Share

2. Mahar 100 Ribu

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2024-09-04 06:45:42

Part 2

"Memangnya kamu punya mahar berapa mau nikahin anak saya?" tanya ibu dengan tatapan tajam.

"Seratus ribu."

"Apa?? Cuma 100 ribu? kau ini sudah gila ya? Mau nikahin anakku tapi nggak punya modal?!" seru ibu dengan wajah kesal.

Bapak menepuk lengan ibu agar tenang.

"Coba Nak Saga ulangi lagi, berapa mahar yang akan kamu berikan buat putri kami?"

Lelaki yang memakai kaos oblong dan dikuncir rambutnya dan terdapat sedikit tato di lengannya segera menoleh ke arahku. Ya, penampilannya memang seperti berandalan, dengan tatapan elang membuatku sedikit bergidik.

Namun saat ini, wajahnya dipenuhi luka lebam dan babak belur akibat dihajar warga.

Ah entahlah, aku tak bisa melukiskannya, karena perasaan yang bercampur padu antara kalut dan juga tegang.

Aku bahkan aku tak mengenal siapa dia sebenarnya, hanya beberapa kali mengingat lelaki itu sepertinya memang pernah datang membeli kue di toko Aksara.

Dia berdecak pelan, kesal mungkin gara-gara di sidang oleh pamong desa dan keluarga, serta para warga desa yang menunggui kami di teras depan seolah menantikan pengadilan kami.

Lelaki yang kutahu bernama Saga itu mengambil dompetnya di saku celana. Dompet kulit berwarna coklat itu ia buka dan menunjukkannya pada bapak.

"Bapak dan ibu, lihat sendiri kan, saat ini aku tidak membawa uang lagi, hanya ini, 1 lembar saja, tidak ada yang lain," jawabnya serius. "Itu kalau kalian mau kalau tidak aku akan pergi. Toh aku tidak melakukan apapun pada putri kalian."

Hampir saja lelaki itu bangkit dari duduknya membuat bapak dan juga ibu terhenyak. Dan membuat kondisi riuh kembali.

"Bu, yang dikatakannya memang benar kok. Kami---"

"Sssttt! Sudah! Kamu diam saja Damay!" pungkas ibu yang langsung menatapku tajam.

"Dan kamu! Kamu mau lepas tanggung jawab setelah menodai putri kami?!" seru ibu lagi sambil menunjuk wajah Saga.

"Saya tidak me--"

"Mas Saga duduklah dulu, Mas. Kami sedang berdiskusi dengan kamu. Kita berada di sini sedang mencari jalan tengahnya," seru Pak Kades.

Lelaki itu kembali duduk. Wajahnya tampak serius.

"Bagaimana Mbak Damay?" Kini giliran Pak Kades bertanya dengan mimik serius.

"Pak, sejujurnya aku tidak ingin menikah. Kalian dan para warga sudah salah paham tentang kami--"

"Cukup Damay! Jangan bikin kami tambah malu! Kau sudah melempar kotoran ke wajah kami! Seumur hidup ibu mendidikmu dengan baik. Tapi kau justru bersikap begini! Keterluan kamu, May!" teriak ibu.

"Bu. Sudah, Bu. Jangan marah-marah lagi. Nanti masalah jadi makin runyam," timpal bapak.

"Aku akan menikahi Damay. Dan ini maharnya. Yang lain akan aku berikan setelah masalah ini selesai. Aku sungguh tidak tega melihat putri kalian dihakimi seperti ini," ungkapnya tegas setelah melirik ke arahku dan mendapati air mataku menetes lagi di pipi.

"Ya, ya, baiklah, ini lebih baik dari pada aku harus menyaksikan putriku disiksa. Segera laksanakan saja, Pak. Berkasnya nanti bisa menyusul."

Aku sudah tak mampu berpikir apa-apa lagi. Hanya bisa menangis, hingga lelaki itu mungkin merasa kasihan padaku. Mereka semua tidak percaya atas kesalahpahaman ini bahkan bapak dan ibu tak mempercayaiku. Meski aku menjelaskannya sampai mulut berbusa.

