Setelah berhasil menenangkan diri dan menghapus jejak air mata di wajah, Lidya bergegas mendatangi Azzam dan Azizah. Kedua anak itu sedang sibuk menghitung uang yang mereka dapat sebelum dimasukkan ke saku masing-masing.
“Azzam, Azizah ...,” panggil Lidya pelan.
Azzam dan Azizah sangat kaget mendengar panggilan ibunya, langsung menyembunyikan gelas plastik dibalik punggung kecil mereka.
“A-apa yang kalian lakukan di sini ... K-kalian tidak sekolah?” tanya Lidya dengan terbata-bata. Ia berusaha keras menahan air mata yang mendesak keluar. Matanya bahkan sudah berembun sekarang. Ia segera berpaling untuk mengusap sudut mata dengan ujung jari.
“M-mama ...” desis Azzam. Matanya terbelalak dengan mulut terbuka selama beberapa detik.
Lidya tersenyum lembut, lalu berjalan mendekat dan duduk di samping Azizah yang selonjor di tepi trotoar.
“Zizah sedang apa di sini? Kenapa tidak sekolah?” tanya Lidya l
Tanpa menunggu lama, terdengar ucapan salam dan pintu di ketuk dari depan rumah Sofia. Ia segera berdiri dan membuka pintu untuk menyambut kedatangan Lidya. Wanita berpipi dekik itu terlihat menggendong Lea menggunakan daster yang warnanya mulai pudar.“Silakan masuk, Mbak,” sambut Sofia ramah.“Mbak, jelaskan padaku tentang idemu tadi,” ucap Lidya tak sabar begitu mereka berdua duduk di ruang tamu. Ia bahkan menolak saat Sofia menawarinya minum karena penasaran dan ingin mendengarkan penjelasannya segera.“Sebenarnya aku ingin memulai lagi usaha brownis, Mbak. Dulu aku sempat berjualan dan menerima pesanan brownis. Namun, terpaksa berhenti karena pindah rumah. Padahal usahaku mulai berkembang dan mulai banyak pelanggan waktu itu. Jadi aku berencana untuk mengajakmu bekerja sama untuk memulai lagi usaha brownis ini. Karena kamu sudah lama tinggal di lingkungan ini pasti sudah kenal dengan warga sekitar sini. Nanti kita rencanakan be
“Mbak ... Mbak Lidya,” panggil Sofia sambil menepuk bahu Lidya yang baru saja roboh di lantai. Diangkatnya kepala Lidya ke pangkuan lalu kembali memanggil namanya sambil menggoyangkan badannya pelan. “Mbak ... Mbak Lidya ... Mbak ....” Tetap tidak ada respons dari Lidya. Wanita berpipi dekik itu bergeming meskipun Sofia memanggilnya lebih keras kali ini. “Sepertinya dia pingsan, apa yang harus kulakukan sekarang?” gumam Sofia kebingungan. Akhirnya ia memutuskan untuk memindahkan Lidya ke tempat nyaman terlebih dulu. Dengan susah payah, Sofia memapah Lidya ke kamar dan merebahkannya di atas kasur sampai ia kehabisan nafas karena lelah. Dicobanya untuk menyadarkan Lidya lagi dengan menggoyangkan badan lebih keras sembari memanggil namanya, tapi tetap tidak ada respons. Akhirnya Sofia memutuskan untuk menghubungi Pram melalui ponsel Lidya yang diletakkan di atas kulkas. Namun tidak ada jawaban meskipun ia sudah meneleponnya berkali-kali.
Setelah melihat Fuad melangkah pergi, Pram segera memegang lengan Lidya dan menyeretnya masuk ke dalam. Dibantingnya pintu dengan kasar sehingga pintu kayu jati itu bergetar cukup keras dan menimbulkan suara yang berisik.“SIAPA LAKI-LAKI ITU? KENAPA DIA MEMEGANGMU TADI!” bentak Pram dengan nafas menderu.“Dia Mas Fuad, suami Mbak Sofia. Tetangga sebelah.” Lidya melepaskan lengannya dari cengkeraman kasar Pram, hingga menimbulkan bekas kemerahan di kulitnya yang kuning.“Fuad?” Pram mengernyitkan dahi, mencoba berpikir keras. Nama dan wajah itu seperti tidak asing baginya.“Dia mantan tunanganku dulu, yang kutinggalkan saat malam tunangan karena aku memilih kabur bersamamu,” kata Lidya pelan.“APA!” teriak Pram.Lidya berjingkat kaget mendengar Pram tiba-tiba berteriak padanya setelah terdiam cukup lama“Jadi selama ini kamu bekerja padanya. Bagus, memanfaatkan kesempat
Pram bergegas masuk ke rumah tanpa mengatakan apa pun. Ia menuju dapur sambil menoleh ke belakang lalu menatap Sofia. Memberikan isyarat padanya agar mengikutinya.Sofia mengangguk dan bergegas mengikuti Pram menuju ke dapur dengan tergesa-gesa hingga menabrak kursi makan cukup keras. Tak dihiraukannya kursi yang terpelanting jatuh akibat tabrakannya. Ia tetap meneruskan langkah mengikuti Pram yang sudah tiba di dapur terlebih dulu. Lelaki itu sedang berjongkok dan memegang Lidya yang tergeletak di lantai dengan wajah penuh luka saat ia sampai di dapur.Melihat pemandangan yang tersaji di depannya membuat Sofia terenyak kaget. Ia mematung selama beberapa detik sebelum tersadar dan segera berlari menghambur ke tempat Lidya berbaring.“Mbak Lidya!” pekik Sofia menghambur ke arah Lidya yang kepalanya kini dipangku Pram.“Sayang, bangunlah. Kumohon buka matamu. Aku minta maaf karena sudah memukulimu.” Pram masih belum menyerah, mencoba
