Jihye sedang tidak bermimpi, di balik gemingnya mengatur tangis tertahan di atas ranjang besarnya bersama Yunki, lagi-lagi dia harus merangkum setumpuk masalah yang menderanya akhir-akhir ini. Pertemuannya dengan Shin Sunhee dan pertemuannya dengan Yunki mengantarkan mereka pada sebuah perjanjian yang ternyata membuat hidupnya menjadi penuh drama.
Kembali ke hari itu, saat Shin Sunhee akhirnya meninggalkan mereka berdua di kafe. Tensi yang terjadi di antara keduanya cukup menurun.
"Apa kita bisa berbicara baik-baik, Nona Seo Jihye? Kita bisa mendiskusikan kembali poin-poin itu kalau kau keberatan." Tangan pucat dengan otot kebiruan yang menonjol pada setiap ruasnya itu menyerahkan kembali amplop cokelat yang serta-merta Jihye baca kembali dengan saksama.
Wedding Agreement antara Shin Yunki dan Seo Jihye
1. Seo Jihye bangun lebih awal untuk menyediakan segala keperluan Shin Yunki bekerja, seperti menyediakan air hangat di bathtub dengan suhu 37 derajat dan menyediakan sarapan pagi.
2. Mengerjakan pekerjaan rumah dan menyediakan makan malam sepulang Shin Yunki bekerja.
3. Seo Jihye dilarang keras memasuki kamar Shin Yunki kecuali untuk keperluan menyediakan air untuk mandi.
4. Shin Yunki dan Seo Jihye tidur terpisah di kamar masing-masing. Jika tidak memungkinkan, seperti berkunjung ke rumah besar, harus ada penghalang di atas ranjang.
5. Walau tanpa didasari rasa cinta, kedua belah pihak harus menjaga kesetiaan selama pernikahan berlangsung.
6. Kontak fisik terjadi bila diperlukan.
7. Seo Jihye harus menjadi pribadi mandiri dan tidak merepotkan Shin Yunki sebagai suami.
8. Seo Jihye harus berpenampilan berkelas dan bertutur kata lembut.
9. Kedua belah pihak harus menjaga privasi masing-masing.
10. Seo Jihye harus mengetahui kebiasaan dan apa saja jenis makanan yang tidak disukai Shin Yunki, daftar terlampir.
Terang-terangan Jihye mengembuskan napas kasar, beberapa kali dibaca pun wedding agreement tersebut enggan masuk dalam nalarnya terlebih saat dia membaca poin 4 dan 6. Di sini Jihye sebagai pihak wanita tentu saja akan dirugikan. Kenapa keadaannya seakan terbalik?
"Poin 4 dan 6," ucap Jihye mengetuk-ngetukkan telunjuknya dengan roman penuh tuntutan.
Yunki membaca kertas tersebut lantas mengeryit keheranan. "Poin 4? Apa itu aneh? Apa kau ingin satu kamar denganku?"
"Astaga, yang benar saja Tuan Shin, maksudku bukan begitu. Di sini bukannya aku yang harus berkata demikian? Kenapa semua ini terkesan kau sebagai seorang pria sangat ketakutan aku perkosa, eoh." Jihye benar-benar sewot kali ini sedangkan Yunki hanya terkekeh geli.
"Aku sangat menjaga tubuhku, Nona Seo," ucap pria itu dengan ketenangan yang menyebalkan di mata Jihye.
"Apa itu berarti kau menuduhku tidak menjaga tubuhku dengan baik, eoh?" Gebrakan meja gadis itu mengundang atensi dari pengunjung kafe di sana sehingga lagi-lagi Yunki harus menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sial, kenapa aku harus menikahi singa betina seperti ini? Batin Yunki.
"Oke, mulai sekarang anggap saja kau yang menulis poin 4."
Rupanya sangat mudah mengembalikan mood gadis itu karena cukup dengan mengalah, roman galaknya kembali normal. "Bagaimana dengan poin 6, hal itu sangat-sangat merugikanku."
"Apa kau keberatan dengan ciuman dan sedikit pegangan tangan, apa kau tidak pernah melakukannya?" Yunki cukup terhibur dengan reaksi gadis itu karena bilahnya terbuka dengan mata membulat memberikan efek terperangah kelewat nyata, jangan lupakan tangannya yang tiba-tiba mengipasi wajah tampak tidak terima.
"Te-tentu saja aku sering melakukannya!" ucapnya tanpa kalimat lanjutan.