Pilihannya hanya dua. Nikah atau dicambuk 100 kali lalu diarak keliling desa dengan kondisi tak berbusana, hilang muka, kena mental, sanksi sosial yang lain. Sungguh aku tak bisa membayangkan rasanya. Bukankah lebih baik mati saja?

Ya, setelah 1 jam lamanya, dan dengan diskusi yang cukup alot, akhirnya semua setuju dengan pernikahan dadakan yang konyol ini.

Tak butuh waktu lama, pak penghulu yang memang tetangga kami udah datang. Mereka semua langsung menyiapkan tempat alakadarnya.

Tak ada saksi dan pihak keluarganya. Sungguh, mungkin ini pernikahan paling miris untuk gadis desa sepertiku.

"Baik sekarang kita mulai saja ya. Mas Sagara dan Pak Taryo silakan nanti jabat tangan dan ikuti perkataan saya."

Dua lelaki itu mengangguk. Aku segera menyeka kembali butiran bening yang selalu jatuh tanpa kompromi.

"Bismillah. Saudara Sagara Banyubiru bin Biru Hartono, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya, Damay Lestari dengan mas kawin uang sebesar seratus ribu rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Damay Lestari binti Taryo Hamdi dengan maskawin tersebut di atas tuunaaai!"

"Alhamdulillah, saksi Saah?"

"Saah!"

Terdengar desah lega saat akhirnya kami sah sebagai suami istri.

Pernikahan ini sungguh tidak logis, tak ada moment bahagia atau kesan yang menyenangkan, yang ada hanyalah kenangan buruk. Tak ada acara sesi foto maupun acara sakral lainnya.

Dan akupun baru tahu namanya hari ini. Sagara Banyubiru, nama yang terdengar asing.

Semua warga akhirnya pamit dan membubarkan diri. Sudah pastilah saat ini dan hari-hari ke depan, mereka akan bergosip dan mengghibah tentangku. Mereka memandangku sebelah mata. Sementara motornya yang rusak disita pihak desa.

Begitu pula dengan keluargaku, kami pulang bersama termasuk Mas Saga. Sepanjang jalan ibu mendumel tak jelas. Sudah pasti, kehidupan di rumah akan jadi lebih tidak tenang lagi.

***

Aku duduk di bibir ranjang sambil membereskan kamar. Rasanya sudah sangat lelah dan ingin tidur saja. Dan berharap kalau ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berlalu.

"Nak ...."

Aku menoleh mendapati bapak sedang berdiri di ambang pintu kamar.

"Suamimu diajak masuk, kasihan dia di teras depan sendirian."

Aku mengangguk dan berjalan ke depan, melihat Mas Saga tengah meringis kesakitan sambil mendesis pelan. Ia memegangi luka-lukanya dengan jari tangan. Bahkan dahinya masih terdapat sisa darah yang mengering.

"Emmh, Mas ..."

Lelaki itu menoleh. Pandangan kami bersirobok sejenak. Ia langsung membenarkan posisi duduknya.

"Masuklah, mau sampai kapan di luar terus. Bersihkan dirimu, Mas," ucapku takut-takut.

Entah lelaki seperti apa yang kini menjadi suamiku. Aku agak takut dengan penampilannya yang seperti preman.

Lelaki itu mengangguk dan bangkit mengikutiku menuju ke arah kamar.

Ada perasaan canggung di antara kami.

Kuserahkan handuk dan baju ganti untuknya.

"Kamar mandinya ada di belakang."

Tanpa sepatah kata, lelaki itu mengangguk lagi melangkah mengikuti arah tunjukku.

Kruyuuuk ... suara di perutku terdengar nyaring. Tentu saja rasanya begitu lapar, mungkin Mas Saga juga merasakan hal yang sama.

Aku bergegas ke dapur, masih ada bahan-bahan. Jadi akan kumanfaatkan membuat cemilan malam hari ini.

