Aku geram mendengar cerita Selvi. Tapi aku yakin memang Selvi tidak bohong. Namun aku tak semudah itu melepas Selvi tanpa hukuman.
"Trus kamu semalam tidur bersama Tuan All?" tanyaku menyelidik. Selvi tampak kaget. Ia memandangku, "Sebejat- bejat diriku aku tak akan mau merebut pacar temanku. Tanyakan sendiri pada Tuan All!" Aku diam, aku percaya ucapan Selvi kali ini tidak bohong. All tak mungkin melakukan hal sebejat itu. "Bagaimana kau percaya kan sama aku? Sekarang lepaskan tali ini. Dan untuk yang seterusnya aku akan bantu Kamu. Mengungkap pembunuhan orang tua kamu dan anak kamu. Tapi tolong lindungi keluargaku." Aku manggut-manggut. Aku segera mengambil ponselku dan membatalkan pihak kepolisian. Beruntung pihak Kepolisian sangat pro sama aku. Jadi dengan mudah membatalkan sesuatu. "Ya, akan aku lepas kamu!" Aku melangkah mendekati tempat duduk Selvi. "Jangan dilepas,Aku geram mendengar cerita Selvi. Tapi aku yakin memang Selvi tidak bohong. Namun aku tak semudah itu melepas Selvi tanpa hukuman. "Trus kamu semalam tidur bersama Tuan All?" tanyaku menyelidik. Selvi tampak kaget. Ia memandangku, "Sebejat- bejat diriku aku tak akan mau merebut pacar temanku. Tanyakan sendiri pada Tuan All!" Aku diam, aku percaya ucapan Selvi kali ini tidak bohong. All tak mungkin melakukan hal sebejat itu. "Bagaimana kau percaya kan sama aku? Sekarang lepaskan tali ini. Dan untuk yang seterusnya aku akan bantu Kamu. Mengungkap pembunuhan orang tua kamu dan anak kamu. Tapi tolong lindungi keluargaku." Aku manggut-manggut. Aku segera mengambil ponselku dan membatalkan pihak kepolisian. Beruntung pihak Kepolisian sangat pro sama aku. Jadi dengan mudah membatalkan sesuatu. "Ya, akan aku lepas kamu!" Aku melangkah mendekati tempat duduk Selvi. "Jangan dilepas,
Jarum jam di sudut ruangan kamarku menunjukkan angka lima. Bergegas kusibakkan selimutku. Dan aku turun dari ranjang dengan melangkah ke wastafel untuk menggosok gigi. Aku menunda untuk mandi. Kulangkahkan kakiku keluar kamar, yang pertama aku tuju kamar tamu dimana All hampir semalam dengan kelelahan tubuhku tak aku hiraukan. "Kam?!" sapaku melihat All sudah berpakaian rapi. Duduk di depan meja dengan secangkir teh. "Aku mau pulang Kinan, aku ada janji sama temen bisnis." Aku diam menatapnya. Dan berjalan menghampiri Alliandro. "Trus tentang Selvi?" "Tenang semalam aku dan Ardan sudah mengintrograsinya. Nanti tinggal menyuruh dia pulang. Kau ingin tau rekamannya?"All menyodorkan sebuah benda kecil berbentuk kotak panjang. "Jangan di putar sekarang. Nanti saja setelah Selvi pulang. Biar dia tak curigai." Aku mengangguk. Mengantarkan Al sampai ke halaman rumah. "All bukanlah kamar yang di pakai Selvi aku kunci semalam."
