SUAMIKU YANG DIHINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN 6.
**
"Kamu mau bayar pake apa? Ha. Mampu kamu memberi 50 juta bahkan lebih seperti juragan Harsa!" kata Farida menunjuk Gala.
Suara Farida keras menunjukkan kekesalannya tak terima dengan apa yang terjadi.
"Bu, sudah ini musibah. Maya juga sudah menikah. Mau bagaimana lagi," kata Bapak menyela.
"Kamu May, memang bo--doh. Di mana harga diri kamu. Apa yang dia kasih ke kamu!"
Farida tak berhenti merasa kecewa. Dia merasa di khianati. Padahal dulunya berpikir akan mendapat hantaran banyak dari anak perempuannya. Tapi sekarang zonk. Maya justru hanya menikah seadanya tanpa pesta maupun resepsi.
Tiba-tiba tubuh Gala gemetar. Dia menjatuhkan kepalanya di pundak sang istri. Matanya tertutup, Gala menggigil.
Dalam keadaan seperti itu, Farida masih saja mengomel, tak terima dengan apa yang terjadi pada Maya. Dia masih punya impian menikahkan Maya dengan juragan yang bisa memberinya 50 juta tanpa harus bekerja keras.
"Mas ... kamu kenapa? Mas?" tanya Maya memegang dahi Gala.
Ini adalah sentuhan pertamanya untuk Gala. Sentuhan pertama dari seorang istri ke suaminya.
"Mas ... Ya Allah, badan kamu panas," lirih Maya.
Maya tak mempedulikan lagi ucapan Ibunya yang terus ngoceh. Dia takut terjadi apa-apa dengan Gala.
Maya sendiri melihat Gala saat itu tergeletak karena kecelakaan. Kepalanya bagian depan berdarah, kakinya sakit.
Maya lah yang membawanya ke rumah sakit. Sampai di Rumah Sakit Gala sebenarnya harus di rawat tetapi, entah kenapa malah memilih kabur dari rumah sakit, padahal kondisinya masih rentan.
Di bantu Bapak, mereka membopong Gala ke kasur di kamar Maya. Maya merasa khawatir dengan kondisi suaminya.
Farida berhenti mengomel. Dia ikutan juga ke kamar hanya lihat lihat saja. Bibirnya beberapa kali di majukan karena kesal. Tak ada rasa Iba atau empati. Biasa saja bahkan kalau ma-ti ya sudah ma-ti saja, lelaki miskin kok, dalam hatinya.
"Bagaimana ini, Pak?" tanya Maya ke Bapaknya.
"Panggil bidan atau perawat saja," ucap Bapaknya.
Beberapa saat Leo datang membawa pesanan nasi goreng. Dia di suruh Bapak lagi memanggil Bidan atau perawat ke rumah untuk melihat kondisi Gala.
Karena situasi lagi tidak kondusif. Leo menurut saja. Dia segera melajukan motornya memanggil Bidan atau perawat terdekat yang berdomisili di kampung mereka.
Maya segera mengambil air hangat. Dia rela hati mengurus Gala yang sedang sakit. Antara sadar dan tidak kondisi Gala benar benar memprihatinkan.
Farida, ibunya duduk lagi di sofa ruang tamu bersama Tisa. Maya tak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka.
"Kamu dari mana, Tisa? Ibu capek menceramahi kakakmu!" sungut Farida.
"Tadi habis teleponan sama Mas Doni, Bu. Akhir pekan mau main ke sini."
"Wah, senangnya ibu mendengarnya. Gimana hantarannya. Dia mau kan kasih 50 juta?" tanya Farida.
"Duh, Bu. Kami cuma sanggup 40 juta. Gimana dong, Bu."
"Ya udah deh gak apa-apa. Dari pada kakakmu gak dapat apapun. Cuma kasih dirinya aja. Maya di jual juga udah gak laku. Dia sendiri yang memberikan dirinya gratis. Ibu jadi gak dapat uang sepeserpun!" Farida mendumel.
Hati Maya sakit mendengarnya. Jadi tujuan Ibunya memang tak lain ingin menjualnya. Bukankah dia seorang anak. Maya sudah berusaha berbakti tetapi, tetap dia selalu merasa sakit. Ibunya selalu merasa kurang, dan kurang.
"Tadi suaminya Maya malah bilang mau bayar uang buat melepaskan dia. Setelah itu dia pingsan. Efek pake obat kali ya. Ngomong gak jelas, dia mau bayar pake apa. Pake ko--lor nya apa!" sergah Farida berdecak kesal.