"Makanya Mbak May jadi perempuan itu jangan murahan! Mau-maunya berhubungan sama preman jalanan seperti itu! Di tempat yang gak seharusnya pula!Dasar gak punya malu! Hiiiy jijay!!"

Deg!!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
NACL
ayo Saga tunjukkan kamu bukan berandal biasaaaa
goodnovel comment avatar
Lestari
semakin panas
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SUAMIKU TERNYATA BUKAN BERANDAL BIASA   230 POV SAGA (Kabar Bahagia)

    Setelah itu, aku duduk sebentar di bangku, perasaanku tetap hangat dari perhatian kamu. Kamu berdiri di depanku, matamu masih penuh dengan kasih sayang. Tanpa kata, kamu ambil botol air, lalu menyodorkannya padaku. "Minum dulu, jangan sampe dehidrasi," katamu sambil ngelirikku.Aku ambil botolnya, tapi mataku gak lepas dari kamu. Rasanya, setiap detik yang berlalu penuh makna. Kamu bukan cuma buat aku merasa nyaman, tapi kamu juga selalu bikin hari-hariku lebih berwarna."Kamu nggak pernah capek ngurusin aku, ya?" Aku bertanya, meskipun aku tahu jawabannya. Kamu cuma tersenyum lebar, senyuman yang paling aku sukai."Capek? Gak ada yang lebih menyenangkan selain ngurusin kamu. Kamu bikin aku bahagia, Mas," jawabmu, suara kamu serak, tapi tetap penuh rasa sayang."Terima kasih, Sayang, udah selalu ada," aku bisikin pelan.Kamu balas dengan tatapan lembut, senyum tipis. "Aku akan selalu ada, Mas. Ayo kita saling berjanji."

  • SUAMIKU TERNYATA BUKAN BERANDAL BIASA   229. POV Saga (Manisnya Es Krim)

    POV SAGA Matahari sore mulai meredup, meninggalkan semburat jingga di langit. Angin sepoi-sepoi mengayun dedaunan di taman, sementara langkah kita beriringan di sepanjang jalur setapak. Aku menggenggam tanganmu erat, sesekali melirik wajahmu yang tampak begitu ceria. "Kamu mau es krim?" tanyaku tiba-tiba. Mata kamu berbinar. "Mau!" jawabmu semangat. Aku terkekeh, lalu menarikmu menuju kios es krim di sudut taman. "Kamu mau rasa apa?" Kamu berpikir sebentar sebelum menjawab, "Coklat dan vanila aja, biar manis dan lembut seperti aku, Mas." Aku tertawa kecil dan memesankan es krim pilihanmu, sementara aku sendiri memilih rasa stroberi. Setelah menerima es krim, aku menyodorkannya padamu. "Ini buat kesayangan aku." Kamu mengambilnya dengan senyuman lebar, lalu menjilat es krim itu dengan wajah puas. "Hmm, enak banget!" Aku menatapmu sambil tersenyum. "Tapi masih ada ya

  • SUAMIKU TERNYATA BUKAN BERANDAL BIASA   228. END

    Malam itu, di rumah, Saga duduk di ruang keluarga bersama Damay. Rasa cemas tentang masa depan perusahaan masih menghantuinya. Damay duduk di sampingnya, memegang tangannya, berusaha memberikan kenyamanan. "Mas, kenapa?" "Tidak apa-apa, aku hanya berpikir bagaimana dengan nasib masa depan perusahaan, terlebih Ayah sudah menyerahkan semuanya padaku." "Jangan khawatir, Mas. Mas sudah melakukan yang terbaik," kata Damay lembut. Saga hanya menghela napas. Damay menatapnya dengan penuh pengertian. "Mas, kamu sudah berusaha, dan sekarang waktunya untuk bergerak maju. Ayah sudah membantu banyak, dan kamu akan mampu mengelola perusahaan itu dengan baik." Saga tersenyum tipis, berusaha menerima kenyataan yang ada. "Aku akan berusaha lebih keras lagi, Damay. Aku tidak ingin semua pengorbanan sia-sia." Keesokan harinya, Saga kembali ke kantor dengan semangat baru, siap menghadapi tantangan

