” tanya Biru, napasnya tersengal-sengal.
“Sudah saya duga kamu asal-asalan cari wanita buat saya!”
“Saya nggak asal-asalan kok Pak. Wanita tadi itu selain cantik dan kelihatan pintar, dia itu pebisnis di bidangfashion, bisnisnya sedang berkembang pesat. Dia juga udah berbisnis sejak masih kuliah.” Biru menjelaskan dengan cepat, yah siapa tahu Benua berubah pikiran dan mau melanjutkan perkenalan dengan Laura.
“Saya tidak tertarik sama dia. Baru kenalan, tapi kakinya sudahgrepe-grepekaki terhormat saya. Menyebalkan!”
Biru meremas erat jemarinya ingin rasanya memarahi Benua, tapi apa daya dia takut dipecat Benua.
Boleh nggak sih gue tendang sampai pindah planet nih laki-laki satu! Yah siapa tahu jodoh nih bos gila ada di planet lain! Biru hanya bisa membatin.
“Sudahlah lelah saya memarahi kamu walaupun kamu sangat tidak becus. Sekarang di mana lagi saya harus menemui wanita berikutnya?”
“Di Kafe Duduk Manis, dekat sini Pak kafenya,” jawab Biru sudah tenang lagi.
Biru segera mengambil posisi menjadi sopir Benua lagi, membawa pria itu menuju Kafe Duduk Manis, tempat Benua akan bertemu wanita yang kedua.
Sampai di tempat pertemuan dengan wanita yang kedua, Benua melepas jas hitam yang masih melekat di tubuhnya, dia merasa kegerahan sekaligus sesak karena masih saja kesal setelah pertemuan dengan wanita pertama tadi.
Benua melempar jas hitam yang baru dia lepas itu ke Biru yang berjalan di sampingnya. Biru mendengus kesal, sedangkan Benua tertawa saat jas yang dia lempar itu tersangkut di kepala Biru hingga menutup wajah wanita itu. Pemandangan itu seperti hiburan untuk Benua, lumayan untuk mengusir kekesalannya.
“Pegang baik-baik jas saya. Ada jejak tubuh terhormat saya di situ!”
“Iya Pak Benua. Aman.”
Tanpa Benua tahu mulut Biru sedang komat-komit, Biru sedang menyumpahi bosnya agar tak laku sampai tua. Namun, ingat satu hal, Biru segera menarik ucapannya.
Jika bosnya tidak juga mempunyai istri, nasib pekerjaan Biru akan terancam!
“Ayo Pak buruan, wanita yang kedua sudah mau sampai. Dia kayaknya semangat sekali mau bertemu sama Pak Benua. Katanya sih dia ngefans gitu sama Pak Benua dan ….” Biru memilih tak melanjutkan ucapannya melihat Benua menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.
Artinya Benua tidak ingin lagi mendengar ocehan Biru.
“Pak Benua tunggu di sini ya, saya mau keluar dulu, wanita itu sudah datang namanya Chika. Semoga saja wanita ini cocok buat Pak Benua.” Biru menunjukkan tampangunyu-unyusaat menyemangati Benua yang baru duduk di dalam kafe itu, tapi Benua tetap bertahan dengan ekspresi dinginnya.
Setelah menemui Chika, Biru segera membawa wanita itu ke hadapan Benua. “Pak Benua ini dia namanya Chika,tadaa….” Biru heboh sendiri saat mengenalkan Chika ke Benua.
Benua melotot tajam, dia hanya satu detik menatap wanita bernama Chika itu lalu membuang tatapan ke samping kirinya.
“Hai, nama aku Chika. Umurku dua puluh lima ….” Mulut Chika mangap lebar, belum selesai mengenalkan dirinya, tapi Benua sudah lebih dulu pergi dari tempat duduknya.
“Aduh … tuh orang kenapa lagi sih? Kenapa pergi begitu aja?” Biru menggerutu melihat kepergian Benua.
“Chikasorrybanget ya, bos aku kayaknya ada pertemuan tiba-tiba. Nanti aku hubungin lagi ya buat kelanjutannya.” Biru menepuk pelan pundak Chika berusaha menenangkan Chika yang tampaknya kecewa.
Biru melepas pantofel hitam yang dia kenakan lalu berlari secepat mungkin menyusul Benua yang sudah melangkah cepat keluar dari kafe. Orang-orang di kafe itu sampai heran saat melihat kelakuan Biru.
“Kenapa pergi lagi sih Pak? Belum juga dia selesai ngenalin diri. Pak Benua tuh serius nggak sih sebenarnya pengin punya istri?”
