Kulangkahkan kakiku memasuki kantor Mas Andri. Para karyawan menyapaku dengan ramah. Hari ini hari Sabtu, kantorku libur di hari sabtu tapi bukan hari libur untuk Mas Andri, perusahaannya hanya libur di hari Minggu dan tanggal merah. Aku mememcet tombol lift dan menunggu, ruangan Mas Andri ada di lantai 3. Lama menunggu, dari arah sebelah kiriku kulihat Rini yang sedang berjalan membawa beberapa berkas. Dia terlihat begitu senang melihatku kemudian tersenyum dan menghampiriku.
"Mbak Nuri, masya Allah Rini kangen sama Mbak. Gimana kabarnya Mbak Nuri dan anak-anak soleh solehanya?" sapanya riang sambil menyalamiku kemudian cipika - cipiki.
"Baik Rin, anak-anak juga kabarnya baik. Kamu sendiri apa kabar, Rin? Kamu sekarang terlihat lebih cantik dan lebih segar," jawabku sambil memperhatikan penampilannya. Rini memakai gamis dan jilbabnya terjulur panjang menutupi dadanya. Penampilannya jauh lebih agamis dibanding pertama kali aku mengajaknya ke kota ini. Aku tersenyum padanya.
"Alhamdulillah Rini juga baik, Mbak. Ini semua juga karena kebaikan Mbak Nuri sehingga Rini bisa seperti ini. Bagi Rini, Mbak Nuri itu malaikat yang dikirim Allah untuk mengangkat kehidupan kelam Rini," ujarnya, matanya berkaca-kaca.
"Ah kamu berlebihan Rin. Kamu begini karena memang kamu memang punya kualitas. Kudengar dari Mas Andri divisi kalian sukses besar ya bulan lalu, selamat ya Rin, kamu memang bisa diandalkan tidak salah mbak membawamu ke sini."
"Wah anak marketing bisa ge-er nih Mbak kalo dengar Pak Andri sampai memujinya. Iya Mbak itu semua karena kekompakan anak-anak marketing mbak. Rini senang sekali bekerja di sini dan bekerja sama dengan mereka. Oh iya, ini Rini juga mau ke ruangan Pak Andri. Nggak apa-apa kah Mbak Rini ganggu? Kalau Mbak Nuri keberatan Rini bisa menunda berkas-berkas ini," katanya sambil mengangkat berkas di tangannya.
"Tidak apa-apa, Rin. Justru Mbak yang ganggu, ini kan masih jam kerja ... Hmmm ... Rin, gimana kabar ibu kamu dikampung?"
"Alhamdulillah baik, Mbak. Sejak Rini bekerja, ibu juga sudah mulai sehat kembali dan tidak berurusan lagi dengan para rentenir itu. Sekali lagi terima kasih Mbak atas kebaikan hati Mbak Nuri mau membawa saya kesini dan menerima saya bekerja," ucapnya.
Kondisi Rini dan ibunya memang sangat memprihatinkan dulunya. Mereka setiap hari diteror oleh rentenir yang menagih hutang almarhum ayah Rini yang semasa hidupnya suka bermain judi. Ibunya sakit-sakitan dan kurus kering memikirkan nasib mereka, bahkan Rini hampir saja dibawa paksa oleh rentenir untuk jaminan hutang ayahnya.
Beruntung pada saat itu kami sekeluarga kebetulan lagi berkunjung ke rumah ibu. Mas Andri kemudian bernegosiasi dengan rentenir itu meninta waktu pelunasan hutang ayah Rini. Kemudian aku menawarkan Rini untuk ikut denganku ke kota kami mencari pekerjaan yang layak. Dan akhirnya di sinilah dia, setelah aku merengek pada Mas Andri agar mencoba menerima Rini bekerja di perusahaan mas Andri. Walaupun Rini hanya berijazah SMU namun dia gadis yang jujur. Bukankan kejujuran adalah modal utama, ilmu yang lain bisa dicari dan dipelajari. Dan Ternyata dugaanku benar, Rini sukses membawa perubahan pada perusahaan Mas Andri terutama divisi marketing. Ide-ide marketingnya sangat cemerlang dan selalu sukses. Itu yang kudengar dari cerita suamiku.
Tak terasa langkah kami sudah sampai di depan ruangan mas Andri.
"Rini tunggu di sini aja ya Mbak, nggak enak ganggu," katanya berhenti dan duduk di kursi tunggu di depan ruangan.