"Lagi pula kita akan melakukannya hanya bila diperlukan. Aku tidak sesenang itu, Nona Seo." Mengedikkan bahu dengan ketidakpedulian yang kentara Yunki benar-benar menikmati perannya saat ini.
"Kita tidak itu ... kan?" Telapak tangan gadis itu saling tumpuk dengan goyangan yang menggelikan.
Yunki tergelak kemudian mendatarkan wajahnya. "Ingat poin 4."
"Syukurlah ...," ucap Jihye lirih, "kalau bukan karena nenek, aku tidak mau menikah denganmu, Tuan Shin." lanjutnya dengan nada galak seperti semula.
"Percayalah, aku pun begitu, Nona Seo. Jadi apa kau ingin menambahkan poin?"
Tanpa berpikir panjang, gadis itu menambahkan poin baru yang menyebutkan bahwa dia meminta gaji bulanan karena ditilik dari poin-poin di atas yang menuntutnya mengeluarkan energi ekstra seperti seorang asisten rumah tangga alih-alih seorang istri dari seorang CEO.
"Gaji ya? Baiklah ... 5 juta Won, cukup?"
Nominal yang Yunki sebutkan tentu saja membuat Jihye mengangguk bersemangat.
Namun, euforia itu berakhir cepat karena keesokkan harinya, Jihye harus meminta Yunki membayar dimuka dengan nominal yang sangat besar.
***
Yunki mungkin harus bertepuk tangan atas sikap sang istri. Setelah tangisan pilu tadi malam, pagi ini dia bahkan tampak ceria dalam balutan busana kerja yang terpeta apik pada tubuh proporsionalnya, jangan lupakan senyum dan tawa naturalnya di meja makan saat sarapan, memeriahkan suasana yang biasanya sedingin columbarium—rumah abu.
"Nenek benar tidak apa-apa aku tinggal?" tanya Jihye memainkan sendok lantas menyuapi sesendok besar bubur pada Sunhee.
Wanita tua itu menggeleng. "Aku baik-baik saja Hye-ya. Tengoklah aku akhir pekan nanti bersama suamimu."
"Baik, Nek. Kami akan berkunjung lagi nanti." Yunki meremas tangan Jihye lembut lantas melirik dengan bentang senyum yang ... ah sudahlah Jihye muak melihatnya. Jadi sebagai jawaban dia hanya mengangguk.
"Kau tidak usah khawatir, Hye-ya. Nenek akan baik-baik saja selama ada aku di sini." Minkyung tersenyum angkuh dengan sorot dingin tak bersahabat.
Manik gadis itu melirik presensi sang ibu mertua yang tiba-tiba menggabungkan diri dalam konversasi, lantas mengangguk sopan. "Baik, terima kasih Ibu."
Selepas sarapan, Jihye dan Yunki pun berpamitan. "Hati-hati di jalan," ucap Sunhee mengaitkan anak rambut Jihye dan memberikan tepukan lembut di pipi gadis itu.
"Nenek juga jangan susah makan dan makan obat teratur, ya."
***
Bagi Jihye hari ini berjalan sangat baik, dirinya tidak banyak terlibat dalam konversasi tanpa faedah bersama Yunki di dalam mobil menuju kantor tadi pagi, mungkin pria itu sedikit tahu diri akan kesalahan yang diperbuatnya tadi malam dan kalau pun tidak, Jihye memutuskan mengambil kesimpulan yang itu saja.
Sebenarnya, Jihye tidak menyangka jika divisi tempatnya bekerja mempunyai kadar kesibukan cukup tinggi di gedung megah berlantai 26 itu. Pekerjaan divisi administrasi yang begitu banyak tidak membiarkan bokong gadis itu beranjak dari bilik kerjanya. Lelah, tentu saja bahkan nalarnya kini membayangkan berendam air panas pada bathtub milik Yunki. Maniknya melihat jadwal sang suami hari ini dan Jihye cukup puas karena pria itu akan pulang larut malam ini.
Sampai di apartemen. Dia melirik jam yang melingkar di tangannya. "Masih ada waktu tiga jam sampai si Kucing Salju itu datang." Membentangkan senyum antusias, tungkainya segera berlari ke arah kamar mandi.
Mengisi bathtub dengan air hangat, lalu menambahkan sabun dengan aroma lily of the valley yang seringkali Yunki pakai di bak mandinya. Barangkali dalam hal ini mereka sama karena Jihye sangat menyukai baunya.
Menghirup aroma sabun yang menguar dengan bentangan senyum puas, tanpa pikir panjang gadis itu membuka pakaian dan segera menenggelamkan tubuh telanjangnya di sana.
