Dobrakan pintu yang sangat keras membangunkan kedua pasangan yang sedang bermesraan di atas kasur kesayangan mereka.
Rizal berjalan menuju pintu kontrakannya untuk mengecek, namun ia tidak menemukan siapa pun. Yang ia temui hanyalah pintu yang terbuka dan berlubang akibat timpukan sebuah batu besar yang dililit kertas bertuliskan pesan menggunakan cairan berwarna merah, meskipun bukan darah. "KAMU HARUS MEMBAYAR SEMUANYA!!! BRENGSEK!" Rizal mematung seketika. Rasa takut dan cemas tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Tubuhnya pucat dan dingin. Entah siapa yang mengirim pesan itu, ia merasa tidak memiliki musuh. “Mas, siapa sih?” Anggi bertanya sambil menepuk pundak Rizal pelan. Rizal, yang sejak tadi diam mematung, terkejut dan hampir saja melempar batu yang digenggamnya ke arah Anggi. “Hah, kamu ini ngagetin saja!” “Ih, apa-apaan sih, Mas? Mas mau lempar aku pakai batu itu? Iya?!” Anggi terlihat takut dengan sikap Rizal barusan. “Bukan begitu. Ya sudahlah, kita tidur saja. Istirahat. Besok kita lihat keadaannya Dania ke rumah sakit.” Rizal kembali masuk ke dalam kontrakan, meninggalkan Anggi yang berdiri sendiri di depan pintu. Ia heran sebenarnya apa yang terjadi, sampai-sampai Rizal tidak menyadari bahwa pintunya rusak dan berlubang. --- Keesokan paginya, Dania sudah diperbolehkan pindah ke ruang perawatan. Namun, kondisinya yang cukup mengkhawatirkan membuatnya harus menjalani perawatan intensif lebih lama. “Gimana, Kak? Apa sudah baikan?” tanya Salma, yang selalu setia menemani Dania hingga kondisinya membaik. “Alhamdulillah, Salma. Aku sudah jauh lebih baik dan tenang, meskipun terasa berat dan sulit,” jawab Dania lirih. “Syukurlah. Harus tetap semangat ya, Kak. Semoga ini jadi jalan yang terbaik. Aamiin.” “Oh iya, Kak. Aku izin pulang sebentar ya. Aku mau bawa baju-baju kotor pulang ke rumah. Sekalian orang rumah mau menjenguk Kak Dania.” Salma menenteng tas travel yang berisi baju kotor selama berada di rumah sakit. “Lho, emangnya kamu sudah kasih tahu kabar tentang aku ke orang lain, Sal?” “Hmm, sudah, Kak. Maaf ya. Aku bingung soalnya. Kalau Kakak kenapa-kenapa nanti aku yang salah karena nggak ngasih kabar,” jawab Salma dengan wajah penuh penyesalan. “Hem, ya sudah nggak apa-apa, Sal. Malah aku berterima kasih banyak sama kamu, sudah mau nemenin aku di sini. Kan jenuh juga.” Dania memeluk Salma, terharu dengan pengorbanan Salma yang hanya seorang saudara. Tidak seperti suaminya, yang acuh dan tidak ada kecemasan sama sekali. “Makasih ya, Kak. Pokoknya Kakak harus semangat. Ingat, masih ada dua bocil ganteng yang menunggu senyum Kakak lagi. Ya sudah, aku pamit ya, Kak.” Salma melangkah keluar kamar rawat dan berjalan menuju lobi rumah sakit. Taksi online yang ia pesan sedari tadi pun sudah sampai, dan Salma segera pergi meninggalkan rumah sakit. --- “Selamat pagi, Bu Dania,” sapa Dokter Boby dengan seorang perawat di belakangnya yang membawa peralatan medis untuk memeriksa kondisi Dania. “Eh, iya, Dokter. Selamat pagi,” jawab Dania dengan senyum manis. “Gimana keadaannya? Sudah membaik?” tanya Dokter Boby sambil memeriksa dengan beberapa alat sederhana. “Alhamdulillah, sudah, Dok. Kalau boleh, malah tadi saya ingin ikut pulang bareng Salma.” “Salma? Oh, pantas saja saya tidak melihatnya sejak tadi. Ternyata dia sudah pulang.” “Iya, Dok. Nggak apa-apa, dia pulang. Lagi pula, yang harusnya di sini bukan dia, kan? Harusnya suami saya. Tapi dia entah ke mana.” Dania merasa sudah dekat dengan Dokter Boby karena ia sudah lama dirawat di sana, dan Dokter Boby lebih sering menanganinya karena ia adalah dokter spesialis obgyn. “Kamu yang sabar. Sebenarnya suamimu itu sempat ke sini, mencari keberadaanmu, tapi...” Ucapan Dokter Boby tiba-tiba terhenti. Matanya mengarah ke sudut ruangan. “Mas Rizal?!” sapa Dania sambil mengangkat kedua alisnya. Dokter Boby dan Dania saling bertatapan heran. Bagaimana mungkin Rizal datang di waktu yang begitu pas seperti ini? “Pagi, Pak. Bapak suaminya Bu Dania?” sapa Dokter Boby ramah. “Iya, Dok. Saya Rizal, suaminya Dania. Bagaimana keadaan istri saya?” tanya Rizal tanpa menunjukkan sedikit pun rasa cemas. “Peduli apa kamu? Nanyain keadaanku, Mas?!” tiba-tiba saja Dania menjawab pertanyaan Rizal. “Keluar kamu dari sini!” titahnya dengan nada meninggi. Rizal tersenyum tipis sambil memandangi Dokter Boby dan Dania bergantian. Tak lama kemudian, Anggi masuk ke kamar rawat Dania. Dania, yang sedari awal sudah mengetahui bahwa suaminya berselingkuh, berpura-pura tidak mengetahuinya. Ia ingat betul bagaimana acuhnya Rizal saat ia merasakan sakit yang amat sangat. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Rizal, namun tidak ada jawaban. Hingga akhirnya, ia mengirim pesan singkat bahwa dirinya dalam keadaan darurat dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Pesan itu hanya dibaca, lalu dibalas dengan sebuah gambar. Dalam gambar tersebut, Rizal tampak terlelap di samping seorang wanita. “Wanita jalang!”Berselang enam bulan ke depan, Danar mendapat kabar bahwa dirinya memenangkan tender yang selama ini diincarnya sejak lama.Ia langsung menghubungi istri tercintanya, yang tidak lama kemudian mengangkat teleponnya."Assalamu'alaikum, iya, Mas?""Kamu di mana? Aku punya kabar gembira, Sayang."Suara Danar terdengar sangat riang dan antusias untuk memberi tahu istrinya."Kabar gembira? Wah, apa nih?" Dania menanggapinya dengan antusias."Hmm, gimana kalau nanti malam kita bermalam di hotel bintang lima? Nanti Mas pulang cepat biar kita packing sama-sama. Gimana?""Iya, Mas. Asalkan kamu tidak kecapekan, aku selalu ikut rencanamu." Dania menjawab dengan penuh sukacita."Oke, Sayang. See you."Danar mematikan sambungan teleponnya.Semenjak menikah dengan Dania, Danar merasa rezekinya selalu mengalir deras. Ada saja keberhasilan yang datang dari berbagai sisi.Ia menganggap semua ini sebaga
"Rizal?" ucap Dania dengan heran dan penuh kekhawatiran, khawatir akan anak-anaknya.Sementara Danar maju untuk mengambil pesanan yang sudah dipesannya, mereka segera menutup pintu. Namun, Rizal menahannya."Pantas saja kamu tidak berada di rumahmu. Dan aku susah mencarimu, tahunya kamu berada di sini? Bersama selingkuhan berkedok sahabat kecil!" ucap Rizal dengan tatapan sinis.Mereka mengabaikan ucapan Rizal barusan dan langsung menutup pintu rapat-rapat. Dania teringat anak-anaknya. Ia khawatir Rizal akan melakukan hal yang tidak diinginkan lagi.Saat sampai di kamar anak-anaknya, mereka sedang bermain. Dania merasa lega."Ibu, apakah Ibu mau memanggil kami untuk makan malam?" tanya Raihan lirih."Iya, sayang. Ibu baru saja membeli makanan secara online. Yuk, kita makan sama-sama," ajaknya.Raihan lari terlebih dahulu, sedangkan Hafiz digendong oleh Dania untuk bergegas menuju meja makan.Di sana, terlihat Da