"Masuk aja Rin, urusan pekerjaan lebih utama dari urusan Mbak. Ayok masuk sama-sama," sahutku sambil menggandeng tangannya.
"Assalamualikum ...." Mas Andry menoleh ke pintu, kulihat dia sedikit terkejut melihat kedatanganku dan Rini.
"Walaikumsalam, kok bisa bareng Rini, Dik?" Senyumnya merekah.
"Iya Mas, tadi ketemu di lift. Aku duduk di sofa. Mas selesaikan saja dulu urusan dengan Rini. Aku nunggu di sini," kataku sambil menunjuk berkas-berkas ditangan Rini.
Rini kemudian duduk berhadapan dengan Mas Andri dan mulai menjelaskan sesuatu. Aku pura-pura melihat ke arah tv namun ekor mataku memperhatikan gerak-gerik mereka. Mas Andri terlihat bererapa kali mengangguk dan menandatangi berkas. Namun sesekali mereka saling menatap kemudian sama-sama tertunduk kembali. Ingin rasanya aku bertanya tentang kejadian beberapa hari lalu di restoran serta memberitahu pengakuan Aldy pada keduanya. Tapi kutahan semua pertanyaan di benakku. Aku harus menyelidiki lebih jauh, aku tidak mau gegabah ataupun berburuk sangka. Apalagi Rini terlihat sangat menghormatiku.
“Mbak, Rini pamit ya. Sampaikan salamku pada Aldy dan Nanda ya mbak. Rini kangen celotehan mereka,” kata Rini berdiri setelah urusannya dengan Mas Andri selesai.
“Baik Rin, nanti Mbak sampaikan salam dari Tante Rini-nya. Oiya Rin, Mbak mau nanya sesuatu ke kamu, tapi bukan sekarang dan bukan di sini. Kapan-kapan Mbak main kerumahmu ya Rin, masih di alamat yang dulu kan?” tanhaku.
Rini terlihat terkejut lalu menoleh sekilas ke arah Mas Andri. Mas Andri pun terlihat menatap sekilas pada Rini. Aku terdiam, ada rasa sakit di dadaku melihat interaksi mereka saling menatap sekilas. Mungkin pemandangan ini adalah pemandangan biasa bagiku seandainya tidak melihat kejadian beberapa hari lalu Mas Andri menggandeng tangan Rini.
“Maaf Mbak, Rini lupa mengabari Mbak. Rini sudah pindah sekitar sebulan yang lalu Mbak. Nanti Rini kirim alamat barunya ke W******p Mbak Nuri ya,” jawabnya, suaranya agak pelan dibanding tadi saat berpamitan.
“Oh ya? Kamu pindah kontrakan Rin? Kok nggak bilang-bilang sih, untung aja Mbak belum nongol ke rumah lamamu. Wah kebetulan ini mbak mau sekalian liat kontrakan barumu Rin, lebih dekat dari kantor kah sampai Rini memilih pindah. Padahal kontakanmu yang dulu asik loh Rin, daerahnya aman dan tetangganya juga baik-baik kan."
Sekali lagi Rini menoleh ke arah Mas Andri.
“Rini tidak ngontrak lagi, Dik. Perusahaan memberikan bonus rumah padanya karena Rini berhasil memenangkan proyek besar dua bulan yang lalu. Maaf, Mas juga lupa mengabarkannya padamu. Kapan-kapan kita boleh berkunjung kesana bersama anak-anak." Mas Andri menjelaskan.
Hatiku kembali merasa perih. Banyak yang tidak kuketahui tentang mereka berdua. Aku harus mencari tau, entah mengapa aku merasa mereka berdua seperti salah tingkah dan menyembunyikan sesuatu dariku. Aku menganggukkan kepala, tak sanggup lagi menjawab apapun kepada Rini maupun Mas Andri. Sungguh banyak sekali yang ingin kutanyakan pada Rini, pada Mas Andri, namun aku takut bibirku bergetar dan air mataku mengalir, sekuat tenaga aku mencoba berusaha tenang.
“Yuk Dik, kita berangkat sekarang. Dan Rini tolong kamu handle pertemuan divisi marketing hari ini ya. Aku percayakan padamu," sahut Mas Andri kembali.
Bersambung.
Kemana kah Nuri dan Andry?
Dan apa yang disembunyikan Rini dari Nuri?
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe