Share

Bab 4. Berjumpa sepupu

Penulis: Trinagi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-05 14:38:35

"Ya sudah. Kalau Mas mau mencari istri lain. Silahkan. Adek tidak bisa melarangnya!" ujarku seraya melangkah masuk kamar, meninggalkan mereka bertiga yang masih melongo diruang makan.

Jadi perempuan itu dituntut menjadi makhluk yang sempurna. Wanita dituntut harus bisa memasak, mencuci, mengurus anak dan suami. Harus pandai merawat diri. Harus mengurus mertua dan juga harus pandai mengatur keuangan dalam rumah tangganya. Jika tidak suami akan mencari istri kedua, ketiga dan seterusnya. Haruskah begitu? Istri saja yang dituntut sempurna sementara lelaki tidak perlu!  Tidak adil bukan?

"Nanti kamu menyesal! Kamu pikir, enak menjadi janda? Ibu yakin seribu persen tidak ada pria yang mau menikahimu! Jangankan menikahi, mendekat aja, ogah!" hina ibu mertua dengan tatapan sinis.

"Risma malah bahagia bisa lepas dari mas Rama, Bu. Apa yang bisa dibanggakan lelaki pelit seperti dia? Bukan kebahagiaan yang saya dapat selama menikah dengannya tetapi penderitaan yang tidak kunjung usai." hinaku. Entah dari mana datang keberaniaan ini sehingga aku hisa melawan mertua yang hanya bisa menghina saja. Hidup bagai babu untuk apa dipertahankan.

"Kurang ajar kamu, Dek! Pergi kau dari rumah ini, Risma! Aku sudah muak melihat kamu!" Mas Raka menyeret tubuh ini keluar rumah.

Bruk

Tubuhku jatuh tersungkur, untung tidak mengenai sudut teras rumah kalau tidak, aku pastikan kepalaku berdarah.

"Aku akan pergi dari rumah ini, Mas. Tapi jangan pisahkan aku dengan Kalila," aku tidak lagi menyebutkan diri ini panggilan kesayangan pria itu. Saat ini hanya Kalila saja dalam isi tempurung kepalaku. Tidak ada yang lain. Aku sudah siap lahir batin berpisah dengan mas Raka.

"Bawa anakmu sekalian. Jangan menampakkan lagi wajahmu didepanku!" Ibu mertua menyerahkan bayi merah itu yang masih terlelap. Dengan mata berkaca-kaca aku meraih bayi mungil itu dan menggendongnya.

"Terima kasih ...."

Bruk

Belum selesai aku berbicara, tiba-tiba adik ipar melemparkan tas berisi bajuku dan juga Kalila. Entah sejak kapan dia mengemasinya. Sekarang tas itu berada dilantai.

"Pergi kau!" Iparku menunjuk wajahku dengan tangan kirinya. Sementara mas Raka hanya diam seakan tidak ada lagi rasa sayangnya terhadap kami berdua.

Tanpa berpamitan aku melangkahkan kaki keluar dari pintu gerbang rumah yang telah setia mengisi hari-hari dalam suka dan duka selama tiga tahun belakangan ini.

Pikiranku tak menentu saat ini. Kemana tubuh ini akan kubawa pergi, sementara uang satu rupiah pun tidak berada dikantongku saat ini. Kaki ini terus berayun tidak tahu kemana arah yang akan kutuju. Matahari bersinar sangat menusuk ketulang sehingga bayiku menangis tiada henti dan menjadi pusat perhatian para pengguna jalan.

"Jangan nangis sayang! Syuh ... syuh ... syuh!" Ku ayun-ayun bayiku sembari mengusap air mata yang sudah terlanjur jatuh disudut mataku.

Tuhan ... berat sekali cobaan hidupku. Berilah aku kekuatan. 

Ciit. 

Aku tersentak saat mendengar suara decitan mobil hampir saja menabrak tubuh ini. Segera aku memutar tubuh ini dan melihat mobil berwarna silver berhenti tepat dibelakangku.

"Risma ... kamu ngapain disitu!" Terdengar suara cempreng yang sangat familiar digendang telingaku. Ya dia adalah Ratih. Sepupuku,  sekarang sedang mengenyam pendidikan di luar negeri. Tapi kenapa dia bisa berada disini ya? Bukankan dia masih kuliah? Atau jangan-jangan dia kena Drup Out? 

"Ratih? Apa kabarmu?" Aku memeluk kuat wanita berambut golden brown sebahu itu seakan sedang melepas segala kegundahan hati ini.

