Share

Linggis

“Siapa lagi laki-laki yang datang ke rumah Ibu. Kamu pasti tahu?” tanyaku penuh selidik. Ardan tidak menjawab. Dia duduk kembali di kursi, memainkan ponsel dan menelepon Ibu lagi. 

Sebelum panggilan telepon tersambung, dia memberi isyarat agar aku diam dan tidak ikut campur.

“Hello, Ibu. Aku Ardan. Maaf, aku telepon pakai ponsel Jana,” kata Ardan sangat sopan pada Ibuku. Aku tidak tahu Ibu menjawab apa di sana, yang jelas, Ardan sedang berusaha menjungkirbalikkan realita.

“Ada apa tadi, Buk. Kok Jana marah-marah sama aku? Ngga enak juga dilihat orang di sini. Dia ngamuk-ngamuk dan sekarang ngambek.” Ardan beracting pada Ibu. Dasar pembohong besar, manipulative, psikopat! Rutukku melihatnya memainkan drama.

“Buk, aku itu punya bisnis, saingan banyak. Cara seperti ini sering terjadi, buk. Zaman sekarang ‘kan susah cari uang. Kadang, para pesaingku suka memakai cara yang licik.”

Diam lagi, tak terdengar olehku apa yang dikatakan ibu.

“Iya, Buk. Iya.”

Ardan masih dengan acting sopannya. Ibu pasti terperdaya. Dia mengangguk-angguk patuh mengiyakan semua ucapan ibu. Di akhir telepon, Ardan meminta maaf dan mengatakan pada Ibu kalau dia akan membujukku yang katanya sedang marah. 

Obrolan selesai. Ponsel dimasukkan ke dalam saku celana. Ardan melihat lagi ke arahku dengan menelengkan kepala. Wajahnya yang tadi lembut saat bermain sandiwara, kini berubah membentuk raut wajah iblis. 

“Aku akan batasi komunikasi kamu sama Ibu kamu,” ucap Ardan menunjuk-nunjuk ke arahku. 

Aku hanya bisa menahan air mata agar tidak keluar. Aksesku telah dibatasi, padahal aku sudah merencanakan sesuatu jika Ibu menelepon lagi.

Kemudian, terdengar lagi suara ponsel berdering. Itu dari ponsel yang lain, ponsel milik Ardan. Dia mengeluarkannya dari balik saku jas. Menjawab telepon dengan nada suara yang lemah lembut.

“Iya, sayang,” katanya mesra memainkan drama yang baru.

“Aku lagi di lokasi proyek, lagi kerja ini. Buat masa depan kita.”

Bujuk rayu, gombalan maut dia lancarkan. Aku yakin perempuan di seberang sana berhasil dibuat mabuk kepayang. 

“Apa? Makan malam? Di mana?” lanjutnya. Aku menyimak dengan baik, mencari pola kegiatan Ardan hari ini.

“Di mana pun tempat yang kamu pilih, aku pasti suka, sayang. Sampai ketemu nanti sore. Aku jemput ke rumah, yah.” Obrolan mereka terus berlanjut. Ardan masih menerima telepon itu sambil berjalan keluar dari gudang. Suaranya sayup-sayup terdengar dan tak jelas lagi apa yang ia bicarakan. Pintu ditutup, kembali dikunci. Senyap kembali merajai ruangan ini. 

Jika Ardan benar akan makan malam dengan mangsa barunya, itu artinya, Jarwo akan sendirian di pulau ini sampai malam hari, bahkan mungkin sepanjang malam. Seharusnya ini bisa menjadi kesempatan lagi untukku untuk merencanakan pelarian diri. 

Kulirik Rinda yang duduk tersandar tak jauh dariku. Melihat kondisinya, seketika niatku urung. Aku kasihan padanya. Karena ulahku yang ceroboh, membuat Rinda juga menanggung akibatnya. Aku memupuskan harapan. Mencoba kabur tanpa perencanaan matang sama saja dengan aksi bunuh diri. Tak hanya aku yang akan mendapatkan siksaan, tapi juga Rinda, yang tak salah apa-apa.

Kulihat lagi keluar, Ardan sedang berbicara dengan Jarwo. Mereka mengobrol dengan serius. Tangan Ardan menunjuk-nunjuk tegas seperti memberikan peringatan. Sementara, Jarwo mengangguk-angguk patuh. 

Lama mengobrol, Ardan pun pergi. Deru mesin speedboat terdengar menjauh. Tinggallah Jarwo sendiri di dermaga. Sementara aku dan Rinda, tak tahu akan berbuat apa selain mengobrol.

“Rinda, kamu dengar cerita ibuku tadi?”

Rinda mengangguk. 

“Kamu tahu akan hal itu? Kamu tahu kalau Jodi juga pernah memakai nama Tommy?” tanyaku beruntun. 

Rinda mengangguk lagi. Membuatku semakin penasaran akan kisah itu. 

“Diana,” ucap Rinda lirih.

“Diana? Kenapa dengan Diana?”

“Jodi menggunakan nama Tommy untuk menjadi kekasih Diana,” lanjut Rinda.

“Jadi, laki-laki yang datang ke rumahku itu adalah suami Diana?”

“Bisa jadi, tapi aku tak terlalu tahu. Diana teramat tertutup. Dia seperti perempuan yang sangat terpukul. Selama bersamanya, dia sering meracau seperti orang gila.”

 Aku mengangguk paham. Membaca masalah yang dihadapi Diana. Tapi, kenapa laki-laki itu bisa menemukan rumahku? Semoga dia bisa mencari kami sampai ke sini. 

***

Aku masih ingin mengobrol, tapi Rinda seperti sedang keletihan. Rinda bersandar, matanya sayup-sayup terpejam. Aku pun berhenti untuk bertanya lanjut. 

Di luar, hari beranjak sore, bayang-bayang pohon tercipta di sebelah timur, tanda matahari telah condong ke barat. Aku melihat ke halaman gudang yang berada di tepian danau dari celah dinding. Ada Jarwo di sana, sedang bersantai. Dia duduk bersandar di bangku kayu. Tak pernah beranjak sedikit pun dari tempat itu. Dia memainkan ponsel untuk mengisi waktu. 

Aku pun terbawa suntuk dan mulai mengantuk. Lama kelamaan, aku tertidur dengan badan yang tidak nyaman.

Malam tiba, kurasa sekarang baru saja selepas senja. Langit di luar masih ada semburat merahnya. Jarwo masih bersantai di kursi kayu. Masih menonton tayangan yang ada di ponsel. 

Cahaya berpendar dari layar ponsel. Jarwo menonton dengan gelisah. Samar terdengar, suara perempuan mendesah-desah dari ponsel Jarwo. Tak diragukan lagi, Jarwo mengisi kebosanan dengan menonton video yang tidak senonoh. 

Perasaanku mendadak tidak enak melihat apa yang sedang dilakukannya. Aku melirik Rinda lagi, dia terjaga kemudian meringis saat memandangi tungkai kakinya yang terluka parah.

“Masih sakit banget?” tebakku.

Rinda mengangguk. “Jodi memukul kakiku dengan kayu,” katanya tanpa diminta bercerita.

“Apa yang terjadi waktu itu?” tanyaku.

“Waktu mereka menemukan Diana, aku mencoba kabur, tapi tertangkap.” Cerita Rinda singkat, tapi bisa kubayangkan betapa sadisnya keadaan ketika itu. “Aku rasa, tulangku patah,” lanjut Rinda.

“Semoga saja hanya tergilir, mudah-mudahan kamu bisa jalan lagi,” bujukku.

Saat kami mengobrol, Jarwo masuk gudang. Dia melihat ke arahku dan Rinda secara bergantian. Gelagat Jarwo mencurigakan. Matanya memandang aneh. Wajah datar, namun terkesan menyeramkan. 

“Mau apa kamu?” tanya Rinda bernyali meski dia gemetaran. Tak biasanya Jarwo masuk ke gudang jika tidak ada hal yang diperlukan. 

Jarwo diam, dia melangkah pelan. Masih memandangi kami secara bergantian seperti sedang memilih-milih barang belian. Rinda semakin takut, akupun juga begitu. Pemikiran buruk melintas di kepalaku. Jarwo pasti sedang birahi. Dia dipengaruhi oleh tontonannya tadi dan salah satu dari kami akan menjadi pelampiasannya.

Tubuhku dan Rinda saling menempel. Ingin rasanya berpelukan untuk berbagi kekuatan, tapi sayang, tangan kami sama-sama terikat tali. 

Jarwo berjongkok. Tangannya membelai wajah Rinda sambil menyeringai mesum. Tatapannya meneliti tubuh Rinda, dia mengendus kemudian mengernyit jijik. 

“Kamu bau!” ucapnya. 

Tatapan Jarwo beralih padaku. Dia memindaiku dari kaki hingga kepala. Seringai mesumnya makin tercetak di balik kumis dan brewoknya. 

“Kamu mau apa? Jangan ganggu saya!” ucapku menghardik. Namun Jarwo makin dekat, dia mendorong tubuh Rinda ke sisi lain agar jauh dariku. 

Jarwo membuka ikatan tali di kakiku. Menarik tanganku agar berdiri.

“Ayo, ikut denganku,” katanya sambil menyeretku. “Temani aku sebentar.”

“Lepaskan aku, Jarwo. Lepaskan!” Aku meronta tapi percuma. Bekapan Jarwo sangat kuat, apalagi tanganku dalam keadaan terikat. Langkah Jarwo besar-besar dan gegas keluar gudang. Aku tertatih mengiringinya. Di dalam gudang, kulihat Rinda menangis. Dia menatapku iba saat dibawa pergi. 

Setiba di luar, Jarwo membekapku dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya mengunci gembok pintu gudang. 

Aku melihat ke sekeliling. Di samping gudang, ternyata ada satu bangunan lagi. Berbentuk rumah. Mungkin itu markas Ardan. 

Benar saja, Jarwo menyeretku ke sana. Dia membekapku kuat dan menyeretku kasar. 

Saat menuju bangunan itu, aku melirik ke sebuah pohon kayu. Di sana, ada sebuah besi panjang tersandar. Besi itu adalah linggis yang digunakan oleh Jarwo untuk menggali kuburan Diana.  

Aku memeras otak, mencoba tenang, aku harus mencari cara agar tubuhku terbebas dari bekapan Jarwo dan linggis itu menjadi fokusku, sekarang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status