"Hahaha ... Ibu bisa aja. Tapi, dia ngasih kak Maya cincin yang ada permatanya, Bu. Entah asli apa palsu. Waktu akad alakadarnya. Kalau asli ya nyuri dan kalau palsu ya imitasi," kata Tisa menanggapi dengan mengedikkan bahu.
"Wah, kalau di jual boleh juga kali ya. Lihat asli apa palsu. Daripada Ibu gak dapat apapun," ucap Farida menaruh telunjuknya di wajahnya. Dia memikirkan ucapan Tisa tentang cincin pemberian Gala.
Saat itu pula Maya lewat dan mendengar ucapan mereka. Farida dan Tisa menatap Maya yang mendengar percakapan mereka.
"Apa kamu nguping percakapan Ibu. Sudah sana kamu. Urus suami kamu yang sakit itu!" ucap Farida ketus.
Maya bergerak ke dalam kamar. Dia meletakkan air hangat di nakas sekaligus mengambil lap bersih untuk mengompres Gala.
Hatinya teramat sakit, tapi, dia sudah terbiasa di perlakukan seperti ini. Ingin rasanya kabur dari rumah tapi, tak tau mau pergi ke mana.
Tak berselang lama perawat yang biasa bekerja di rumah sakit datang. Namanya Pak Gani. Dia perawat bagian operasi di rumah sakit daerah. Sudah terkenal di seantero kampung sebagai perawat senior dan sering membantu khitan juga.
"Bagaimana kondisinya, Pak?" tanya Maya.
"Dia ini habis kecelakaan ya? Beberapa tubuhnya lebam, harus banyak istirahat. Kalau gak turun juga demamnya di sarankan ke Rumah Sakit. Perban di kepala sudah di ganti. Nanti rajin aja gantinya. Jangan banyak pikiran dulu. Minum obat yang teratur. Semoga segera sembuh."
"Iya, Pak. Terima kasih banyak."
Maya memberikan pembayaran ke Pak Gani dengan uang tabungannya. Maya bekerja paruh waktu sebagai guru Sekolah Dasar honorer. Dia juga masih kuliah. Biaya kuliah di bayar Maya dengan kerja kerasnya. Maya juga membuat kue yang di titip di Kantin Sekolah.
Maya mengucapkan terima kasih ke Pak Gani. Beliau diantar Bapak ke depan. Maya duduk di tepi ranjang melihat Gala yang masih memejamkan mata. Sesekali di basuh kepalanya. Pria itu diinfus di rumah untuk meringankan rasa sakitnya.
"May, Ibu mau bicara," kata Farida Ibunya begitu saja masuk ke Kamar Maya. Kamar memang belum Maya kunci.
"Bicara apa, Bu?" tanyanya.
"Mana cincin kamu itu, Ibu mau lihat kali aja bisa di jual," ucap Ibunya begitu saja tanpa beban apapun.
**
Lelaki itupun pergi dari Gala. Setelah lelaki tadi pergi. Gala memperhatikan bukti yang di bawanya. Mata Gala melebar melihat ada photo yang dikenalnya. Ternyata benar, dia biang kerok semua ini. Gala juga melihat ada lelaki yang familiar di kenalnya. Di lihat lebih teliti lagi ternyata dia Doni, pacarnya Tisa yang di banggakan mertuanya juga terlibat dalam proyek ini. Mereka semua satu komplotan. Gala akan susun rencana lebih matang.Gala pergi dari pasar malam itu. Dia naik ke salah satu mobil. Di dalam mobil sudah ada Bastian. Gala berbicara padanya."Pak, bagaimana kabar anda? Anda banyak sekali berubah," katanya."Yah, keadaan yang mengubahku. Aku harus cari tahu lebih lanjut siapa dalang yang membuat Pabrik dan usaha turun temurun keluargaku nyaris bangkrut. Bagaimana denganmu?" tanya Gala dengan sorot matanya yang tajam."Saya sudah menjalankan semua yang Bapak perintahkan. Sepertinya memang mengarah ke orang yang Bapak curigai. Dialah dalangnya yang membuat masalah. Saya berha
SUAMIKU YANG DIHINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN 21**Setelah berpamitan pada Maya malam itu, Gala melangkah keluar menuju motornya. Mesin dinyalakan dengan satu tarikan keras, dan dalam beberapa menit, Gala sudah melaju menuju markasnya, yang terletak di pinggir kota.Ketika Gala tiba, suasana di markasnya terasa mencekam. Beberapa anak buahnya tampak sibuk merawat luka akibat bentrokan dengan Genk Kelewang. Di tengah ruangan, seorang pemuda dari Genk Kelewang terlihat duduk di lantai, kedua tangannya terikat ke belakang dengan tali, wajahnya babak belur.Gala mendekat dengan langkah tenang namun penuh ancaman. "Siapa namamu?" tanyanya, suaranya rendah namun tegas.Pemuda itu menatap Gala dengan tatapan kosong, tak mengucapkan sepatah kata pun. Darah segar masih mengalir dari sudut bibirnya.Gala jongkok di depannya, menatapnya tajam. "Kenapa kalian menyerang kami? Apa yang kalian cari? Bukankah sudah ada tempat masing-masing. Jangan saling serang, Bodoh!"Lagi-lagi, tak ada jawaban. An