"Baik. Hei ... ini bayi kamu? Cantik sekali! Siapa namanya? Aku kangen berat sama kamu." Cerocos Ratih panjang lebar. Anak itu masih saja cerewet sampai sekarang. Kalau berbicara, kayak gerbong kerete api musim lebaran. Panjang dan entah kapan akan selesainya. Sampai lawan bicaranya hanya terdiam seribu bahasa.

"Kalila!" jawabku lemah.

"Kapan pulang, Tih? Kenapa gak kasih kabar?"

"Sudah sebulan. Kan kuliahku sudah selesai, Ris, dan sekarang melanjutkan bisnis kakek!" Ratih mencium lembut anakku. Walaupun bar-bar tetapi wanita itu berhati lembut. Dia snagat menyukai anak kecil makanya jangan heran kalau rumah dia banyak didatangi anak-anak tetangga.

"Ngomong-ngomong, kamu sama siapa? Mau kemana?" Ratih melirik tas besar yang tergeletak dipinggir jalan. Aku semakin tergugu mendengar pertanyaan sepupuku itu.

"Ris, kamu kenapa?" Ratih menangkupkan kedua tangannya diwajahku. Air mataku semakin deras bergulir membasahi pipi.

"Ris ... ada apa? Sini sini. Ayo masuk!" Ratih menyeret tubuh ini untuk masuk kedalam mobilnya. Tas lusuhku ditaruhnya dijok belakang.

"Kamu harus jelaskan sama aku, Ris. Kamu kenapa? Apa diusir suamimu?" tanya Ratih. Aku mengangguk pelan saat Ratih menoleh sekilas kearahku dengan tangan masih setia diatas kemudi. 

Kemudian, aku menceritakan bagaimana perlakuan mertua dan suami terhadap diri ini, tanpa aku tutupi sedikitpun.

"Kurang ajar, Raka. Berani dia main-main dengan keluargaku? Aku tidak terima, Ris. Harus kita balas semua perbuatan dia!" tutur Ratih dengan emosi menggebu-gebu. Tangannya menggepal kuat roda kemudi seakan ingin diremukkannya.

"Balas?" gumamku pelan. Air masih membanjiri kedua pelupuk mata ini. Sekali-kali aku cium dan peluk bocah kecilku itu. Hanya dia yang membuat aku bertahan saat ini. Mungkin kalau Kalila tidak ada aku sudah menceburkan diri kesungai.

Aku tidak menyangka usia pernikahan kami akan segera berakhir, aku tidak menyangka jodoh kami hanya bertahan sampai disini.

Dulu, aku merasa aku ini wanita paling bahagia dimuka bumi ini. Disayang dan dimanja oleh mas Raka. Tapi itu hanya sebentar saja. Semua itu ulah mertua dan adik ipark yang selalu menghasut sehingga mas Raka lama-lama terpengaruh juga.

"Kamu jangan lemah. Nangislah sepuas-puasnya hari ini. Tapi, jangan sampai besok aku lihat lagi air matamu menangisi lelaki berhati sampah itu!" bentak Ratih membuatku tersentak dalam lamunan.

"Apa yang harus aku lakukan? Kasian anakku masih terlalu kecil untuk kehilangan sosok ayahnya!" ujarku tersedu saat menatap bayi yang masih terlelap dalam gendonganku.

"Ayo pulang kerumahku dulu. Ibu juga kangen sama kamu, Ris. Selama menikah dengan bajingan itu kamu semakin jauh dengan keluarga. Jadi babu keluarga Raka!" sindir Ratih kesal.

Selama dalam perjalanan, banyak hal yang kami bicarakan. Sepupu aku sangat marah terhadap keluarga Raka dan bersumpah akan membalas perbuatan dia.

"Makanya kamu kerja aja di perusahaan kakek. Jangan sok jual mahal. Percuma sarjana akutansi dengan lulusan caumlaude kalau tidak dipergunakan ilmunya!"

"Tapi aku sudah lama tidak bekerja. Ilmuku sudah hilang entah kemana!"

"Jangan merendah, Ris. Ayo semangat! Besok aku tunggu kamu dikantor. Kebetulan kepala divisi keuangan sudah memasuki usia pensiun! Aku harap kamu bisa menggantikannya!" Semangat adik sepupuku sangat tinggi dan rasa percaya dirinya juga diatas rata-rata.

"Kalo aku bekerja, anakku sama siapa? Aku gak percaya sama orang lain!"

"Kamu tenang ajalah. Kan ada ibu. Ibu aku sangat senang melihat anak-anak. Ayo, Ris. Tunjukkan sama Raka kalau kamu bisa hidup tanpa dia. Jangan mau diremehkan!" Ratih terus memberi semangat untukku. 

"Aku tidak mau menyusahkan siapa-siapa! Kasian bibik sudah tua malah mengurus anakku!" 

"Heleh. Dan kamu pikir aku akan senang melihat kamu seperti ini? Ayolah Ris. Kamu gak usah khawatir. Dirumah ibu ada pembantu nanti yang bantu-bantu menjaga anakmu. Udah, tenang aja!" Ratih nampak kesal melihat aku yang begitu lemah. Memang aku akan lemah jika menyangkut Kalila. 

Sesampai dirumah bik Arum aku disambut bahagia. Bik Arum merupakan istri om Hidayat, adik kandung ayah. 

"Ris, besok kamu masuk kerja. Om tidak mau dengar apapun alasan kamu!" perintah om Hidayat tidak ada yang berani membantah. Ternyata Ratih sudah mengadu semuanya kejadian yang menimpaku pada om Hidayat.

"Tapi, Om."

"Gak ada tapi-tapi. Jadi wanita kok lemah sekali!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 50

    Matahari Bali menyambut hangat saat aku dan Mas Aslan tiba di bandara. Angin tropis yang lembut menyapu wajahku, membuatku langsung merasa rileks. Mas Aslan menggenggam tanganku erat, senyum lebar terukir di wajahnya. Dia tampak sangat bahagia, dan itu membuatku merasa tenang."Selamat datang di Bali, sayang," ujarnya dengan suara lembut.Aku mengangguk, senyumku tak pernah lepas. "Aku sudah tak sabar menjelajah tempat ini denganmu."Kami naik mobil menuju vila pribadi di Ubud, tempat yang dikelilingi hutan dan sawah hijau. Vila itu tampak begitu tenang, dengan kolam renang pribadi dan pemandangan alam yang menakjubkan. Sesampainya di sana, kami disambut oleh staf vila yang ramah. Vila ini terasa seperti surga tersembunyi, jauh dari hiruk pikuk kota.Mas Aslan segera menarikku ke teras, di mana pemandangan hamparan sawah membentang di depan kami. Langit cerah dengan awan putih yang menggantung di kejauhan. "Ini indah sekali," gumamku sambil menyandarkan kepala di pundaknya."Iya, tap

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 49

    Sinar matahari pagi masuk dari celah tirai kamar, membangunkan aku dari tidur. Di sebelahku, Mas Aslan masih tertidur lelap. Aku tersenyum memandang wajahnya yang tampak damai. Tapi, pikiranku sudah melayang pada sesuatu yang harus segera aku lakukan, meminta izin kepada Kalila, putri kecil aku sama mas Raka, untuk pergi berlibur hanya bersama Mas Aslan selama tiga hari.Dengan hati-hati, aku bangun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar menuju kamar Kalila. Dia pasti sudah bangun. Setiap pagi, Kalila selalu bangun lebih awal untuk bermain dengan mainannya di ruang tamu atau menonton kartun kesukaannya. Benar saja, begitu aku membuka pintu kamar, aku melihat Kalila duduk di sofa dengan boneka beruang di tangannya, matanya terpaku pada layar TV yang menampilkan kartun favoritnya.“Pagi, Sayang,” sapaku sambil berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.Kalila menoleh dan tersenyum lebar. “Pagi, Mama!”Aku memeluknya erat, lalu mencium pipinya. "Lagi nonton apa nih?"“Nonton kartun!

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 48. Rencana bulan madu

    Sinar matahari menerobos tirai kamarku, membangunkanku dengan lembut. Di sampingku, mas Aslan masih terlelap, wajahnya terlihat tenang. Aku tersenyum tipis, teringat kejadian kemarin saat kami resmi menikah. Rasanya seperti mimpi, bisa bersama pria yang dulu hanya aku lihat sebagai atasan. Tapi, hidup memang penuh kejutan, bukan?Setelah mandi dan bersiap, aku melirik ke arah jam dinding. "Waktunya bangunin suami gantrngku," gumamku. Dengan hati-hati, aku mendekati mas Aslan, lalu menyenggol bahunya pelan."Sayang, bangun, Say. Kita harus berangkat ke kantor," bisikku ditelinganya.Ia bergumam pelan, matanya masih terpejam. "Lima menit lagi, ya? Mas masih mengabtuk sekali ni! ..."Aku menggeleng, lalu sedikit menggelitik perutnya. "Nggak ada lima menit lagi. Ayo bangun!"Ia tertawa kecil, akhirnya membuka mata dan menatapku. "Baiklah, baiklah. Kamu memang nggak bisa ditolak."Pagi itu kami berdua berangkat ke kantor seperti biasa. Meskipun kami sekarang sudah resmi menikah, rutinitas

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 47

    “Aku ingin Kalila tinggal bersamaku, Risma.”Kalimat itu langsung menghantam hatiku seperti petir di siang bolong. Aku menelan ludah, berusaha mengendalikan diri.“Mas, Kalila adalah hidupku. Dia nyawaku. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dia,” jawabku tegas namun tetap menjaga nada suaraku agar tidak terdengar terlalu emosional.Mas Raka menghela napas berat. “Aku tahu kamu sayang sama dia, Risma. Aku juga sayang sama Kalila. Tapi aku pikir, sudah waktunya dia tinggal denganku. Aku ingin lebih terlibat dalam hidupnya. Selama ini, aku merasa jauh dari dia, dan aku tahu itu salahku. Tapi aku mau memperbaikinya.”Aku bisa melihat kejujuran di matanya, tapi itu tidak membuat permintaannya lebih mudah kuterima. Aku menggenggam tanganku erat-erat, berusaha menahan emosi yang mulai membuncah.“Mas, selama ini aku yang membesarkan Kalila sendirian. Aku tahu kamu ayahnya, dan aku tidak pernah melarang Kalila bertemu denganmu. Tapi Kaluka butuh stabilitas, dia butuh merasa aman. Selama

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 46. Cobaan Datang Bertubi-tubi

    Di tengah kabut duka itu, berita lain yang tak kalah menyakitkan datang. Mantan ibu mertuaku, ditemukan meninggal setelah melompat dari jembatan. Ia diketahui mengalami depresi berat sejak putri satu-satunya meninggal secara tragis."Mas, mantan ibu mertua Risma meninggal!" Aku memberitahukan berita duka ini pada mas Aslan."Innalillahiwainnailaihi rojiun! Sakit apa?" Mas Aslan juga kaget mendengar berita duka bertubi-tubi seperti ini. Baru saja tadi pagi berita kematian Rani, sekarang ibunya menyusul"Bvnvh diri nampaknya. Beliau lompat dari jembatan, Mas!""Apa?""Beliau malu Rani hamil diluar nikah! Jadinya stres dan depresi. Akhirnya gak sanggup, ya lompat dari jembatan!" jawabku lagi."Kasihan, ya!""Hmmm! Boleh Risma melayat, Mas?" tanyaku. Aku sih tidak memaksa jika mas Aslan melarangnya, cuma sekedar mengucapkan belasungkawa saja pada mantan suamiku."Boleh-boleh aja, sih! Apa perlu Mas antar?" "Gak usah, Mas. Sebentar lagi Mas mau meeting, kan? Kalau Risma pergi sendiri, apa

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 45. Keputusan konyol

    "Aku hamil," tiba-tiba Rani berkata dengan suara bergetar, tapi jelas. Matanya mulai basah dengan air mata."Mas ... kamu harus bertanggung jawab."Kalimat itu membuat suasana di meja mereka mendadak hening. Wajah istri Bayu tampak kaget, sementara Bayu hanya bisa menunduk. Aku menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya."Rani, jangan begitu..." kata Bayu akhirnya, suaranya rendah dan penuh rasa bersalah. "Aku nggak bisa bertanggung jawab. Ini... ini semua terlalu rumit.""Terus apa maksud kamu, Bayu?" Rani tidak bisa menahan emosinya lagi. "Aku ini mengandung anak kamu! Apa kamu mau lepas tangan begitu saja?"Bayu tampak semakin terpojok. Dia berusaha menghindari tatapan Rani, sementara istrinya berdiri di sana dengan mata terbuka lebar, seolah-olah tidak percaya apa yang baru saja dia dengar. Wajahnya mulai memerah, dan aku tahu, badai yang lebih besar akan segera datang."Bayu!" teriak istrinya. "Apa maksudnya ini? Dia hamil anak kamu? Kamu pikir aku bisa terima in

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status