Plakkkkk!!!!Terdengar tamparan keras dari tangan Dania yang mendarat di pipi Radist. Kali ini, kesabarannya tidak dapat dibendung lagi.Danar tidak menghiraukan Dania yang menampar Radist barusan. Ia tetap memperlihatkan rekaman itu dengan terburu-buru.Dan... benar saja dugaan Danar. Radist sudah menjebaknya dengan memasukkan serbuk ke dalam makanan yang sedang dimasak tadi saat makan malam bersama. Namun, hanya makanan yang akan dimakan oleh Danar."Ketahuan, kan, belangnya? Perempuan ini bagaimana?!" ucap Danar."Kamu itu tidak tahu malu, Radist!"Danar memaki perempuan yang kini terdiam, namun tidak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatannya."Apa motifmu? Dan kenapa kamu bisa tahu vila ini? Padahal Mas Danar berkata kalau vila ini belum banyak yang tahu, termasuk kamu!"Dengan wajah yang terlihat menantang, Radist maju perlahan sambil melipat tangan ke dada."Lalu... kamu percaya begitu saja? B
"Hmm, apakah kamu tidak suka melihat Dania bahagia?"Terdengar suara perempuan menyahuti gumaman Anggi.Anggi menoleh dengan kasar. Ia terkejut dengan pertanyaan seseorang yang menanggapi gumamannya itu."Bukan urusanmu!" Anggi terlihat panik. Ia berpikir perempuan tersebut adalah seseorang dari keluarga mereka."Tentu jadi urusanku! Siapa pun yang tidak suka dengan kebahagiaan mereka akan menjadi partnerku untuk bersama menjatuhkan mereka, iya bukan?""Oh iya, perkenalkan, aku Radisty," katanya sambil mengulurkan tangan ke hadapan Anggi. Anggi hanya menanggapi sebisanya.Saat mendengarkan rencana demi rencana Radisty, Anggi pun enggan mengikutinya. Ia akan menggunakan caranya sendiri.---Dua hari setelahnya, Dania menikah dengan Danar. Mereka sepakat untuk mengambil cuti kerja selama sebulan. Mereka memutuskan untuk berlibur sekaligus berbulan madu.Sore itu, sepulang mereka berbelanja keperluan untuk libu
Lima bulan ke depan, Rizal dan yang lainnya sudah dipenjara. Mereka berpasrah diri, tidak ada yang dapat dilakukan selain menjalani hukuman tersebut.Saat bulan keenam mereka menjalani masa hukuman, siang itu Anggi dipanggil karena ada yang membesuk.Saat ditemui di ruang khusus kunjungan, ia terperangah melihat Anton yang berada di jajaran meja pengunjung tahanan."An-Anton?" sapa Anggi ragu-ragu.Anton, yang semula sedang memainkan ponsel sambil menunduk, menengadahkan pandangannya ke depan."Hai, gimana kabarnya?""Ya, gini-gini aja. Tumben kamu punya waktu untuk membesukku.""Hmm, sebenarnya ini kejutan. Tapi..."Belum selesai Anton meneruskan pembicaraannya, petugas datang untuk memberitahu kalau Anggi telah terbebas dari hukuman dan tuntutan."Permisi, benar dengan Saudari Anggi Noviyanthi?""Iya, Pak. Kenapa ya? Apa jam besuknya sudah habis?""Silakan ikut kami ke ruang Kepala P
"Si Danar, Mel. Bener kata lo, dia barusan ngirim pesan ke gue kalau katering nanti bakalan datang," ujar Dania sambil menunjukan ponselnya ke Meli."Kan gue bilang juga apa," sahut Meli."Iya, tapi kan boros banget. Udah ah, nanti gue mau bilang stop aja. Gak usah katering-katering lagi."Meli terdiam sambil memperhatikan Dania.Tanpa sadar, mereka sudah lama berbincang di dapur hingga karyawan katering yang mengantar makanan pun sampai.Dania mulai menyiapkan semua menu yang dipesan dan menatanya di meja makan."Ya ampun, sampai nasi aja dibeli," keluh Dania.Meli hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.Semua makanan sudah tersaji dan tertata. Dania mengabadikannya dengan memfoto makanan sebelum disantap, lalu mengirimkan foto itu ke Danar."Sudah sampai, terima kasih.""Makan yang banyak, ya. Itu untuk sekali makan jadi langsung habiskan."Tak lama, Raihan dan Haf