Pram langsung menghentikan langkah mendengar ucapan Fuad. Ia berbalik dan berjalan dengan cepat mendatangi Fuad yang duduk di kursi pengunjung di halaman UGD.“Tawaran apa?” tanya Pram dengan antusias.“Kamu tidak harus menyerahkan diri ke kantor polisi tapi ada syaratnya ....”“Apa syaratnya?”“Pergilah sejauh mungkin dari hidup Lidya, jangan pernah mendatanginya lagi. Urus perceraian kalian secepatnya.”Pram terdiam cukup lama, memikirkan tawaran Fuad. Sebenarnya ia sudah menalak Lidya saat memukulinya tadi, secara agama ia sudah bukan suaminya lagi. Namun secara hukum ia mereka masih berstatus sebagai suami istri. Hanya tinggal mengurus perpisahan mereka di pengadilan agama setelah itu mereka berdua resmi bercerai baik secara agama dan secara hukum.“Baiklah, aku akan pergi sejauh mungkin dari hidup Lidya. Akan kuurus secepatnya perceraian kami,” bisik Pram lemah.“P
Tidak terasa hampir sebulan berlalu semenjak Lidya pulang dari rumah sakit. Pram tidak pernah muncul di depan Lidya ataupun menghubunginya sejak kepergiannya hari itu. Kabar darinya juga tidak pernah terdengar sama sekali.Semenjak percakapannya dengan Fuad terakhir kali, Lidya tidak pernah membahas atau membicarakan tentang Pram lagi. Meskipun ia masih terus bertanya-tanya dalam hati, ke mana lelaki itu pergi juga alasan kepergiannya. Apakah ia pergi karena permintaan Fuad atau karena keinginannya sendiri. Ia terus memikirkannya setiap malam, saat hendak tidur.Saat malam menyapa dan semua sudah tertidur, Lidya tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya terus mengembara merindukan sosok ayah dari anak-anaknya. Hati kecilnya tidak bisa dibohongi kalau ia mengkhawatirkannya sehingga tanpa sadar ia terus menghubungi nomornya berharap lelaki itu akan mengangkatnya. Namun, teleponnya tidak pernah diangkat meskipun masih tersambung.“Apakah ia benar-benar serius me
Malam itu Lidya sedang mendampingi Azzam dan Azizah belajar setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah untuk besok. Ia terlihat melamun dan memandang dinding dengan tatapan kosong. Lea duduk tidak jauh dari Azzam, sibuk memainkan boneka beruangnya.Dihembuskannya nafas berkali-kali tanpa sadar lalu memandang ketiga buah hatinya secara bergantian. Hatinya terasa pedih terutama saat malam seperti ini dimana rasa sepi menyerangnya dengan kuat karena Lidya menyadari kesendiriannya sekali lagi. Tidak ada teman untuk berbagi rasa suka maupun duka. Semua ia rasakan sendirian. Meskipun dari luar ia terlihat baik-baik saja selama ini, tapi hatinya masih belum sembuh sepenuhnya. Ia sangat pandai menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya di depan orang lain terutama di depan Fuad dan Sofia.Pramono Adiputra, nama itu masih terukir dengan kuat dalam hatinya. Ayah dari ketiga buah hatinya. Di mana dia sekarang, bagaimana kabarnya, apa yang sedang dia lakukan saat ini. Apakah ia s
Pada kehamilan yang ketiga kalinya ini Sofia benar-benar menjaganya dengan baik mengingat pengalaman pada dua kehamilan sebelumnya ia harus kehilangan calon buah hatinya. Dia benar-benar menjaga diri agar tidak terlalu lelah ataupun terlalu stres. Makan makanan bergizi yang mengandung banyak vitamin dan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Ia juga rutin memeriksakan kandungannya ke bidan dan ke dokter kandungan. Segera beristirahat jika mulai merasa lelah setelah beraktivitas.Sofia mengalami kehamilan layaknya ibu hamil yang lainnya. Kenaikan HCG dalam darah yang membuatnya mengalami morning sickness seperti mual dan muntah. Sesekali mengidam ingin makan sesuatu yang masam atau pedas. Perasaannya juga menjadi lebih sensitif sehingga ia bisa menangis terisak-isak saat Fuad lama membalas pesannya atau saat mendengar lagu sedih.Setelah mengetahui hal tersebut, Fuad kini menjadi suami siaga yang selalu memegang ponsel ke mana pun. Bahkan saat ke