“Hei, seharusnya saya yang tanya hal itu ke kamu. Kamu serius tidak nyariin istri buat saya! Kamu lihat dong penampilan wanita tadi, ya ampun pakaian macam apa ituud3lnyakelihatan ke mana-mana?”
“Ya maaf Pak Benua. Lagian menurut saya nggak ada yang salah sama pakaian wanita itu. Itukan namanyafashionzamannowPak dan saya kira mata Pak Benua bakal segar lihat yang begitu.”
“Mana ada mata saya segar lihat begituan, Biru! Lagian saya tidak peduli maufashionzamannowatauold. Bagi saya penampilan yang sopan itu sangat penting. Ternoda mata indah saya karena melihatud3l wanita tadi!”
Benua melangkah cepat lagi menuju mobilnya yang terparkir di samping kafe itu.
Biru menyusul lagi, dia tahu bosnya sedang marah besar karena sore ini mendapatkan kekecewaan, tapi menurutnya dua wanita yang bertemu Benua tadi pasti lebih kecewa ke Benua.
“Pak saya minta maaf.” Biru membungkuk di samping Benua yang baru masuk ke dalam mobil.
Benua menatap Biru tajam lalu menggerakkan tangan kanannya ke leher, seperti sedang memberikan kode akan menghabisi Biru karena sudah tak becus melakukan perintahnya.
Melihat kode mengerikan itu Biru meneguk ludahnya dalam. Belum sempat meminta maaf lagi, Benua sudah lebih dulu pergi mengendarai mobilnya meninggalkan Biru.
“Apa kata gue, nyariin bini buat Pak Benua nggak akan mudah. Stres gue lama-lama!” gerutu Biru hampir melempar pantofel yang dia tenteng di tangan kanannya ke arah mobil Benua yang sudah melaju meninggalkan parkiran.
5 tahun berlalu.Hari Minggu ini, Renando kembali berkunjung ke rumah itu. Suara tawa anak kecil dari dalam rumah itu menarik Renando untuk melangkah lebih cepat, dia tak sabar menemui pemilik tawa itu. Dia terdiam di depan pintu rumah yang sedikit terbuka, di tangan kanan dan kirinya menenteng bingkisan besar berisi mainan untuk anak itu yang di ujung sana masih tertawa bersama seorang wanita, mama anak itu.“Om Renando!” teriak anak kecil berusia 4 tahun lebih itu setelah menoleh dan melihat kehadiran Renando.Setelah melihat kehadiran Renando, anak kecil itu segera melepaskan dirinya dari pelukan mamanya kemudian berlari mendekati Renando, memeluk hangat Renando.Renando kemudian mengangkat tubuh anak kecil itu, bernama Bhaskara Putra Nabiru, anak Biru bersama Benua.Tiga bulan setelah resmi bercerai dengan Benua saat itu, Biru baru tahu dia sedang hamil. Saat itu, dia abai saja dengan tanda-tanda kehamilan yang dia rasakan, mulai dari telat datang bulan, sering pusing, dan mual-m
3 tahun yang lalu.“Semoga aja Pak Benua mau berbaik hati sama gue dan menerima gue jadi asisten pribadinya.”Benua mencari sumber suara yang barusan menyebut namanya, hingga dia menemukan wanita itu, Biru sedang terduduk di bangku taman.Sementara Benua berada di taman itu hanya sedang ingin mampir, dulu saat masih kecil, dia pernah ke taman itu bersama mamanya. Tapi sejak kondisi mamanya kacau, dia sudah jarang menghabiskan waktu di luar rumah bersama mamanya.Benua penasaran dengan wanita itu, Biru yang tadi siang baru dia wawancara sebagai salah satu kandidat asisten pribadinya.“Semoga aja, usaha gue sampai memohon sama Pak Benua nggak berakhir sia-sia. Kalau gue gagal mendapatkan pekerjaan lagi, gue harus gimana? Bukan cuman gue aja yang gue pikirin, tapi gue mikirin ketiga adik gue yang masih sekolah.”Biru menangis lagi, takut jika sungguhan gagal mendapat pekerjaan lagi, mengingat setelah lulus kuliah, dia sudah gagal berkali-kali untuk mendapatkan pekerjaan. Biru trauma deng