  • SUAMIKU TERNYATA BUKAN BERANDAL BIASA   227. Akuisisi

    Setelah keputusan pengadilan yang menghukum Aidan, Saga dan Damay akhirnya bisa bernapas lega. Namun, kebahagiaan mereka tak bertahan lama. Saga harus menghadapi kenyataan baru yang lebih berat: perusahaannya, yang telah dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun, berada di ambang kebangkrutan.Perusahaan yang dulu begitu megah kini mengalami kerugian besar akibat beberapa investasi yang gagal, manipulasi laporan dari dalam ditambah dengan pengaruh dari masalah yang menimpa Aidan. Saga tidak bisa menutup mata dari kenyataan bahwa banyak keputusan buruk yang terlanjur diambil, dan kini semuanya berujung pada masalah keuangan yang tak bisa dihindari.Saga duduk termenung di ruang kerjanya, mata terpaku pada layar komputer yang menampilkan laporan keuangan perusahaan. Kerugian yang terus menggunung dan semakin parah membuat hatinya terasa berat. Segala usaha yang dilakukan untuk membalikkan keadaan seolah sia-sia. Kini, kebangkrutan di ambang pintu, dan ia tahu

  • SUAMIKU TERNYATA BUKAN BERANDAL BIASA   226. Vonis Hukuman

    "Diana?" kata Saga dengan nada terkejut, mencoba menguasai emosinya.Diana berdiri di depannya, tanpa kata-kata lebih dulu. Wajahnya terlihat pucat, dan kedua tangannya gemetar saat ia meletakkan sebuah surat di atas meja Saga.“Aku tahu kamu pasti sudah tahu tentang Aidan,” kata Diana pelan, suara tergetar. “Tapi aku mohon, Saga, bebaskan dia. Aku sedang hamil anaknya. Aku tak ingin anak ini tumbuh tanpa seorang ayah.Saga terkejut, tapi ia segera menutupi rasa terkejutnya. Saga menatap Diana dengan tatapan kosong. Dia terdiam sejenak, seolah mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Diana. Wajahnya berubah, tidak bisa menyembunyikan perasaan marah dan kecewa.“Aidan sudah membuat segalanya berantakan, Diana,” kata Saga, suaranya tegas. “Dia tak hanya menyusahkan dirimu, tapi juga aku dan keluarga kami. Kenapa kamu tidak melihat apa yang dia lakukan?”Diana menundukkan kepala, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku tahu, aku tahu dia telah m

  • SUAMIKU TERNYATA BUKAN BERANDAL BIASA   225. Pulang

    "Kamu pikir kamu bisa mengancamku begitu saja dan aku akan diam? Tidak, Aidan. Kalau kau ingin menantangku, aku akan buat kamu menyesal.""Hahaha! Tapi ingatlah ini Saga, sampai kapanpun aku tidak akan menyerah!" ucap Aidan setengah berteriak.Dengan wajah yang penuh amarah, Saga berbalik dan meninggalkan ruang interogasi.Di luar ruangan, Pak Tom menunggu, melihat bosnya dengan tatapan serius."Bagaimana, Mas Bos?" tanya Pak Tom, suara penuh kekhawatiran."Aku tak percaya dia melakukan ini. Tapi aku tak akan biarkan dia merusak apa yang sudah kumiliki."Pak Tom mengangguk. "Kami akan terus mengawasi perkembangannya, Bos."Dengan tatapan tajam, Saga melangkah keluar dari kantor polisi.*** Hari itu, Damay dan Saga akhirnya mendapatkan kabar baik. Setelah menunggu dengan penuh kecemasan, dokter akhirnya datang dengan senyum yang membawa harapan."Pak Saga, Bu Damay, kami sudah memeriksa kondisi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status