"Astaga enak sekali," ucapnya merasakan otot-otot tegang yang mulai terasa rileks, sejurus kemudian netranya bergulir pada kaca one way besar di depan bathtub dan mulai berdecak kagum saat pemandangan city light kota Seoul terpampang di depannya. "Wow! Pantas saja dia senang sekali berlama-lama di kamar mandi, pemandangannya memang sangat indah."
Baiklah, Jihye kini berpikir jika segelas wine menemaninya mandi tidak akan merugikan siapa pun. Merasa idenya begitu brilian, gadis itu membalikkan tubuh berniat mengambil wine yang berjajar rapi di lemari dapur hingga sebuah teriakan harus mengalun dari bilahnya.
"KYAAA!" Pijakannya tiba-tiba saja terasa licin, tubuh tanpa sehelai kain itu harus terhempas ke dalam bak. Kau tahu? Dalam kepanikan, air di dalam bathtub yang dangkal itu bisa tiba-tiba terasa dalam? Beberapa kali tangannya mencoba menggapai sisi bak, sayangnya keseimbangan itu tidak juga dia dapatkan, dia malah semakin panik dengan beberapa kali meneguk air sabun yang terasa pahit. Dalam kepanikan Jihye sempat berpikir mungkin ini adalah akhir hidupnya, menyusup ke dalam kamar mandi terlarang dengan keadaan telanjang sungguh kematian yang sangat tidak elit. Astaga yang benar saja.
Beruntung pikiran bodoh itu tidak menjadi kenyataan karena sepasang tangan pucat segera menangkap dan memeluk tubuhnya. "Astaga kau ini apa-apaan, sih?" teriaknya.
Bergelung di dalam dekapan si pria pucat, Jihye memejamkan mata mengatur deru napasnya. Barangkali, dia harus menghilangkan kata bathtub pada lobusnya setelah ini.
Bisa dibilang dekapan itu terjadi cukup lama, ya cukup lama hingga pria itu tersadar akan posisi mereka.
"Kalau kau sudah puas memelukku, kau bisa melepaskannya, bajuku basah," ucapnya datar.
Namun, tidak ada balasan apa pun, yang dia terima hanyalah sebuah isakan pilu dengan remasan tangan kelewat keras. "Eomma ... eonnie ... jangan tinggalkan aku ...," lirih gadis itu.
Demi apa pun, ini adalah hal yang jauh dari ekspektasi. Sejak awal Yunki hanya ingin memergoki Jihye yang sudah melanggar perjanjian mereka, tetapi reaksi yang diterimanya sungguh mengejutkan.
"Jihye-ssi!" Tangan pucatnya mencoba menepuk punggung polos sang gadis, tetapi Jihye terus-menerus berucap jangan tinggalkan aku dalam keadaan mata terpejam. Khawatir, akhirnya Yunki menggendong dan menidurkannya di atas ranjang.
Tubuh polos itu terlihat begitu kontras dengan sprei abu tua yang tergelar di atas ranjangnnya dan sial, bisa-bisanya hormon lelakinya bereaksi saat tak sengaja sang manik menatap tubuh polos itu.
Walau Jihye bukan tipenya tetap saja dia terlihat cantik. Astaga Yun tolong kendalikan! Berkali-kali pria itu menggelengkan kepala lantas mengalihkan pandangan yang parahnya sang manik selalu saja berulah.
Tidak ingin terjadi hal-hal yang merusak harga dirinya di kemudian hari. Yunki segera menutupi tubuh telanjang sang gadis dengan selimut. Namun yang terjadi selanjutnya adalah, pria itu harus melihat Jihye menggigil.
"Astaga yang benar saja! Apa dia lupa poin 7, dia terlalu banyak melanggar hari ini, poin 3, 5, 6 astaga dia harus kena penalti."
Pria itu beranjak ke arah walk in closet mengambil t-shirt hijau longgar oversized miliknya. Bagaimanapun Yunki harus segera mengenyahkan fantasi kotor yang sekonyong-konyong hinggap pada lobusnya. Maka cara tercepat adalah mengesat tubuh basah Jihye, lalu memakaikan t-shirt yang malah membuat gadis itu semakin menggoda karena kain hijau itu bersinergi apik pada kulit mulusnya.
Di matanya tiba-tiba saja Jihye terlihat seksi, mengalahkan presensi seseorang yang dulu sering mendesah di bawahnya.
Seo Jihye kau meresahkan.
Mungkin beginilah rasanya tidur di atas lautan busa kelewat empuk yang konon didatangkan langsung dari Eropa, ditambah sprei super lembut berbahan jacquard tencel yang begitu nyaman membuat siapa pun akan betah berlama-lama berbaring di sana.Sinar fajar pertama sudah tergurat pada bentangan langit di luar sana, mengundang obsidian sepekat jelaga itu untuk menyusuri garis wajah sang istri. Gadis itu tertidur pulas tampak begitu nyaman bergelung manja dalam dekapannya.Well, harus dia akui bahwa pribadi di hadapannya itu terlihat sangat cantik, polos sekaligus menantang. Jangan lupakan tangisan lirih Jihye yang mau tidak mau mengusik ketidakpeduliannya selama ini. Pribadi kelewat datar itu menyadari bahwa begitu banyak hal yang tidak dia ketahui mengenai teman hidupnya itu."Kau hampir melanggar semua poin dalam perjanjian kita," kata Yunki dengan intonasi datar tatkala pelupuk besar Jihye mulai terbuka. Terhitung sepul
Mari kita cari tahu apa saja yang sebenarnya terjadi. Pada hari itu, apa yang dikatakan dr. Kim cukup membuat suasana hati Yunki menjadi buruk. Kesehatan sang nenek yang mengalami penurunan terutama pada bagian daya ingat membuatnya mau tidak mau harus bersiap untuk mengemban tugas tertinggi di Shin Geum Corp."Ini baru gejala awal, tetapi aku menyarankan agar Nyonya Shin segera pensiun dari dunia kerja untuk menghindari beban kinerja otaknya. Sudah waktunya kau menjadi pimpinan, Yun ." Kim Junho--sahabat sekaligus dokter pribadi Keluarga Shin--menepuk pundak Yunki pelan lantas melenggang ke arahcoffeemakerdi sudut ruangan.Yunki memijat pelipisnya dan mendengkus kasar, membayangkan beban baru yang benar-benar berat itu. "Apa tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya?""Demensia tidak bisa disembuhkan, hanya bisa diperlambat. Sebisa mungkin hindari segala sesuatu yang membuatnya stress. Bahagiakan dia, ikuti semua k
Pagi yang nahas bagi Jihye dan gadis itu tidak dapat memetakan hatinya. Teriakan Shin Sunhee yang histeris ketika mendapati dirinya dan Yunki tertidur di atas sofa yang sama dan saling menggenggam tangan, itu jelas terlihat sangat buruk. Salahkan dirinya yang mudah sekali tertidur di mana saja saat kelelahan mendera.Belum lagi tatapan menuduh pria itu, membuatnya percaya bahwa segala niat baik tidak selalu diterima dengan baik jika orang yang kita tolong tidak tepat.Setelahnya, Jihye menghabiskan sekitar satu jam duduk tepekur dengan kepala menunduk bersama Yunki di sebelahnya yang tampak masih merangkum pemahaman dengan keadaan yang ada. Mereka hanya mengangguk-angguk mendengarkan ceramah panjang lebar Shin Sunhee yang ajaibnya menatap Jihye dengan binar penuh suka cita."Kalau kalian sering bermalam seperti ini, lebih baik segera menikah," ucap Sunhee sungguh-sungguh. "Nona cantik, siapa namamu?""Se-Seo Jihye, Nyonya," cicit Jihye dengan keadaan hati
Desahan panjang bersama peluh yang membanjiri tubuh menyertai suasana paginya. Jika pikiran kalian sedangtravellingpada hal yang tidak-tidak, maka tolong segera hentikan. Karena Jihye saat ini sedang membersihkan rumah, jenis pekerjaan yang memang cukup mudah, tetapi membutuhkan energi yang sangat besar.Sejak pukul tiga dini hari, dia sudah bangun dan mulai melakukan aktivitasnya. Hari Sabtu, Jihye dan Yunki berjanji pada Sunhee akan berkunjung ke rumah besar.Apartemen sudah rapi dan bersih, sarapan pagi sudah tergelar di atas meja, dirinya pun sudah mandi dan berganti pakaian. Tugasnya sekarang adalah menyiapkan air hangat untuk sang suami dan membangunkannya.Apa yang terjadi setelah insiden tenggelam dibathtubdangkal itu? Yang dilakukan Jihye adalah bermain petak umpet. Sebanyak mungkin dia menghindari kontak mata dengan Yunki dan bagian lucunya setelah menyiapkan air hangat dibathtub, dia akan menyet
Aku tahu aku cantik, tidak usah menatapku seperti itu, Shin Yunki-ssi," ucap Jihye ringan, melupakan presensi Sunhee di ruangan itu. Kecantikan Jihye yang diam-diam Yunki kagumi itu, tiba-tiba luntur akibat kalimat yang baru saja terlontar. Pria itu memilih mengedikkan bahu dengan ulasan senyum tipis. Sementara ledakan tawa Sunhee menyadarkan Jihye. "Nenek!" Pekiknya tanpa sadar, "maaf kukira tidak ada Nenek di sini." "Aku tidak sabar menanti cicit-cicitku kelak," ucap Sunhee masih dengan tawanya. "Yunki-ya, kenapa belum juga membuat istrimu hamil,eoh?" Pribadi bermata sipit itu menatap Jihye dengan tatapan tak terartikan. "Mungkin, kalau sudah saatnya nanti, Nek." Mata Jihye sukses membola berusaha mengartikan silabel yang baru saja Yunki lontarkan. Sebelum akhirnya menggeleng samar. "Sebaiknya aku antar Nenek ke kamar, ya? Nenek harus istirahat." ***
Bila ditelaah kembali dan ditepekuri dengan tenang sambil menyesap kepulan teh hangat di kursi santai yang terdapat di balkon apartemen. Kehidupan pernikahannya bersama Shin Yunki yang sudah berumur tiga bulan lebih itu tidaklah terlalu buruk. Diam-diam Jihye mulai berhitung berapa banyak hal tidak terduga yang terjadi di dalam hubungan mereka.Setidaknya Yunki bukan seseorang yang senantiasa kasar, walau seringkali Jihye merasa jengkel setengah mati karena lembaran kewajiban yang harus dia lakukan di rumah itu kelewat banyak dan kadang membuat kesal. Seperti suhu air dibathtubyang harus bersuhu tiga puluh tujuh derajat itu, ini salah satu perintah Yunki yang tidak masuk akal dan seringkali Jihye dikomplain karena suhu airnya tidak sesuai. Kenapa tidak sekalian saja dia menyuruh Jihye menabur kelopak bunga mawar di dalamnya. Sungguh merepotkan.Gadis itu masih saja bergidik mengingat sikap manis nan keren Yunki saat di pesta minggu lalu. Mungkin di
Yunki mengembuskan napas berat dan panjang, mencoba konsentrasi pada apa yang tengah dikerjakannya--proyek besar mengenai pembangunansmart citydi daerah Busan--tetapi, fokusnya hilang saat kelebatan wajah marah Jihye terus saja muncul."Argh! Bisa tidak, kau tidak terus muncul, Hye!" ucapnya geram pada sosok imajiner yang mengusik otaknya.Yunki sangat gusar, mengacak surai legamnya kasar lantas berdiri menghadap kaca besar, mencoba mencari ketenangan pada bentangan alam Seoul yang hari ini tampak cerah. Sayang, hal itu tidak berhasil, hingga bunyi dering ponsel menarik atensinya, menampilkan nama Jeongguk di layar benda pipih itu."Ya," jawab Yunki datar."Hyung,tidak lupa 'kan? Makan siang bersamaku?""Ya," jawab Yunki malas. Sebenarnya janji dengan adik kelasnya saat kuliah di Amerika sekaligus salah satu direktur Shin Geum Corp itu dia lupakan sama sekali."Oke, sampai bertemu nanti. Ada s
Tiba di apartemen, Yunki sudah ditunggu oleh Pak Ong yang berdiri di depan pintu dengan menggenggam sebuah amplop cokelat. Yunki tampak lega dan mereka langsung menenggelamkan diri dalam ruangan kerja. Sementara Jihye yang masuk aparteman beberapa saat kemudian--karena sang suami tidak menahan liftnya--tampak kebingungan harus bersikap seperti apa. Tangannya masih mengusap-usap kepala, merasa aneh dengan sikap Yunki yang selalu penuh kejutan."Apa dia cemburu, Jingoo mengacak rambutku?" monolognya lirih. "Kucing Salju itu kenapa, sih? Benar-benar membuatku bingung, tapi senyumnya kenapa bisa seimut itu, astaga jantungku ... kenapa pula degupnya harus sekencang ini."Pipi Jihye masih merona ketika Yunki menatapnya dari balik pintu ruang kerja. "Sayang, bisa tolong buatkan sarapan?"Bisa dibilang Jihye itu memiliki radar kelewat baik, dia dapat menyimpulkan dengan tepat perihal sang suami yang tiba-tiba memanggilnyaSayang."Ada siapa,Oppa