“Saya ucapkan terima kasih atas bantuannya tadi, tapi jangan berpikir bahwa hal ini mengubah apapun,” kata Bu Retno dengan dingin. "Kamu tetap tidak cocok untuk Yuda. Dia akan segera menikah dengan wanita pilihanku, seorang PNS juga. Kamu tidak punya tempat di hidupnya."Maya terdiam, hatinya seolah dicubit oleh kata-kata itu. Meski ia sudah menduganya, mendengar langsung dari mulut Bu Retno membuat semuanya terasa lebih nyata. Bagaimanapun, ia tidak bisa memaksakan perasaannya pada Yuda, apalagi jika keluarga Yuda menolaknya begitu keras.Kenapa ada manusia sampai bisa begitu meremehkan orang lain. Maya bersyukur di situasi ini dia sudah punya suami."Saya mengerti, Bu, Ibu tahu kalau saya juga sudah menikah," jawab Maya pelan. Tak ada gunanya membela diri atau memperpanjang perdebatan. Semua sudah jelas. Yuda akan segera menikah, dan bukan dengan dirinya. Kehidupan kini sudah berbeda. Maya juga sudah ikhlas dia tak bisa bersama Yuda. Tapi, kenapa hubungan ini malah di perburuk."Oh
SUAMIKU YANG DIHIN4 BUKAN PR3MAN SEMB4RANGAN 20.Maya meraih dompet itu dengan tangan gemetar. Sejenak, ia terpaku melihat dompet yang tadinya ada di tangan copet kini berada di genggamannya. Suara riuh kejar-kejaran di belakangnya semakin menjauh ketika si copet lari kencang dikejar warga. Maya menarik napas lega. Setidaknya, ia berhasil mendapatkan dompet itu kembali.Ia segera berbalik dan mencari pemilik dompet tersebut. Di keramaian pasar yang sibuk, mata Maya tertumbuk pada seorang wanita paruh baya yang tampak gelisah. Wanita itu tampak cemas, sesekali meraba-raba tas di pinggangnya, seolah memastikan sesuatu. Maya mendekat dengan langkah cepat, hati-hati agar tidak terjatuh di jalanan berbatu.“Bu, ini dompetnya, kan?” Maya menyodorkan dompet itu kepada wanita tersebut.Wanita itu mengangkat wajah, matanya membulat terkejut saat melihat Maya. Maya pun merasakan hal yang sama. Wajah itu terlalu familiar untuk diabaikan. Wajah yang pernah ia lihat dalam beberapa kesempatan di ru
"Iya," jawab Maya. "May, kalau ada uang kamu jangan terlalu boros ingat Gala harus membayar dua ratus juta lagi ke ibu. Ya udah kalau kalian memang mau beli kasur baru juga nggak masalah. Tapi ingat juga kalian punya hutang ke ibu!" kata Farida. Maya terdiam saat Ibunya berkata begitu. Apa jadinya jika Ibunya tau kalau dia ada uang banyak yang diberikan Gala kemarin. Apa Ibunya akan mengambil semuanya. Gala berpesan tak perlu mereka tahu masalah uang yang di berikannya ke Maya. "Iya, Bu. Doakan ya Mas Gala bisa segera mendapatkan uang untuk memberikan Ibu 200 juta lagi," kata Maya. Farida hanya mencibir saja dan Tisa sedikit kesal. Dia juga di tuntut Ibu untuk memberikan uang seratus juta untuk lamaran. Tisa bingung bagaimana meminta ke Doni uang banyak begitu. "Mbak, makasih ya. Bang Gala dan kamu udah belanjain aku. Sayang sama kamu," kata Leo senang. Dia bisa mendapatkan peralatan sekolah dan semua serba baru. Maya hanya mengangguk saja dan membuat Tisa semakin kesal saja pad
SUAMIKU YANG DIHINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN 19.**Gala sedikit kesal ketika ada panggilan dari Bojes. Ada apa anak buahnya menghubunginya? Mungkin ada sesuatu hal yang penting. Kalau tidak, tidak mungkin Bojes menghubunginya malam-malam."Dek May. Saya angkat dulu telepon ya," kata Gala."Iya, Mas," ucap Maya.Gala pun menekan tombol hijau dan terhubunglah dengan anak buahnya. Kira-kira informasi apa yang akan diberikannya ke Gala."Halo," kata Gala setelah tersambung."Bang, halo Bang ... gawat, gawat, Bang," katanya."Kenapa? Gawat kenapa?" tanya Gala."Ada kerusuhan di pasar, Bang. Geng Kelewang nyerang, Bang!" kata Bojes."Apa ... kok bisa kalian gak jaga keamanan. Dia nyerang gimana?!" tanya Gala sedikit marah.Maya terheran ketika ekspresi suaminya seperti itu. Mungkin sedang ada masalah."Jaga, Bang. Elu ke sini dah bang. Kami juga udah habis-habisan buat perhitungan!" katanya."Ya udah gue datang.""Salah satu anak buahnya kita Sandra juga, Bang," kata Bojes."Elu hajar dia?