“Aku udah mencoba bertahan Mas, tapi aku udah nggak kuat lagi sama kelakuan kamu yang seenaknya. Aku mau berpisah dari kamu Mas Benua!” Biru dengan tegas dan lantang mengutarakan keinginannya ingin berpisah dari Benua.Sudah sebulan lebih Biru menahan diri untuk tetap bersabar menghadapi Benua yang berubah tiba-tiba, pria itu menjadi sangat dingin, kasar, parahnya suka mabuk-mabukkan, dan sudah berciuman dengan wanita lain.Biru masih berdiri tegak di dalam ruangan kerja Benua menunggu respons Benua. Hingga pukul 7 malam, Benua tidak juga pulang dari kantor, sedangkan di luar suasana sudah sangat sepi, di lantai lima hanya tersisa Biru dan Benua.Biru sendiri tidak bisa menunggu untuk mengutarakan keinginannya itu nanti saat pulang ke rumah, dia ingin Benua tahu sekarang juga, bahwa dia sungguh ingin berpisah dari pria itu.Sekarang Biru masih menatap Benua yang masih duduk membelakanginya.“Kamu yakin mau berpisah dari aku, Biru?” Benua baru memutar kursi kebesaran yang dia duduki da
“Terima kasih banyak ya Mas Renando udah antar Mas Benua ke rumah,” ucap Biru ke Renando yang mengantar Benua pulang malam ini.Biru tadi pulang terburu-buru dari apartemen Ully ke rumah Benua setelah Renando menghubunginya dan memberitahu keadaan Benua yang mabuk berat.“Sama-sama Mbak Biru,” balas Renando masih lelah setelah memapah Benua menuju kamarnya dan merebahkan pria itu ke atas tempat tidurnya.“Maaf ya Mbak, Kak Benua malah mabuk-mabukkan begitu.” Renando melirik kecewa kakak angkatnya dan menunduk malu di hadapan Biru, malu ke Biru karena kelakuan Benua.Renando sendiri pun kaget saat Benua menghubungi tiba-tiba dan berteriak memintanya untuk segera datang ke kelab malam.Saat Renando datang ke kelab malam itu, dia menemukan Benua sendiri di dalam ruangan VIP, hanya ditemani berbotol-botol minuman di atas meja dan yang berjatuhan di lantai.“Kalau ada apa-apa jangan sungkan bilang sama aku ya Mbak.” Renando menepuk pelan pundak kanan Biru.Biru mengangguk dan tersenyum han
1 bulan berlalu.Sudah sebulan terakhir ini, Biru tidak melayani Benua, bukan karena Biru tidak ingin, tapi Benua yang sering menolak.Paling menyakitkan, saat mereka berada di Singapura hari itu, Biru sudah bersemangat ingin melayani Benua bahkan sengaja membawa “baju dinas malam” pemberian Benua, tapi yang terjadi Benua menolak, bahkan pria itu memilih pergi ke bar menemui Darla.Malam ini, Biru ingin mencoba lagi, dia harap dengan menggoda Benua dan melayani pria itu, hubungannya dengan Benua akan membaik.Yah walaupun Biru tak paham, di mana letak kesalahannya hingga Benua berubah dingin dan kasar. Namun, meski Benua berkali-kali melukai perasaan Biru, tak sedikit pun Biru membenci Benua.“Mas Benua ....” Biru baru keluar dari kamar mandi, dia memanggil Benua dengan suara manja dan lembutnya.Biru kemudian berjalan dengan lenggokan indah, sengaja untuk menggoda Benua.Benua menatap Biru membuat Biru semakin semangat menggoda Benua, dia berjalan sambil memainkan rambutnya, memutar-
“Mas Benua nggak bosan kan karena aku sering buat nasi goreng untuk sarapan kita?” tanya Biru ke Benua saat menghidangkan nasi goreng yang dia buat untuk sarapan pagi ini.Benua menggeleng lemah merespons Biru lalu menyantap sedikit demi sedikit nasi goreng buatan Biru.Dari samping kanan tempat duduk Benua, Biru memperhatikan pria itu, Benua tampak lemas dan terlihat pria itu sedang memijat pelipisnya berkali-kali.Biru yakin penyebab Benua terlihat tak bersemangat seperti itu karena semalam saat Benua pergi ke kelab malam, Benua baru pulang malam menjelang pagi.Gery, teman Benua yang semalam mengantar Benua yang m4buk berat pulang ke rumah. Melihat Benua semalam membuat Biru kecewa, di rumah sedang ada dirinya, tapi Benua lebih memilih pergi ke kelab malam dan m4buk-m4bukkan.“Mas Benua lagi ada masalah ya? Atau kondisi mama mulai memburuk lagi?” tanya Biru baik-baik menjeda sejenak aktivitas menyantap sarapannya.“Kenapa tiba-tiba tanya begitu?” tanya Benua mendelik tajam ke Biru