Aku mengernyitkan dahiku saat menyebut dirinya Selvi. Aku mengingat ingat sepertinya aku pernah dengar suara wanita yang ada di depanku. Tapi siapa aku belum menemukan."Saya ke sini mau gabung dengan bisnis Nyonya yang ada di Jogjakarta. Kebetulan saya dulu juga kiprah di model saya banyak menelorkan murid yang sudah sukses." ucap Selvi dengan tersenyum."Sebentar, saya belum bisa menerima dan juga belum menolak. Sebab akhir-akhir ini saya di sibukkan dengan urusan bisnis lainnya." ungkapku cukup waspada. Aku takut ini sebuah jebakan dari Bram menyuruh wanita lain.Selvi manggut-manggut. Bagaimana tentang kasus Nyonya Citra apakah sudah kelar?" Aku sedikit agak kaget, entah tiba-tiba aku tertarik dengan pertanyaan Selvi. "Entahlah. Aku sudah berusaha untuk mencari siapa dalang di balik semua itu. Tapi sedikit banyak sudah mencapai titik terang. Satu persatu orang yang di ajak kerjasama oleh pelaku sudah mengaku semua!" M
Hendra keluar ruangan, berpapasan dengan sipir penjara yang berdiri di depan pintu. Hendra tau kalau sipir itu sipir yang tadi di kasih kode oleh Hendra berarti dia orangnya Bram. ia berhenti sejenak. "Pak, siapa tadi yang duduk di kursi yang aku duduki tadi?" Sipir itu mengernyitkan dahinya ia tampak mengingat. "Nggak ada Tuan, tadi ada yang bezuk Aris cuma bukan meja yang ini." Hendra kaget, "berarti aku salah tempat," batin Hendra "tapi kenapa bapak tak mengarahkan orang tadi untuk duduk di sini?" "Sepertinya susah Tuan, ternyata dia lebih berkuasa disini!" ucap sipir. "Saya kehilangan ponsel yang saya selipkan di sini, tapi sekarang raib. Bisakah saya melihat rekaman cctv." Sipir itu mengangguk, ia melangkah mengantar Hendra ke tempat operator."Aneh dalam cctv tak ada orang di meja ini, kenapa bisa raib ponselku." gumam Hendra dengan memutar ulang rekaman cctv hari ini tgl dan detik. Hendra kecewa dan ia meminta sama petugas untuk kembali ke ruangan itu untuk mengecek kem
Dari situ Bram bisa melenggang untuk membalaskan dendam sang ayah dengan satu persatu keluarga Hans Smit di cekokki racun. Selesai papa Kinan, incaran Bram yaitu Jenar anak kandung Bram sendiri yang mana kelak menjadi pewaris perusahaan keluarga Hans Smith. Dan bakalan menghancurkan kehidupan Bram Dengan menikahnya Bram dengan Neni. Kematian Jenar juga seperti yang dilakukan dengan Hans Smith. Dengan cara memberi racun makanan pada roti yang dimakan Jenar dalam jarak waktu tiga jam racun itu bereaksi mematikan. Dokter pun memfonis kematian Jenar sebab penyakit ginjal. Incaran berikutnya Nyonya Citra, Mama dari Kinan. Sebenarnya Bram merencanakan menghabisi Bu Citra dengan cara seperti Hans Smit dan Jenar. Tapi keburu Bu Citra mengetahui rencana busuk Bram. Waktu itu, Bram sengaja menyewa orang untuk menjemput Bu Citra dengan alasan ada pengusaha yang ingin kerja sama dengan perusahaan Bu Citra yang ada di Jogjakarta. Bu Citra di jemput oleh anak buah Bram dengan arahan Aris s
Tanpa pikir panjang All langsung memacu mobilnya ke kantor polisi, di kantor Polisi aku dan All langsung disambut polisi berpakaian preman yang bertemu di jalan waktu pulang dari rumah Aris. Aku dan All langsung dipersilahkan duduk diruang khusus."Apakah Tuan dan Nyonya ingin bertemu Aris?" tanya salah satu dari anggota kepolisian."Memang gak papa Pak, jika Saya bertemu? Apa Aris sudah mengaku kalau dia yang melakukan perampokan di rumah saya Jakarta?" "Yang penting Nyonya tidak emosi saat bertemu pelaku?" Aku diam menatap All yang duduk di dekatku. "Akan aku usahakan tidak emosi." Janjiku dengan berdiri, secepatnya aku mengajak All bertemu Aris.Aku melangkah mengikuti langkah kaki petugas kepolisian menggiringku masuk Tampak Aris berdiri dengan egrang masih menyangga di tangannya. Ia menunduk tanpa memandangku yang sudah berdiri di depan jeruji besi."Nyonya, maafkan saya." lirihnya dengan suara sayu. All semakin mendekat kearah jeruji menatap Aris yang nampak berdiri kaku de