"Sudah ku bilang. Jangan mabok! Jangan pake barang haram. Lihat si emprit gara-gara mabok dan pake n4rkoba, dia di tangkap Polisi. Kita gak perlu membawa itu di sini!" kata Maulana marah ke anggotanya. Ternyata dia adalah bos mereka. Mereka semua patuh pada Maulana. Gala hanya menceritakan masalahnya ke Maulana saja. Dan Maulana memperkenalkan Gala sebagai teman dan saudaranya ke para anak buahnya. Gala bergaul dengan mereka untuk misi tertentu. Maulana tahu, dia mau membantu. Penampilan Gala pun mulai berubah sama seperti mereka. Dia juga ikut aktif dalam kegiatan swiping dan keamanan. Anggota mereka banyak juga yang jadi tukang parkir, menjaga keamanan warga di pasar. Ternyata pasar juga ada kelompoknya. Ada Kelompok Maulana dan kelompok musuhnya. Maulana tak mentarif uang ke pedagang. Mereka memberikan seikhlasnya. Maulana juga ramah ke mereka. Mereka biasanya sewa tempat juga seadanya. Beberapa ruko besar di pasar juga harus kelompok Maulana jaga dari gangguan, contohnya kebaka
SUAMIKU YANG DIHIN4 BUKAN PR3MAN SEMB4RANGAN 18.**"Mas, apa yang membuat resah hatimu. Kamu bisa berbagi denganku," kata Maya.Gala terlihat gusar. Mimpi itu sama seperti yang dia alami. Di pandangnya lagi Maya yang sibuk mengambilkan air minum untuknya. Air di nakas yang tertutup di berikan ke Gala. "Minum dulu, Mas," kata Gala. Gala mengambilnya dan meminumnya. Dia merasa lebih tenang setelah melihat Maya. Entah kenapa sikap lembut Maya membuat Gala begitu bahagia. Dia merasa di perlakukan dengan baik dan sepenuh hati. Jika dengan penampilan urakan, gak punya uang, Maya bisa sangat menghormatinya. Gala sangat bahagia berada di dekatnya. "Terima kasih ya, Dek May." Gala menghela napas panjang. Dia menatap wajah Maya lagi. Kasihan juga membangunkan istrinya. "May, Mas punya masa lalu yang cukup kelam. Tak bisa Mas lupakan. Sakit rasanya." Gala terlihat sedih mengatakan itu. Hatinya sakit mengingat hal itu. "Mas, jika aku bisa jadi pendengar mu. Aku akan mendengarkan. Mulutku
"Kamu tau nggak tadi keluarganya Gala datang kemari. Ibu pikir cuma datang-datang begitu aja. Nggak bawa apa-apa. Ternyata dia bawa uang 100 juta untuk memperistri Maya seutuhnya. Ya mana Ibu mau!" kata Farida."Maksudnya, Bu? Ibu nolak uang 100 juta yang diberikan keluarga Bang Gala?" tanya Tisa."Ya enggaklah. Cuman Ibu minta lagi kekurangannya 200 juta, mungkin Ibu bersedia cuma di kasih 100 juta. Ibu udah malu, jadi mereka harus bayar rasa malu Ibu!"Tisa menelan ludah mendengar Ibunya berkata begitu."Dari mana Bang Gala dapat uang, Bu?" tanyanya lagi."Dari jual kebonnya di kampung yang Ibu tau," kata Ibunya.Beberapa saat mereka terdiam dan larut dalam pikiran masing-masing. Tisa sedikit ragu apakah memberi mahar 40 juta ibunya akan terima ataukah meminta lebih. Jujur saja kalau meminta lebih mereka nggak punya uang."Doni, kamu harus berusaha keras ya memberikan yang terbaik untuk Tisa. Kamu tahu kan maksud ibu," kata Farida tersenyum dan masuk saja ke dalam rumah.Sebentar la